Sebagian Peserta PPDB DKI 2023 Dipastikan Tidak Masuk Sekolah Negeri
Benang kusut PPDB di Jakarta akan terulang di tahun ajaran 2023/2024 karena daya tampung sekolah yang juga belum teratasi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Sebagian besar peserta Pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB lulusan sekolah dasar dan seolah menengah pertama di Jakarta dipastikan tidak akan lolos ke sekolah negeri. Benang kusut PPDB di Jakarta akan terulang di tahun ajaran 2023/2024 karena daya tampung sekolah yang juga belum teratasi.
Koalisi Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) menaksir hal tersebut dari data Lembaga Kajian Publik Smeru di 2020 yang mencatat, ada 170.000 peserta yang gagal mendaftar di sekolah negeri. Mereka terdiri dari 52 persen anak lulusan SD dan 67 persen anak lulusan SMP.
Sejak data itu keluar, angka tersebut dinilai tidak berubah banyak dari tahun ke tahun. Termasuk dalam PPDB DKI Jakarta 2023 untuk jenjang sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan sekolah menengah kejuruan yang tahapannya sudah dimulai Juni ini.
”Kami melakukan pendampingan kepada orangtua murid dari tahun lalu. Banyak laporan orangtua dampingan kami tentang tidak adanya perubahan sistem PPDB. Tahun ini juga, daya tampung sekolah akan jadi biang keroknya,” kata Ubaid Matraji, Juru Bicara Kawal Koalisi Pendidikan DKI Jakarta dalam konferensi pers di Jakarta, Minggu (11/6/2023).
Teknis penyelenggaraan PPDB di DKI berbeda dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2021, yang mendahulukan jalur zonasi. Jalur zonasi, yang mengutamakan jarak tempat tinggal atau domisili calon peserta didik dari sekolah, tidak ditempatkan paling awal sebagai mana diatur pemerintah pusat. Ini karena jumlah pendaftaran melebihi daya tampung sekolah yang didaftarkan.
Tahun ini, Jakarta mendahului PPDB jalur prestasi, jalur pindah tugas orangtua dan anak guru, kemudian, jalur afirmasi, dan jalur zonasi (Kompas.id, 18/5/2023). ”Jalur PPDB yang beragam ini memusingkan. Kami masyarakat sipil tidak mau terjebak dalam sistem PPDB karena jumlah kursi kecil. Bisa dipastikan lebih dari separuh pasti gagal,” kata Ubaid lagi.
Sesuai data Dinas Pendidikan DKI, total daya tampung PPDB 2023 untuk jenjang SD mencapai 93.629 kursi. Kemudian, daya tampung jenjang SMP mencapai 71.498 kursi, SMA sebanyak 28.937 kursi, dan SMK sebanyak 19.387. Adapun perkiraan jumlah pendaftar ke SMP mencapai 149.530 orang. Lalu, perkiraan jumlah murid baru di SMA dan SMK mencapai 139.841 orang.
Untuk memperluas daya tampung, Disdik DKI juga bekerja sama dengan sekolah swasta untuk menggelar PPDB Bersama. Tahun ini, total ada 257 sekolah swasta dengan kuota 6.909 yang ikut dalam program ini.
Irwan Aldrin, dari Suara Orangtua Peduli yang juga tergabung dalam Kopaja, mengatakan, program PPDB Bersama, seperti untuk SMA dan SMK, dengan sekolah swasta belum dimaksimalkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Padahal, ini bisa menjadi solusi mengatasi masalah daya tampung.
”Kursi yang dikasih ke sekolah swasta sedikit banget. Mereka cuma dapat kuota masing-masing 5 persen. Padahal, kalau pemerintah daerah punya uang, subsidi bisa dikasih 100 persen,” katanya pada acara sama.
Anggaran itu sangat kecil dibanding porsi APBD DKI untuk pendidikan yang mencapai sekitar Rp 17 triliun.
Menurut data, kerja sama Pemprov DKI dengan seolah swasta di Jakarta baru membantu 4 persen dari sekitar 170.000 siswa yang tidak lolos sekolah negeri. Padahal, seluruh pelajar yang tidak lolos ke sekolah negeri ditampung di sekolah swasta. Menurut data Smeru di 2020, SMP swasta memiliki kapasitas 67.356 kursi lalu SMA dan SMK swasta total 102.672 kursi.
Untuk bisa menampung keseluruhan, kata Irwan, pemerintah cukup berkomitmen menganggarkan Rp 4 triliun. Angka itu didapat dari rata-rata biaya sekolah setiap siswa di sekolah swasta menengah per tahun senilai Rp 8 juta dikalikan tiga angkatan sekolah dengan masing-masing 170.000 siswa.
”Anggaran itu sangat kecil dibandingkan porsi APBD DKI untuk pendidikan yang mencapai sekitar Rp 17 triliun,” ujarnya.
Subsidi Pemprov DKI untuk pelajar yang tidak dapat tertampung ini, menurut dia, juga akan dapat membantu sekolah swasta level menengah ke bawah yang membutuhkan pemberdayaan.
”Pemprov DKI enggak perlu bangun sekolah negeri baru. Jumlah sekolah di Jakarta itu cukup. Sekolah swasta bisa diberdayakan, tanpa mengubah sistem atau nilai sekolah mereka. Bisa dibantu tingkatkan kualitasnya dengan pembiayaan,” katanya.
Kopaja sendiri telah melakukan advokasi langsung kepada Pemprov DKI agar memperbaiki sengkarut PPDB DKI yang mengorbankan amanat pelaksana program wajib belajar 12 tahun. Mereka pun menanti tanggung jawab Pemprov DKI untuk memperbaiki masalah menahun ini.
Kompas mencoba meminta keterangan Disdik DKI melalui bekas Kepala Bagian Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta Taga Radja Gah, yang kini bertugas sebagai Kepala Suku Dinas Pendidikan Kepulauan Seribu. Sampai berita ini ditulis pada Minggu malam, Taga, yang sebelumnya menawarkan diri untuk membantu menjawab pertanyaan Kompas, belum mendapatkan konfirmasi dari pejabat terkait.
”Sudah saya konsultasi ke pimpinan. Namun, belum ada jawaban,” kata Taga.