Melawan Arah dan Bertabrakan dengan Truk di Lenteng Agung
Jalan Raya Lenteng Agung sisi timur kerap digunakan pesepeda motor melawan arah. Selasa pagi tadi, sejumlah sepeda motor yang lawan arah bertabrakan dengan truk yang melintas di ruas jalan itu.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebuah truk pengangkut bata menabrak lima sepeda motor yang melawan arah di ruas Jalan Raya Lenteng Agung RT 001 RW 007 arah Depok, Jawa Barat, Selasa (22/8/2023).
Ruas jalan tersebut memang kerap digunakan warga sekitar ataupun pengendara motor dari arah Depok untuk menyiasati kemacetan yang kerap terjadi pada pagi dan sore hari. Polda Metro Jaya dan Dinas Perhubungan DKI Jakarta diminta tegas mengawasi ruas tersebut karena tindakan lawan arah sangat membahayakan.
Kepala Kepolisian Sektor Jagakarsa Komisaris Multazam Lisendra menjelaskan, kasus tersebut sudah dilimpahkan untuk diselidiki lebih lanjut di Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan.
Dugaan awal, kecelakaan yang terjadi tepat di depan Halte Wijaya Kusuma, Jakarta Selatan, terjadi karena para pengendara motor melawan arah sehingga bertabrakan dengan truk pengangkut barang. Pengemudi truk dan kendaraannya pun masih diperiksa oleh pihak kepolisian.
Sebanyak tujuh orang yang menjadi korban kini dirawat di Rumah Sakit Umum Aulia, Rumah Sakit Andhika, dan Rumah Sakit Zahirah yang ketiganya berlokasi di Jagakarsa. Tidak ada yang tewas, tetapi beberapa korban mengalami luka berat.
”Korban sudah dibawa ke rumah sakit untuk dirawat, pengemudi dan truk sedang kami periksa,” ucapnya di Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Di Jalan Raya Lenteng Agung menuju arah Depok, Jawa Barat, pengguna jalan, khususnya pesepeda motor, terbiasa melaju lawan arah. Warga bahkan menggunakan ruas ini untuk melawan arah sejak di jalur putar balik (u-turn) di dekat pelintasan sebidang kereta api di Jalan Raya Lenteng Agung di RW 002 hingga ke Jalan Raya Lenteng Agung RW 007. Jaraknya lebih kurang 2-3 kilometer.
Adapun Jalan Raya Lenteng Agung terbagi dalam dua ruas, yakni di sisi barat yang mengarah ke Jakarta dan sisi timur yang mengarah ke Depok. Jalur ini menjadi salah satu jalan utama yang menghubungkan ke dua daerah tersebut.
Alasan kemacetan dan menghemat waktu tempuh tidak bisa menjadi pembenar bagi pengendara melawan arah karena sangat membahayakan pengguna jalan lainnya.
Sudiono (50), warga RW 004 RT 004 Lenteng Agung, Jagakarsa, Jakarta Selatan, menjelaskan, hampir setiap pagi pada hari kerja, jalan ini ramai dipenuhi pengemudi motor yang melawan arah.
Ia yang sehari-hari mengantarkan anaknya menuju Sekolah Menengah Kejuruan Perguruan Rakyat, Jakarta, sering kali harus berhadapan dengan mereka yang tidak hanya menggunakan sisi kiri jalan, tetapi terkadang pula trotoar. Pada pagi hari saat kejadian, Sudiono yang sedang mengantar anaknya pun turut melihat dampak dari peristiwa tersebut.
Ia berpendapat, tindakan itu terjadi sebagai siasat masyarakat yang berkendara dari arah Depok untuk menghindari kemacetan yang terjadi di sisi Jalan Raya Lenteng Agung sebelah barat setiap pagi.
”Pada pagi hari jalan di sisi barat yang mengarah ke Jakarta, macet setiap hari kerja. Mereka dari arah Depok melawan arah dengan mengambil jalan di sisi timur karena biasanya lengang. Sangat berbahaya karena setiap pagi lawan arahnya bisa sampai 2 kilometer,” ucapnya.
Sekretaris RW 008 Lenteng Agung Jakarta Selatan, Soeparlan, menjelaskan, tindakan lawan arah tersebut sudah menjadi kebiasaan di masyarakat. Menurut dia, warga ingin menghemat waktu tempuh perjalanan, khususnya untuk mengantar anak sekolah. Adapun terdapat beberapa sekolah di sana, seperti SMA Negeri 38 dan SMP Negeri 98.
”Memang tindakan ini salah dan alasan dari warga klasik ya karena buru-buru ingin mengantar anak sekolah, kalau harus memutar di u-turn di arah Pasar Minggu katanya jauh. Kami selalu ingatkan warga agar tidak lagi melawan arah,” ucapnya.
Sikap tegas
Direktur Eksekutif Masyarakat Transportasi Indonesia Dedy Herlambang menegaskan, tidak ada alasan apa pun yang bisa diterima untuk membenarkan tindakan melawan arah tersebut. Tindakan tersebut jelas berbahaya bagi seluruh pengguna jalan.
Ia berpendapat jalur Depok-Jakarta sudah dilayani berbagai moda transportasi umum, seperti KRL ataupun bus Transjakarta. Dengan itu, upaya menghindari kemacetan harusnya dilakukan dengan menaiki moda transportasi tersebut, bukan melawan arah.
Tidak hanya itu, minimnya pengawasan dan penegakan hukum membuat pengendara kendaraan melawan arah sesuka hatinya. Dampaknya, praktik tersebut menjadi kebiasaan karena dianggap lumrah.
“Praktik penegakan hukum lalu lintas setengah-setengah, akhirnya masyarakat menganggap wajar-wajar saja melawan arah. Masyarakat yang melakukannya juga tetap salah. Bukankah ada teknologi tilang elektronik dan sebagainya? Hal-hal seperti ini bisa hilang kalau penegak hukum berani menegakkan aturan ke semua strata masyarakat,” ucapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan Bernard Pasaribu mengucapkan, mobilitas yang tinggi dari arah Depok ke Jakarta pada pagi hari dinilai sebagai pemicu banyaknya pengemudi yang melawan arah di sisi timur Jalan Raya Lenteng Agung. Tindakan tersebut pun dinilai membahayakan karena menganggu aktivitas berkendara menuju Depok.
Pihaknya bersama kepolisian sempat berencana menggelar sistem lawan arah pada pagi hari untuk menyiasati kemacetan di sisi barat Jalan Raya Lenteng Agung. Akan tetapi, hal ini urung dilaksanakan karena malah berpotensi menyebabkan kemacetan di kedua sisi mengingat lebar jalan yang hanya berukuran 7-9 meter.
”Ini masih kami coba cari cara pengendalian, masih berkoordinasi dulu dengan kepolisian,” ucapnya singkat.