Empat Anak Tega Habisi Orang dengan Gangguan Jiwa di Lebak
Empat anak usia sekolah merencanakan dan menyiksa orang dengan gangguan jiwa hingga tewas di Kabupaten Lebak, Banten.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Empat anak di bawah umur membunuh orang dengan gangguan jiwa di Kabupaten Lebak, Banten. Mereka berulang kali menyiksa korban hingga tewas. Pemicunya kekesalan terhadap orang dengan gangguan jiwa tersebut lantaran pernah melempar batu ke punggung salah satu pelaku.
Peristiwa sadis ini membutuhkan perhatian serius, penanganan yang jelas, dan tepat hingga akar persoalan karena pelakunya masuk kategori anak berhadapan dengan hukum. Apalagi merujuk catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) ada peningkatan kasus anak berhadapan dengan hukum, yakni dari 126 kasus pada tahun 2021 menjadi 184 kasus di tahun 2022.
Terungkapnya kasus ini berawal dari temuan mayat tanpa identitas di Kampung Bayah Tugu, Desa Bayah Barat, Kecamatan Bayah, Rabu (14/6/2023). Kondisi jasadnya dalam keadaan terikat tali tampar (tambang).
Penyelidikan oleh Satresrkrim Polres Lebak bermuara pada MA (15), AD (14), MI (16), dan HB (13). Pelajar dan anak putus sekolah ini berbagi peran dari rencana hingga membunuh korban.
Kasat Reskrim Polres Lebak Inspektur Satu Andi Kurniady Eka Setyabudi menuturkan, pelaku mengaku kesal terhadap korban sebagai orang dengan gangguan jiwa. Kekesalan itu bertambah lantaran korban pernah melempar batu yang mengenai punggung dan sepeda motor milik MA.
”Secara berulang, mereka menyiksa korban. Mulai dari mengikat dengan tali tampar, menggiring ke dekat pantai, membakar, dan memukul sehingga korban tewas,” kata Andi, Senin (19/6/2023).
Peristiwa keji ini berlangsung Selasa hingga Jumat (6-9/6/2023). Selama itu, keempat pelaku berbagi peran. MA sebagai penyusun rencana, mengikat, dan memukul korban dengan kayu; AD memukul korban dengan kayu dan batu, serta membakar wajah dan tangan korban; MI memukul korban sebanyak dua kali dengan kayu, mengucurkan bensin dan mengikat korban di pohon dekat pantai; dan HB ikut serta menganiaya korban.
Penyidik menyita tiga tali tampar, kayu sepanjang 1 meter, sebuah batu, baju kaus lengan pendek, celana pendek, dan satu unit sepeda motor dari tangan pelaku. Sementara pelaku telah melanggar Pasal 170 Ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang melakukan kekerasan terhadap orang atau barang hingga meninggal dunia dengan hukuman 12 tahun penjara dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan hingga korban tewas dengan hukuman penjara maksimal 7 tahun.
Selain itu, polisi akan mengecek kondisi kejiwaan keempatnya. Selain telah membunuh, kepada penyidik mereka mengaku telah beberapa kali mencuri mesin pompa air.
Hak anak
Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya prihatin atas kasus tersebut. Peristiwa itu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah dalam pendidikan karakter. Apalagi ada berbagai peraturan daerah terkait pendidikan karakter untuk anak sejak usia dini, seperti pondok pesantren, magrib mengaji, dan madrasah diniyah.
Menurut Iti, seharusnya peraturan tersebut dapat mencegah atau meminimalkan kejahatan oleh anak dan remaja. Oleh karena itu, para pelaku akan didampingi dalam proses hukum hingga kejiwaannya dengan melibatkan kerja lembaga perlindungan anak.
Dalam catatan pelanggaran hak anak oleh KPAI disebutkan berbagai faktor yang melatari kekerasan fisik atau psikis kepada anak. Mulai dari pengaruh negatif teknologi dan informasi, permisifnya lingkungan sosial dan budaya, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya angka pengangguran, hingga kondisi perumahan atau tempat tinggal yang tidak ramah anak. Semua itu membuat anak sangat rentan terhadap berbagai kekerasan dan dapat menjadikan mereka sebagai korban ataupun pelaku.
Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menyebutkan, semua pihak perlu mengawasi kebijakan dan program pencegahan kekerasan terhadap anak dan penegakan hukum kasus kekerasan terhadap anak, baik meliputi anak sebagai korban, pelaku, maupun saksi.
”Ini masalah serius. Kami masih berkoordinasi untuk melihat akar persoalan tindakan yang sadis dan miris ini. Ada penyiksaan dan lain-lain. Penanganannya harus jelas dan tepat,” ucap Ai.