Royke Lumowa Bertekad Lintasi Benua dengan Kayuhan Sepeda
Bagi Royke, kecintaan terhadap lingkungan perlu diwujudkan dalam aksi nyata, baik di kehidupan sehari-hari atau profesional. Targetnya kini, bersepeda ribuan kilometer dari Jakarta-Paris, mulai Juli 2023-Juli 2024.
Rasa cinta terhadap lingkungan, berpadu dengan hobi bersepeda, memacu Royke Lumowa untuk melintasi benua. Lewat bersepeda dari Jakarta hingga Paris, pensiunan perwira tinggi Polri itu ingin promosikan RI dan kampanye peduli lingkungan.
Di usia 60 tahun, api semangat Inspektur Jenderal (Purn) Royke Lumowa terus membara. Lewat Cycling Anywhere to Save the Earth, ia bertekad menaklukkan ribuan kilometer jarak Jakarta-Paris dengan bersepeda pada Juli 2023-Juli 2024. Ia ingin membuktikan, sepeda merupakan cara yang efektif untuk mencintai lingkungan, sekaligus menjaga kesehatan.
Ide bersepeda melintasi puluhan negara pertama kali muncul di benak Royke selepas pensiun dari Polri serta menjadi mahasiswa doktoral di Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia. Royke, yang aktif bersepeda sejak 2012, awalnya hanya berniat bersepeda hingga Inggris. Namun, Sekretaris Kemenpora saat itu, Gatot Dewa Broto, menyarankannya untuk ke Paris karena menjadi tempat perhelatan Olimpiade tahun 2024.
”Disarankan ke Paris, sekaligus promosi Indonesia agar bisa menjadi tuan rumah Olimpiade 2036. Semangat saya semakin bergelora untuk ini setelah resmi menjadi doktor ilmu lingkungan pada tahun 2022. Inilah mengapa nama programnya Cycling Anywhere to Save the Earth,” ucap Royke, Kamis (6/7/2023).
Sejak pertengahan tahun 2022, serangkaian persiapan dilakukan oleh tim. Dalam perjalanan, Royke akan ditemani mobil offroad yang dikendarai oleh Yayak Saat selaku expedition manager. Ia juga mengajak Steven Oswald sebagai teknisi sepeda dan Dimas sebagai fotografer dalam perjalanan.
Baca juga: Royke ”Goes to Paris”, Sepeda sebagai Aksi Nyata Bermobilitas
Untuk bersepeda melintasi benua, Kepala Korps Lalu Lintas Polri periode 2016-2019 ini mempersiapkan fisiknya sejak satu tahun lalu. Dalam satu hari, ia menargetkan dapat bersepeda sepanjang 100-150 kilometer per hari, dengan kecepatan berkisar 15-26 kilometer per jam.
Targetnya sekitar 26 kilometer per jam, maka itu saya latihan di atas itu, 30-35 kilometer per jam. Saat pendidikan militer dulu ada istilah, lebih baik mandi keringat di medan latihan daripada mandi darah di medan perang.(Royke Lumowa)
Dalam menjalani latihan, ia juga dipantau oleh dokter. Dari pemeriksaan diketahui kondisi jantung Royke masih sanggup untuk tantangan itu.
”Targetnya sekitar 26 kilometer per jam, maka itu saya latihan di atas itu, 30-35 kilometer per jam. Saat pendidikan militer dulu ada istilah, lebih baik mandi keringat di medan latihan daripada mandi darah di medan perang,” ungkapnya.
Kilas balik
Perjalanan panjang Jakarta-Paris seperti membawa Royke kembali ketika ia masih berusia 14 tahun dan tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan. Saat itu, ia memberanikan diri untuk berjalan kaki dari Makassar menuju Malino sejauh sekitar 65 kilometer untuk mendaki Gunung Bawakaraeng di Gowa, Sulawesi Selatan.
”Saya anaknya memang sudah senang kegiatan outdoor sejak dulu, makanya saya cita-citanya jadi tentara, tapi ternyata saat tes psikologi di Akademi Kepolisian, saya lebih cocok jadi polisi,” katanya dengan sedikit tawa.
Sejumlah negara akan menjadi medan berat bagi Royke. Kawasan China menuju Nepal akan menjadi tantangan tersendiri. Dengan lokasi bersepeda di ketinggian 4.000-5.000 meter di atas permukaan laut (mdpl), fisik pria berusia 60 tahun ini akan diuji.
Yayak Saat menjelaskan, ketepatan waktu adalah kunci keberhasilan perjalanan. Ia menyebut, ada satu ruas jalan di India-Pakistan sepanjang 600-800 kilometer yang tidak terdapat permukiman ataupun penginapan di sekitarnya. Untuk itu, jadwal bersepeda diatur dengan ketat agar bisa berjalan sesuai rencana.
