Tak Cukup Satgas Pemadam Kebakaran Kelurahan Saja di Jakarta
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membentuk satuan tugas pemadam kebakaran di setiap kelurahan. Rencana ini perlu diikuti dengan pemetaan kondisi kawasan yang rawan memantik kebakaran, khususnya akibat listrik.
Oleh
Raynard Kristian Bonanio Pardede
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berencana membentuk satuan tugas pemadam kebakaran di level kelurahan agar respons penanggulangan bencana kebakaran bisa lebih optimal. Pembentukan satuan tugas ini perlu dibarengi dengan perbaikan sarana penunjang dan pemeriksaan rutin kondisi rumah di kawasan rawan kebakaran.
Dihubungi di Jakarta, Senin (29/5/2023), Kepala Seksi Kehumasan Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Disgulkarmat) Provinsi DKI Jakarta Mochammad Arief menjelaskan, pembentukan satuan tugas (satgas) tersebut merupakan bagian dari perombakan struktural yang dilakukan pihaknya agar pelayanan dapat menyentuh bagian terbawah. Perubahan ini membuat pelayanan, baik secara administratif maupun operasionalisasi, ada di semua tingkatan pemerintahan.
Personel pemadam kebakaran (damkar) yang akan ditugaskan dalam satgas nantinya membimbing warga tentang teknis pencegahan kebakaran. Harapannya, kehadiran satgas membuat masyarakat menjadi lebih tenang dan awas setiap kali bencana kebakaran datang.
Berdasarkan data Disgulkarmat DKI Jakarta, dari 2.721 rukun warga yang ada, sebanyak 544 rukun warga dikategorikan sebagai wilayah rawan kebakaran.
”Satgas ini akan dibuat di 267 kelurahan di DKI Jakarta supaya pelayanan menjadi lebih dekat. Kami akan seleksi lagi petugas yang ditempatkan di sana, tentu orang-orang terbaik, karena tugasnya tidak hanya menanggulangi, tapi juga membina,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Seksi Operasi Sudisgulkarmat Jakarta Barat Syarifuddin menerangkan, satuan tugas damkar ini direncanakan diresmikan pada Selasa (30/5/2023). Masih banyaknya warga yang belum memiliki pengetahuan yang baik mengenai penyebab dan cara mengatasi kebakaran juga menjadi alasan pembentukan satgas ini.
Dari hasil pengamatannya, sebesar 70 persen penyebab kebakaran di Jakarta Barat adalah akibat korsleting listrik yang seharusnya dapat dicegah di awal. Untuk itu, pendampingan dari Disgulkarmat dibutuhkan. Pihaknya juga akan menambah fasilitas pendukung bila nantinya dibutuhkan oleh masyarakat agar mitigasi bisa menjadi lebih baik.
”Kami juga akan rutin mengecek apar (alat pemadam api ringan) warga dan kondisi dari rumah warga, rencanannya petugas akan piket memeriksa hal tersebut selama satu kali setiap minggu,” ujarnya.
Ketua RT 008 RW 006 Kelurahan Angke, Tambora, Jakarta Barat, Sri Kusrini (40) mengapresiasi rencana program ini karena bisa membantu warga memadamkan api lebih cepat lagi. Sri mencontohkan kasus kebakaran yang membakar satu rumah kontrakan di wilayahnya, tepatnya di Jalan Professor Dokter Latumenten, Gang Hasbilan, Tambora, Jakarta Barat, pada Sabtu (20/5/2023).
Banyaknya ruang terbuka hijau yang hilang karena diserobot oleh bangunan menjadi masalah. Area terbuka penting karena dapat digunakan sebagai tempat evakuasi.
Meski warga sudah diberikan apar, Sri dan warga lainnya mengaku panik dan melupakan setiap prosedur pemadam kebakaran yang pernah ia ketahui. Akibatnya, api menghanguskan rumah tersebut tanpa sempat dicegah lewat penyemprotan cairan pemadam api dari apar.
Selain apar, ia berharap agar pemerintah juga menyediakan sistem pompa pemadam kebakaran atau hydrant supaya pemadaman bisa lebih optimal. Ia menyebut, petugas yang memadamkan api di wilayahnya beberapa waktu lalu harus menarik selang pemadam ke sumber air yang cukup jauh ke Kali Latumenten.
”Kita keburu panik saat ada api berkobar. Selang beberapa waktu, saat api sudah cukup besar, baru sadar kita punya dua apar di mushala. (Karena) panik, jadi tidak sempat berpikir ambil apar,” ucapnya.
Pengajar di Departemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Zulkifli Djunaidi menerangkan, pembentukan satgas pemadam kebakaran perlu dibarengi dengan upaya preventif dan mitigasi lainnya.
Dari sisi preventif, pemerintah perlu memetakan wilayah dan rumah yang masih memiliki sambungan listrik yang tidak sesuai aturan karena ditengarai menjadi salah satu penyebab utama kebakaran di Jakarta. Pemetaan ini dapat dilihat dari spesifikasi bangunan yang terdapat di izin mendirikan bangunan.
Selain itu, pemerintah perlu mendata rumah yang masih dibangun dengan material yang mudah terbakar, seperti papan kayu. Surat imbauan atau peringatan dapat diberikan agar rumah dibangun dengan memperhatikan aspek keselamatan.
Dari sisi mitigasi, pemerintah perlu membangun sistem pompa pemadam api (fire pump hydrant) agar mobil pemadam kebakaran memiliki cadangan air yang cukup saat beroperasi. Zulkifli juga menyoroti banyaknya ruang terbuka hijau yang diserobot oleh bangunan, padahal area itu penting sebagai tempat evakuasi bila bencana terjadi.
”Rencana tata ruangnya harus dirumuskan dengan wawasan public safety (keamanan publik). Penerapan standar-standar ini untuk mencegah kejadian terulang,” katanya.