Transjakarta Tawarkan Nama Halte untuk Kejar Target Pemasukan Selain Tiket Rp 641 Miliar
Untuk mengoptimalkan pendapatan dari ”nonfare box” atau nontiket, Transjakarta mulai menyosialisasikan potensi tersebut. Ada tiga hal yang menjadi fokus, yaitu penjualan hak penamaan, iklan, dan ritel.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Manajemen PT Transportasi Jakarta berupaya memaksimalkan capaian pemasukan dari selain tiket tahun ini dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Transjakarta menggandeng pengurus Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia atau Hippindo untuk memperoleh pemasukan dari selain tiket yang tahun ini ditargetkan mencapai Rp 641 miliar.
Direktur Pelayanan dan Pengembangan Transjakarta Lies Permana Lestari dalam acara Sosialisasi Potensi Kerja Sama di Halte Transjakarta yang berlangsung di Halte CSW, Jakarta Selatan, Kamis (25/5/2023), menjelaskan, dengan sudah selesainya revitalisasi sejumlah halte, Transjakarta berinisiatif memasarkan hak penamaan halte dari halte-halte tersebut.
Transjakarta juga membuka peluang bagi para pelaku usaha ataupun korporasi untuk beriklan di badan bus Transjakarta dan di halte. Posisi strategis halte Transjakarta menjadi daya tarik bagi pengiklan.
Revitalisasi, lanjut Lies, membuat halte menjadi lebih nyaman dan ada ruang-ruang yang bisa disewakan kepada pelaku ritel. Ruang-ruang yang bisa disewa para pelaku ritel tersebut akan memberikan fasilitas tambahan bagi pelanggan.
”Langkah-langkah tersebut menjadi upaya Transjakarta memaksimalkan pendapatan di luar tiket Transjakarta,” jelas Lies.
Untuk penjualan hak penamaan halte, Lies melanjutkan, potensi pendapatan cukup besar. Transjakarta mematok tarif hak penamaan halte Rp 10 miliar-Rp 15 miliar per tahun. Kisaran tarif itu ia sampaikan karena ukuran halte Transjakarta bervariasi dan sesuai posisi halte.
Adapun untuk pemasangan iklan di badan bus, menurut Lies, ada 1.000 unit bus Transjakarta yang bisa dipergunakan untuk keperluan pemasangan iklan. Saat ini minat pengusaha beriklan di badan bus Transjakarta mulai terlihat dengan beroperasinya bus-bus berselimutkan iklan-iklan produk tertentu.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengatakan, halte-halte Transjakarta merupakan ruang publik. Berkaca pada perkembangan di luar negeri, ritel juga banyak berkembang di ruang publik.
”Sudah saatnya peritel mulai berpikir untuk tidak hanya berada di pusat perbelanjaan,” ujarnya.
Secara terpisah, Direktur Utama Transjakarta Welfizon Yuza menjelaskan, untuk pendapatan selain dari tiket, Transjakarta membukukan Rp 60 miliar-Rp 70 miliar pada tahun 2022. Pada tahun 2023, Transjakarta fokus meningkatkan pemasukan selain dari tiket melalui hak penamaan halte dan iklan.
”Ini sudah tengah tahun, kami fokus hak penamaan halte dan iklan,” jelas Welfizon.
Hal ini cukup realistis mengingat target pemasukan selain dari tiket Transjakarta tahun 2023 cukup besar, yakni Rp 641 miliar. Kepala Badan Pembinaan Badan Usaha Milik Daerah (BP BUMD) DKI Jakarta Nasruddin Djoko Surjono, yang dihubungi secara terpisah, menjelaskan, sesuai laporan yang diterima pihaknya, hingga Maret 2023, Transjakarta baru membukukan pemasukan selain dari tiket sebesar Rp 14,7 miliar atau 2,3 persen dari target Rp 641 miliar.
Secara terpisah, Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Ismail menjelaskan, Komisi B DPRD DKI mendukung upaya manajemen Transjakarta untuk mencapai pemasukan selain dari tiket. ”Kami memang mendorong sekali Transjakarta untuk mengoptimalkan pendapatan selain dari tiket. Langkah ini sebelumnya belum menjadi prioritas,” ujarnya.
Dorongan itu disampaikan karena kondisi halte-halte Transjakarta, terutama yang sudah direvitalisasi, sudah bisa dioptimalkan untuk mengejar target pemasukan selain dari tiket. Jumlah bus yang dikelola Transjakarta juga sudah mendukung untuk pengelolaan strategi bisnis pemasukan selain dari tiket.
”Transjakarta mesti melihat peluang-peluang ini,” kata Ismail.