Pesepeda Motor Lawan Arah di Lenteng Agung Dapat Dipidana
Para pesepeda motor yang tertabrak truk di Jalan Lenteng Agung Raya, Selasa (22/8/2023), akibat melawan arah berpotensi dijerat pidana. Mereka juga tidak mendapatkan santunan dari Jasa Raharja.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Setelah peristiwa truk menabrak sejumlah sepeda motor yang melawan arah di ruas Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa (22/8/2023), kepolisian berencana memasang tilang elektronik di sejumlah lokasi. Para pengendara sepeda motor yang terbukti melawan arah bisa dipidana dan juga tidak mendapatkan santunan dari pihak Jasa Raharja. Polisi diminta tegas dan konsisten dalam memberlakukan aturan tilang tersebut.
Ditemui di Jakarta, Rabu (23/8/2023), Kepala Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Bayu Marfiando menjelaskan, pesepeda motor yang terlibat pada kecelakaan di ruas Jalan Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Selasa lalu bisa dikenai pidana apabila terbukti bersalah dan melawan arah. Tidak hanya sanksi pidana, para pesepeda motor yang terbukti melawan arah pun juga ditilang.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, pengemudi bisa dijerat Pasal 310 ayat 2 dengan ancaman pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp 2.000.000. Tidak hanya itu, pengendara juga bisa dijerat Pasal 236 di aturan yang sama dengan hukuman membayar kerugian yang dialami korban akibat perbuatannya, yang nilainya akan ditentukan di pengadilan.
Pihaknya sudah mengamankan dua pengemudi motor dari sebanyak tujuh orang yang diduga terlibat dalam kejadian tersebut. Sopir truk AS (33) sudah dipulangkan karena sudah dimintai keterangannya. Kepolisian sudah melakukan tes urine kepada sang sopir dan dinyatakan negatif narkoba dan alkohol.
”Informasi dari saksi memang sepeda motor melawan arah, kronologi kejadian yang sebenarnya seperti apa akan kita terus selidiki. Dengan adanya kejadian ini, harapannya masyarakat tidak lagi lawan arah,” ucapnya.
Terkait antisipasi, pihaknya berencana untuk menggelar tilang elektronik (electronic traffic law enforcement/ETLE). Menurut catatannya, terdapat sekitar 18 ruas jalan di Jakarta Selatan, yang menjadi sasaran dari program ini.
Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia Dedy Herlambang menjelaskan kebijakan tilang elektronik yang dilakukan oleh aparat penegak hukum kerap tidak konsisten dan hanya berlaku sesaat. Tidak hanya itu, kebijakan sering tidak menyeluruh dan hanya diberlakukan di jam-jam tertentu.
Akibat kebijakan yang setengah-setengah tersebut, timbullah kebiasaan pengemudi kendaraan untuk melanggar peraturan lalu lintas. Hal ini semakin diperburuk karena pembiaran sudah terjadi bertahun-tahun. Pengabaian yang dilakukan itu pula yang membuat kemacetan kerap terjadi karena ada ketidaksesuaian penggunaan jalan oleh para pengendara.
”Kebijakan tilang itu sudah bolong sejak lama, akhirnya menjadi sesuatu yang biasa di mata masyarakat, mulai sekarang harus tegas kepada semua tingkatan masyarakat. Tidak ada satu alasan pun untuk membenarkan praktik seperti itu,” ucapnya.
Tidak hanya berpotensi dipidana, pengendara yang terlibat kecelakaan akibat kesalahannya sendiri juga bisa tidak memperoleh hak mendapatkan santunan dari pemerintah. Direktur Utama Jasa Raharja Rivan Purwantono menerangkan, santunan tidak diberikan karena kecelakaan yang terjadi akibat kelalaian, salah satunya melawan arah.
Tidak ada satu pun alasan pembenar bagi praktik lawan arah. Sudah lama terjadi pembiaran, maka kini perlu tegas.
Merujuk pada Undang Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas juncto Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1965 tentang Ketentuan Pelaksanaan Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan menjelaskan, pengemudi yang mengalami kecelakaan dan merupakan penyebab terjadinya tabrakan kendaraan bermotor, maka tidak ada kewajiban bagi Jasa Raharja untuk memberi biaya pengobatan.
Tidak hanya itu, Jasa Raharja juga tidak memberikan jaminan bagi korban kecelakaan yang diakibatkan karena menerobos palang pintu kereta api, kecelakaan tunggal, dan memacu kendaraan dalam kecepatan tinggi. ”Penyebab yang akibat kelalaian tidak menjadi tanggung jawab Jasa Raharja. Menaati peraturan lalu lintas penting karena kerugian tidak hanya materiil dan nonmateriil,” ucapnya.
Ketua RW 008 Kelurahan Lenteng Agung, Kecamatan Jagakarsa, Taufik Iman Santoso menjelaskan, pihaknya mengaku bahwa praktik lawan arah sudah kerap terjadi di wilayahnya. Selain akibat mobilitas yang tinggi dari arah Depok, ia menilai, warga nya juga melawan arah untuk mengantar anak ke sekolah. Setidaknya terdapat 16 sekolah yang ada di ruas Jalan Lenteng Agung Raya sisi timur, yang merupakan ruas jalan yang kerap digunakan untuk melawan arah.
Ia dan pimpinan RW lain pun sudah mengirimkan surat kepada Kelurahan Lenteng Agung pada 27 Juli 2023 agar dinas perhubungan dan kepolisian menggelar lawan arah (contraflow) di pagi hari. Surat tersebut pun sudah diajukan kepada Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan untuk ditindaklanjuti.
”Warga yang ingin mengantar sekolah memang menginginkan agar dibuat contraflow di jam pagi hari saja karena ruas di jalan ini memang sedikit lengang di pagi hari. Kami juga prihatin dengan kejadian tersebut dan saya pernah menjadi korban. Maka harapannya ada solusi yang baik untuk semua,” tuturnya.