Secara rinci rute yang akan dilalui oleh tim membentang dari Asia ke Eropa. Perjalanan awal dimulai dari Indonesia, lalu Singapura, Malaysia, Thailand, dan Laos. Dilanjutkan ke China, Nepal, India, Pakistan, Iran, Turki, Yunani, Bulgaria, Macedonia Utara, Albania, Montenegro, Bosnia, dan Kosovo. Di Eropa Tengah, perjalanan akan melalui Serbia, Romania, Hongaria, Slowakia, Austria, Slovenia, Kroasia, Italia, Monako, hingga Spanyol. Lalu, diteruskan ke Eropa Barat, seperti Andorra, Portugal, Maroko, Inggris, Belgia, Belanda, dan Denmark.
Ia dijadwalkan tiba di Paris pada 26 Juli 2024, tepat saat pembukaan Olimpiade Musim Panas 2024. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan menuju Eropa Timur, mulai dari Swedia, Finlandia, Estonia, Latvia, Polandia, Ceko, hingga Rusia, lalu kembali lagi ke Paris.
”Saya tiba di Paris itu 26 Juli, tapi sebenarnya akan berakhir sekitar November 2024 karena lanjut ke Eropa Timur,” ucapnya.
Polisi lingkungan
Resmi menyandang status doktor Ilmu Lingkungan dari Universitas Indonesia pada tahun 2022, membuat kecintaannya terhadap lingkungan semakin dalam. Di kehidupan sehari-hari, hal tersebut dipraktekkan dengan bersepeda rutin puluhan kilometer setiap hari.
Di kehidupan profesional, kecintaan lingkungan ia lakukan dengan menertibkan pelanggaran-pelanggaran yang berpotensi merusak lingkungan.
“Upeti dibalik PETI (Penambangan Emas Tanpa Izin) di Maluku”, adalah sepenggal judul disertasi yang mengantarkan Royke berhasil mendapatkan gelar doktor tersebut. Isinya tentang penambangan emas ilegal yang marak terjadi di Gunung Botak, Buru, Maluku.
Sejak didapuk menjadi Kepala Polda Maluku pada tahun 2018, permasalahan ini menjadi salah satu keresahannya. Akan tetapi, tantangannya berat, mulai dari godaan uang miliaran rupiah, hingga menangkap oknum di baliknya.
Dengan tegas ia menulis dalam risetnya, bila di suatu daerah terdapat aktivitas tambang ilegal yang berlangsung lama dan sistemik, sudah pasti ada aparat penegak hukum yang bermain di baliknya. Aparat penegak hukum, khususnya kepolisian yang sejatinya harus mencegah hal tersebut terjadi, malah membiarkan dan ikut mendukung perusakan lingkungan.
Sembari mengutip penelitiannya, Royke menjelaskan, ada empat level polisi yang biasa berada dalam pusaran kasus perusakan lingkungan. Level pertama adalah polisi yang tidak berintegritas, karena menerima upeti dari aktivitas tambang ilegal. Level kedua, polisi yang tidak setuju dengan PETI, namun penertiban belum berhasil, karena banyaknya oknum yang berkepentingan di dalamnya.
Level ketiga, adalah polisi yang tidak menerima upeti, lalu berhasil menertibkan PETI, namun tidak berlangsung lama, karena penolakan sangat kuat. Level terakhir adalah tingkat paling ideal, yakni polisi yang tidak berkompromi sama sekali dengan PETI, lalu mendorong agar lokasi tambang ilegal menjadi legal, dengan syarat-syarat yang wajib dipenuhi, seperti tidak menggunakan merkuri, mematuhi persyaratan lingkungan yang diwajibkan pemerintah.
Baca juga: Royke, dari Penertiban Gunung Botak hingga Raih Gelar Doktor
Semangat mencintai lingkungan dinilai masih minim di lingkungan kepolisian. Baginya, sudah cukup terlambat bagi aparat penegak hukum untuk menyelesaikan kasus lingkungan karena sudah cukup sistemik, namun langkah tegas masih bisa diambil agar semua bisa diberantas.
“Sejak dari rekrutmen isu lingkungan tidak banyak dibahas, paling hanya hukum lingkungan saat pendidikan reserse, itu juga bukan soal filosofi dan fenomenanya,” ucapnya.
Dengan kecintaan, sekaligus beragam kiprahnya dalam penegakan hukum bidang lingkungan itu, tak berlebihan jika Royke dijuluki "Polisi Lingkungan".
Kesempatan berkeliling dunia menggunakan sepeda ini juga akan dimanfaatkan Royke untuk mempelajari beberapa program pelestarian lingkungan di berbagai belahan dunia. Harapannya, catatan-catatan tersebut bisa menjadi rekomendasi bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan pelestarian lingkungan di Indonesia.
Practice what you preach atau lakukan yang Anda khotbahkan menjadi sepenggal peribahasa yang menggambarkan prinsip mencintai lingkungan yang dipegang oleh Royke.