Dukungan Penonaktifan KTP DKI Mengalir dari Daerah Penyangga
Penertiban administrasi kependudukan melalui penonaktifan KTP DKI bagi warga yang tidak tinggal di Jakarta dilakukan agar warga tidak kehilangan haknya dalam mengakses layanan publik dan bantuan sosial.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dinas kependudukan dan pencatatan sipildi beberapa daerah penyangga mendukung program penonaktifan kartu tanda penduduk oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Upaya ini perlu dilakukan agar warga tidak kehilangan haknya dalam mengakses layanan publik dan bantuan sosial.
Dari hasil pendataan selama 2019-2021, disdukcapil menemukan ada 194.777 KTP DKI Jakarta nonaktif. Dari data awal ini, disdukcapil akan memverifikasi dan mendata hingga Maret 2024. Setelah itu, disdukcapil akan menonaktifkan KTP elektronik milik warga Ibu Kota yang tidak lagi tinggal di Jakarta ini.
Kepala Disdukcapil DKI Jakarta Budi Awaluddin, Senin (29/5/2023), merinci, 55.753 KTP terdeteksi nonaktif di Jakarta Barat, 53.242 KTP nonaktif di Jakarta Selatan, dan 35.685 KTP nonaktif di Jakarta Timur. Adapun 29.140 KTP nonaktif terdeteksi di Jakarta Pusat, 20.539 KTP nonaktif di Jakarta Utara, dan 38 KTP nonaktif terdeteksi di Kepulauan Seribu.
Petugas yang akan dilibatkan dalam verifikasi adalah seluruh jajaran disdukcapil dari tingkat provinsi, kota/kabupaten, kecamatan, dan kelurahan. Para wali kota, bupati, camat, lurah, RW, dan RT juga akan mendukung program ini. Selain itu, ribuan kader dasawisma akan dikerahkan.
”Jumlah KTP nonaktif paling banyak terdeteksi di Jakarta Barat dan Jakarta Selatan. Mungkin saja ini terjadi karena banyak masyarakat yang sudah tergusur oleh pembangunan baik gedung maupun apartemen, tetapi belum mengurus perpindahan kependudukan. Namun, untuk mengetahui penyebab pastinya, perlu analisis lebih dalam dengan melihat faktor geografis wilayah hingga pertumbuhan ekonomi,” tuturnya.
Penonaktifan ini diperlukan untuk menertibkan administrasi penduduk. Budi mencontohkan, banyak warga yang sengaja meregistrasikan dokumen kependudukannya demi menikmati pelayanan dari Pemprov DKI Jakarta. Padahal, secara de factomereka tinggal di luar Jakarta, terbanyak di Jawa Barat.
Hal ini diakui oleh Imroni, Ketua RT 012 RW 005 Kampung Deret Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ia kerap dihubungi pihak kelurahan yang bertanya tentang warga ber-KTP Kampung Deret. Namun, sering kali ia menyanggah karena tidak pernah mengetahui orang tersebut.
”Kalau dibaca pada daftar pemilih tetap waktu pemilu, kelihatan banyak yang bukan orang sini. Waktu pilkada tahun 2017, dari 500-an warga RT 012, yang tinggal di luar Jakarta bisa separuhnya (250 orang),” ujarnya.
Menurut dia, program penertiban KTP ini bagus. Sering kali ia harus berhadapan dengan pembagian bantuan sosial kepada orang yang ber-KTP Kampung Deret tetapi tidak tinggal di sana. Jika bansosnya berbentuk sembako, ia akan memberikannya ke orang lain yang tidak mampu. Namun, jika bansos berbentuk uang, ia akan menunggu pemiliknya datang, kalau tidak datang maka tidak akan diberikan.
Dukungan
Dukungan penertiban administrasi kependudukan ini mengalir dari beberapa otoritas terkait di daerah penyangga seperti Kota Tangerang Selatan, Kota Depok, dan Kota Bogor. Kepala Disdukcapil Kota Tangerang Selatan Dedi Budiawan telah menerima sosialisasi dari Disdukcapil DKI Jakarta.
