Mulai Berlaku, Penutupan ”U-Turn” Ramai Diprotes Warga
Penutupan jalur putar balik di 27 ruas di Jakarta menuai protes karena dianggap mengganggu aktivitas warga. Meski demikian, hal ini penting untuk meminimalkan tindakan putar balik sembarangan yang menyebabkan kemacetan.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah DKI Jakarta mulai mengimplementasikan program penutupan titik putar balik di 27 lokasi. Warga di beberapa wilayah protes terkait program ini. Penerapan aturan ini perlu terus dievaluasi serta dibarengi dengan upaya membatasi kendaraan pribadi.
DI Jakarta Selatan, salah satu titik putar balik (U-turn) yang akan ditutup berada di kawasan Antasari, Cipete Utara, tepatnya di persimpangan Jalan Haji Naim II dan Jalan Haji Naim III. Ketua RT 004 RW 009 Cipete Utara Jamal (60) menerangkan, ia dan perwakilan warga lain yang terdampak, yakni RW 006 dan RW 011, sudah bertemu Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta untuk menyampaikan penolakannya.
Tercatat, sudah ada dua kali penutupan terjadi di titik itu pada 2023. Namun, penutupan tidak berlangsung lama karena protes dari warga.
”Dari Dishub DKI Jakarta menyampaikan titik itu memang salah satu penyebab kemacetan, tetapi kami menolak ditutup karena bisa mengganggu aktivitas warga. Penyebabnya juga sepengetahuan saya bukan dari warga,” ucapnya saat ditemui di Jalan Haji Naim II, Jakarta Selatan, Selasa (23/5/2023).
Alasan utama warga menolak ialah karena penutupan itu akan mengganggu akses warga yang hendak mengantar anaknya bersekolah, baik dari RW 009 menuju RW 011, atau sebaliknya. Apabila terjadi penutupan, aktivitas bersekolah akan terganggu.
Meski demikian, ia mengakui kawasan tersebut sering terkena macet, khususnya pada pukul 07.00 WIB dan pukul 15.00 WIB. Jamal menyebut, penyebab kemacetan ialah aktivitas antar-jemput murid salah satu sekolah swasta yang berada di luar kawasan tersebut.
Antrean mobil yang ingin memutar balik di titik tersebut sering kali memicu kemacetan panjang. Ia berharap penerapan larangan putar balik dapat dilakukan oleh petugas bukan dengan menutup seluruh akses.
Hal yang sama diungkapkan Rama (30), warga yang tinggal di kawasan RW 011. Antrean mobil yang hendak antar-jemput sekolah tersebut sangat panjang sehingga menyebabkan kemacetan. ”Lebih baik menggunakan petugas ataupun lampu lalu lintas supaya arus kendaraannya lebih tertib,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jaksel Bernard Pasaribu menerangkan, pihaknya akan kembali mengundang perwakilan warga untuk menyelesaikan permasalahan ini agar program penutupan nantinya bisa diterima dengan baik. Untuk saat ini, pemerintah memutuskan menunda rencana tersebut.
Meski program ini penting, penundaan dinilai lebih baik dilakukan agar suasana lebih kondusif. Ia menegaskan, implementasi penutupan ini sebenarnya berada dalam fase uji coba. Jika dampaknya baik, program ini akan dibuat permanen.
”Kita masih harus melakukan pendekatan dan sosialisasi lebih baik lagi. Prinsip mereka memang masih menolak karena nanti mengganggu sekolah anak dan lainnya. Kajian ulang kita lakukan,” ucapnya.
Selain di kawasan Antasari, Jakarta Selatan, warga di kawasan lain juga menolak implementasi rencana ini. Ketua RT 011 RW 004 Palmerah Utara I Jakarta Barat Elis Kurniawati menyayangkan penutupan akses dari kawasan Palmerah Utara menuju Palmerah Selatan, tepatnya di persimpangan perkantoran Slipi dan sekolah Yayasan Regina Pacis.
Setiap penutupan itu masih dalam uji coba. Apabila berhasil, akan dipermanenkan.
Akibat penutupan tersebut, waktu tempuh warga untuk mengantar anak bersekolah ataupun menuju Pasar Palmerah untuk berbelanja menjadi lebih lama karena harus memutar di bawah jembatan layang Slipi. Meski demikian, ia hanya bisa pasrah menerima penutupan tersebut.
”Kita harus memutar lebih jauh dari yang biasanya sekarang,” ucapnya.
Menurut anggota Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Gilbert Simanjuntak, secara praktik, titik U-turn lebih banyak digunakan untuk putar balik di bawah jembatan layang (flyover) ataupun di atas jalan bawah tanah (underpass) karena adanya pemisahan jalan. Kehadiran titik putar balik di lokasi selain itu berpotensi menyebabkan kemacetan karena mengganggu arus kendaraan.
Ditambah lagi, kehadiran masyarakat yang membantu pengendara untuk memutar balik atau pak ogah, yang mendahulukan kendaraan untuk putar balik, semakin menambah kemacetan. Untuk itu, pihaknya meminta program ini tetap dijalankan untuk mengurangi kemacetan.
Program ini juga harus dibarengi dengan strategi membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Penambahan dan perbaikan transportasi publik juga dibutuhkan untuk membuat program ini semakin baik. Dampak dari program ini pun harus terus dievaluasi agar target mengurangi kemacetan benar tercapai.
Terkait adanya penolakan dari warga, dishub diimbau mendekati warga dengan sabar sehingga mereka mendapatkan pengetahuan mengenai manfaat program ini.
”Ini mungkin solusi jangka pendek yang bisa diambil sekarang, solusi ke depan tentu bagaimana mengurangi kendaraan pribadi, yaitu membuat transportasi publik semakin nyaman,” tutur anggota DPRD yang membidangi urusan perhubungan ini.