Tingkat keterisian LRT Jabodebek baru 26,2 persen dari total kapasitasnya. Masalah utama adalah kurangnya angkutan penghubung antara permukiman warga dan stasiun LRT. Padahal, potensi pengguna dinilai sangat besar.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah diresmikan Presiden Joko Widodo pada 28 Agustus 2023, okupansi atau tingkat keterisian LRT Jabodebek belum optimal. Sejumlah upaya dilakukan untuk mengungkit keterisian.
Manajer Humas Kereta Ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta-Bogor-Depok-Bekasi (Jabodebek) Kuswardoyo, Rabu (13/9/2023), mengatakan, hingga 16 hari setelah diresmikan oleh Presiden Jokowi, okupansi LRT Jabodebek mencapai 588.988 orang.
”Dengan jumlah ini, rata-rata penumpang LRT mencapai 36.000 orang per hari,” ujar Kuswardoyo.
Angka ini masih jauh dari kapasitas total LRT Jabodebek, yaitu per rangkaian mencapai 740 penumpang dan 158 perjalanan setiap harinya. Sesuai kapasitas total dan jumlah perjalanan, seharusnya moda transportasi berbasis rel ini bisa mengangkut sekitar 137.000 penumpang per hari. Itu berarti okupansi LRT sekarang baru 26,2 persen.
Kuswardoyo pun berharap di tahap awal operasional tingkat okupansi harian LRT Jabodebek bisa terus dikerek setidaknya mencapai 50.000 penumpang. Terkait dengan hal itu, sejumlah upaya dilakukan seperti memberikan promo khusus sampai 1 Oktober 2023 dengan tarif Rp 5.000 per orang. Tujuannya untuk meningkatkan minat warga untuk menggunakan LRT.
Selain itu, Kuswardoyo berharap ada dukungan untuk ketersediaan angkutan pengumpan agar mempermudah warga mengakses LRT. Dari data yang ada menunjukkan sebagian besar pengguna LRT berasal dari para pekerja yang tinggal di daerah satelit seperti Depok dan Bekasi.
Hal ini dibuktikan dengan data yang menggambarkan stasiun yang paling banyak disinggahi adalah Dukuh Atas Jakarta, Jatimulya, Bekasi, dan Stasiun Harjamukti Depok, Jawa Barat. Selain pekerja, kebanyakan yang menjajal perjalanan melalui LRT adalah warga yang penasaran dengan moda transportasi massal baru ini.
Karena LRT terbukti dapat memangkas waktu perjalanan dan dapat menjadi solusi dari kemacetan di Jakarta.
Apalagi dengan mereka juga disuguhkan teknologi sistem kontrol berbasis komunikasi (communication based train control/CBTC) dengan grade of automation (GoA) 3 yang memungkinkan kereta berjalan tanpa masinis. Kuswardoyo pun berharap dengan beragam program dapat mendorong tingkat keterisian LRT.
”Karena LRT terbukti dapat memangkas waktu perjalanan dan dapat menjadi solusi dari kemacetan di Jakarta,” kata Kuswardoyo.
Yudistira (30), karyawan swasta di Jakarta, mengatakan, LRT memberikan pilihan tambahan bagi warga untuk menggunakan angkutan umum. Sejak pertama kali menggunakan LRT, dia pun ketagihan untuk menggunakannya lagi. Itu karena moda transportasi massal berbasis rel terbilang nyaman karena jumlah penumpang yang belum sebanyak pendahulunya, yaitu KRL Jabodetabek.
Apalagi dari segi tarif juga tergolong terjangkau. Hanya saja kekurangan dari moda transportasi ini belum mencakup semua daerah satelit selayaknya KRL. Namun, dia meyakini nantinya moda transportasi ini akan memantik warga yang beralih dari kendaraan pribadi agar terbebas dari kemacetan.
Wakil Ketua Pemberdayaan dan Penguatan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno berpendapat dari segi ketersediaan penumpang LRT Jabodebek tidak perlu khawatir karena dari sisi visi pembangunan sudah sangat tepat, yakni menghubungkan warga yang ada di daerah satelit dengan Jakarta.
Karena itu, pelayanan LRT Jabodebek tidak bisa bersifat tunggal, tetapi harus terintegrasi dari hulu hingga hilir, pra-perjalanan (first mile), selama perjalanan, dan pasca-perjalanan (last mile).
Berdasarkan Studi Potensi Jaringan Angkutan Umum dan Integrasi Moda Kawasan di Sekitar Koridor LRT Jabodebek (2020) yang diterbitkan oleh PT Kereta Api Indonesia, di sekitar Stasiun LRT Jabodebek dengan radius kurang dari 5 kilometer, ada 310 kawasan permukiman dan komersial.
”Di sinilah kita menyadari, integrasi angkutan penghubung harus menjadi prioritas agar okupansi LRT dapat terdongkrak,” ujar Djoko.