”Geruduk” Balai Kota, Orangtua Siswa Minta Kuota PPDB Bersama Diperbanyak
Diperkirakan akan ada 163.091 anak di DKI Jakarta yang tidak terakomodasi dalam proses PPDB. Mereka terpaksa masuk ke sekolah swasta dengan biaya selangit. Padahal, undang-undang menegaskan wajib belajar 12 tahun.
Oleh
Stephanus Aranditio
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah orangtua murid berunjuk rasa di depan Kantor Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (20/6/2023). Mereka memohon kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono untuk menginstruksikan dinas pendidikan agar menambah menambah ketersediaan kursi di sekolah swasta pada Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB Bersama 2023.
Sejauh ini, PPDB Bersama hanya bisa menampung 4 persen atau sekitar 6.909 siswa. Padahal, jumlah total siswa yang tidak tertampung di sekolah negeri di Ibu Kota ada 170.000 orang. Artinya, ada 163.091 anak yang tidak terakomodasi PPDB. Selain itu, ada 52 persen anak lulusan SD yang tidak tertampung di SMP negeri dan sekitar 67 persen anak lulusan SMP yang tidak dapat diterima di SMA atau SMK negeri.
Irwan Aldrin dari Suara Orangtua Peduli mengatakan, jika tidak lolos dalam PPDB reguler dan PPDB Bersama, para orangtua harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya sekolah anaknya di sekolah swasta. Hal ini memberatkan bagi orangtua dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah di DKI Jakarta.
”Kami menyayangkan PPDB sekarang masih melakukan sistem seleksi sehingga masih terjadi diskriminasi. Proses penyaringan ini tidak boleh karena program pemerintah setiap anak wajib belajar sembilan tahun,” kata Irwan di depan Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (20/6/2023).
Akibatnya, berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) yang dirilis Mei 2022, ada 75.303 anak yang putus sekolah pada 2021 di DKI Jakarta. Mereka kebanyakan berasal dari kalangan menengah ke bawah.
”Sejak PPDB 2020 sampai sekarang kuotanya hanya 4 persen terus. Kami sakit kepala setiap mendaftarkan anak sekolah,” ucap Jumono, orangtua lain, menambahkan.
Di depan Balai Kota, mereka berbaris membentangkan sejumlah poster tuntutan dan menggunakan seragam SD. Kemudian, mereka meneriakkan sejumlah tuntutan dengan menggunakan pengeras suara. Namun, upaya mereka tidak direspons oleh Pemerintah Provinsi DKI.
Koordinator Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, Peraturan Daerah DKI Nomor 8 tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan menegaskan, pemerintah daerah wajib menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk program wajib belajar 9 tahun dan 12 tahun. Hal ini juga sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 Ayat 2 dan UU Sisdiknas Pasal 34 Ayat 2.
”Empat persen ini sangat kecil sekali. Dari 2020 tidak ada penambahan. Jadi, memang tidak pernah ada suatu perencanaan dari pemerintah untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun,” kata Ubaid.
Dia juga menyoroti PPDB Bersama yang hanya diberlakukan bagi anak lulusan SMP yang akan masuk ke SMA atau SMK. Padahal, seharusnya yang diprioritaskan adalah anak SMP untuk mendukung program wajib belajar sembilan tahun.
Provinsi DKI Jakarta, ujar Ubaid, sebenarnya bisa menjadi daerah pelopor untuk memberikan pendidikan gratis baik di sekolah negeri maupun swasta. Sebab, total APBD DKI 2023 mencapai Rp 83,7 triliun dan dialokasikan untuk sektor pendidikan sebesar 23 persen atau setara dengan Rp 19,25 triliun.
”Harus jadi inisiasi dari pemerintah untuk bikin kesepakatan soal harga pembiayaan dengan swasta karena ini tanggung jawab pemerintah soal pembiayaan,” ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Syaefuloh Hidayat menjelaskan, daya tampung yang tersedia dalam PPDB 2023 mencapai 210.234 kursi. Pada jenjang SD ada 92.716 kursi, SMP 70.207 kursi, SMA 27.932 kursi, dan SMK 19.379 kursi.
Untuk jalur PPDB Bersama, Pemprov DKI telah bekerja sama dengan 257 SMA dan SMK swasta tersandar untuk menyiapkan 6.909 kursi, sama seperti tahun sebelumnya, 2.764 kursi di SMA dan 4.145 kursi di SMK. Siswa yang diterima lewat jalur PPDB Bersama akan mendapatkan penggantian biaya sekolah dan pelayanan yang sama seperti sekolah negeri.
”Kalaupun ada anak-anak kita tidak masuk negeri atau melalui PPDB Bersama, lalu dia sekarang masuk sekolah swasta, tetap kalau dia tidak mampu kami bantu dengan KJP (Kartu Jakarta Pintar), SPP kami bantu, termasuk uang pangkal. Itu komitmen Pak Gubernur. Kalau sudah mampu, ya, bayar sendiri,” kata Syaefuloh (Kompas.id, 13/6/2023).
Ada empat jalur PPDB yang bisa diikuti oleh calon peserta didik, yaitu jalur prestasi akademik dan non-akademik yang dimulai hari ini untuk jenjang SMP, SMA, dan SMK. Kedua, jalur afirmasi untuk calon peserta didik yang difabel, anak panti, dan anak dari keluarga kurang mampu.
Ketiga, jalur zonasi untuk menyaring calon peserta didik yang terdekat dari sekolah yang didaftarkan. Seleksi jalur zonasi memprioritaskan calon peserta didik yang satu wilayah RT dengan sekolah. Prioritas berikutnya yang berdomisili di lingkungan sekitar RT sekolah, lalu satu kelurahan. Dalam seleksi jalur ini, usia hingga waktu mendaftar juga akan dipertimbangkan.
Keempat, peserta dapat mengikuti jalur pindah tugas orangtua. Berdasarkan proporsi kuota, peserta PPDB jalur zonasi mendapat peluang lebih banyak, disusul jalur afirmasi, prestasi, dan pindah tugas orang tua. Persentase berbeda bergantung pada level pendidikan.