”Kami, Dukcapil Tangerang Selatan, sepenuhnya mendukung program DKI. Dengan beralih dan tercatat sebagai warga Tangerang Selatan, maka perencanaan dan pelaksanaan program-program pembangunan, kemasyarakatan, serta pemerintahan akan lebih terdata dengan benar dan tepat sasaran,” kata Budi dihubungi terpisah.
Ia juga menganjurkan warganya yang masih ber-KTP Jakarta untuk segera mengurus perpindahan. Menurut dia, bertahan dengan KTP Jakarta karena alasan agar dapat bantuan sosial akan sia-sia karena DKI Jakarta sedang menertibkan administrasi penduduk.
”Blanko KTP tersedia banyak. Kuota untuk mengurus perpindahan KTP per harinya juga masih banyak dan dapat selesai dalam beberapa menit saja,” sebutnya dihubungi terpisah.
Senada dengan Dedi, Kepala Disdukcapil Kota Depok Nuraeni Widayatti mengimbau warganya untuk segera memproses kepindahan sesuai domisilinya. Warga Depok dapat melakukannya melalui Sistem Layanan Online Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Depok Bersih, Mudah, dan Lancar (Silindo Bermula). Warga dapat mendaftarkan status penduduk nonpermanen pada layanan yang dapat diakses melalui laman ini.
”Memang belum semua warga terdaftar pada layanan ini. Namun, dengan adanya isu penonaktifan KTP DKI yang tinggal di Depok, mulai banyak warga yang mengajukan perpindahan ke Kota Depok,” tuturnya.
Hingga saat ini, Disdukcapil Kota Depok baru menerima sosialisasi oleh Disdukcapil DKI Jakarta pada 9 Mei 2023. Namun, belum ada rencana kerja sama lebih lanjut.
Kepala Disdukcapil Kota Bogor Ganjar Gunawan turut mendukung penertiban KTP DKI. Ia tidak menutup kemungkinan akan menerima limpahan surat pindah penduduk DKI yang selama ini berdomisili di Bogor.
”Nah, ini yang harus sama-sama dikerjasamakan agar mengurusnya lebih mudah,” sebut Ganjar.
Peneliti di Pusat Riset Kependudukan BRIN, Inayah Hidayati, mengapresiasi upaya Pemprov DKI untuk menertibkan administrasi penduduk. Registrasi kependudukan akan lebih tertata dan memperjelas warga untuk mendapatkan layanan sesuai domisilinya.
Di sisi lain, langkah Pemprov DKI untuk melibatkan kelurahan, RW, hingga RT dalam pendataan dan verifikasi dinilai tepat oleh Inayah. Menurut dia, jejaring sosial yang terbangun di tingkat RW lebih efektif dalam penyebaran informasi, selain juga RW dan RT mengetahui kondisi warganya secara langsung.
”Salah satu manfaat kembalinya warga berdasarkan domisili yaitu akan menambah dan meratakan pendapatan dari pajak. Namun, yang lebih mendapatkan manfaat dari administrasi yang tertib adalah warga itu sendiri karena tuntutan atas layanan publik dan bantuan sosial jelas dari siapa,” kata Inayah. Menurut dia, penonaktifan KTP secara besar-besaran belum dilakukan di daerah lain di Indonesia.
Agar hal ini tidak terjadi lagi, Inayah menyarankan agar pemerintah memperbarui data penduduk setiap setahun sekali. Pembaruan data ini dapat disinkronkan dengan sensus penduduk dan perhitungan penduduk BPS.
”Banyak data penduduk yang lawas bisa jadi karena KTP sudah ditetapkan seumur hidup dan orang-orang pada malas untuk memperbarui alamat. Bisa jadi juga karena warga non-DKI masih berharap bantuan dan layanan dari Pemprov DKI Jakarta,” sebutnya.
Di sisi lain, menurut dia, Pemprov DKI juga perlu mempertimbangkan penduduk yang bermigrasi ulang-alik secara mingguan dan bulanan. Hal ini dilakukan agar mereka tetap mendapat layanan publik.