Setelah Tak Jadi Ibu Kota, Jakarta Diproyeksikan Jadi Pusat Perekonomian dan Kota Global
RUU yang mengatur kekhususan Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota sedang digodok oleh Kementerian Dalam Negeri. Dua kali konsultasi publik telah dilaksanakan bersama Pemprov DKI Jakarta untuk menampung masukan.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rancangan Undang-Undang atau RUU yang mengatur kekhususan Jakarta digodok Kementerian Dalam Negeri dengan mendengarkan pertimbangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Setelah konsultasi publik kedua, menurut rencana akan dilakukan pembahasan pada rapat tingkat menteri. Beberapa hal yang diatur dalam draf RUU ini meliputi fungsi dan kewenangan Jakarta sebagai pusat perekonomian hingga pengelolaan barang milik negara.
RUU tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta mengatur kekhususan Jakarta setelah tidak menjadi ibu kota. RUU ini akan merevisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Revisi tersebut merupakan mandat dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) yang mewajibkan UU ibu kota harus sudah diubah paling lambat dua tahun setelah UU IKN ditetapkan. Ibu kota negara yang semula berada di Jakarta akan dipindahkan ke Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menyusun draft RUU ini sudah dua kali menggelar rapat konsultasi publik dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini disampaikan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Jakarta Selatan, Jumat (12/5/2023).
Konsultasi publik pertama dilakukan pada 31 Maret 2023 dan kedua pada 9 Mei 2023. Pada konsultasi publik, diundang pula akademisi, perwakilan organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, pelaku dunia usaha, dan asosiasi profesi.
Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan, setelah tahapan konsultasi publik, tim perumus yang merupakan gabungan dari berbagai kementerian akan merumuskan rancangan UU. Setelah matang, rancangan UU dirapatkan pada rapat tingkat menteri yang akan diadakan pada pertengahan Mei 2023.
Draft RUU akan dibawa kepada Presiden dan kemungkinan akan dibahas pada rapat terbatas tingkat menteri. Setelah Presiden setuju, maka RUU akan diajukan ke DPR pada Juni 2023.
RUU kekhususan Jakarta, menurut Suhajar, dirumuskan untuk menyiapkan Jakarta sebagai pusat perekonomian, bisnis, dan kota global setelah tidak menjadi ibu kota. Regulasi khusus akan dibentuk seperti sembilan provinsi lain yang menerapkan desentralisasi asimetris atau otonomi khusus, contohnya Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dalam draf uji publik yang disampaikan pada konsultasi publik kedua, Selasa (9/5/2023), tertulis kedudukan dan fungsi Jakarta sebagai pusat perekonomian nasional. Pusat perekonomian yang dimaksud mencakup pusat perdagangan, jasa, keuangan, serta bisnis nasional dan global. Sementara itu, pola pemerintahan tetap seperti saat ini dengan dipimpin oleh gubernur serta wali kota dan bupati pada setiap kota dan kabupaten administrasinya.
”Jakarta menjadi pusat pertumbuhan ekonomi, barang, dan jasa selama puluhan tahun. Hal-hal yang telah tumbuh pesat akan kita pertahankan dan tidak boleh melambat. Hampir 30 persen produk domestik bruto (PDB) di seluruh Pulau Jawa disumbang dari DKI Jakarta. Sementara itu, 17 persen PDB Indonesia dari DKI Jakarta,” ujarnya dalam konsultasi publik kedua.
Made Suwandi dari Tim Pakar RUU Provinsi Daerah Khusus Jakarta mengatakan, dasar perumusan RUU kekhususan Jakarta adalah UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Regulasi ini tidak memungkinkan untuk menjadikan Jakarta sebagai pusat ekonomi nasional dan global. Maka dari itu, di luar ketentuan UU tersebut, akan ada 12 kewenangan milik pemerintah pusat yang akan dialihkan menjadi milik Jakarta untuk mendukung sebagai pusat perekonomian.
Kewenangan tersebut meliputi pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, kebudayaan, penanaman modal, perhubungan, lingkungan hidup, serta pengendalian penduduk dan Keluarga Berencana. Selain itu, kewenangan lain, seperti pengelolaan perindustrian pariwisata, perdagangan, pendidikan, dan kesehatan, akan dilimpahkan kepada Daerah Khusus Jakarta.
”Agar 12 kewenangan ini berjalan, maka harus ada kewenangan penunjang di bidang kepegawaian, kelembagaan, dan keuangan daerah. Kewenangan ini kita harapkan memungkinkan Jakarta setelah tidak lagi menjadi ibu kota tidak menurun dan justru naik menjadi kota global,” ujarnya.
Selain kewenangan, draf RUU Daerah Khusus Jakarta juga menyebutkan bahwa pemerintah pusat dapat memberikan pengelolaan barang milik negara untuk mendukung fungsi pusat perekonomian Jakarta. Adapun aset milik DKI Jakarta yang dimanfaatkan pemerintah pusat akan dikembalikan setelah pemindahan ibu kota berjalan penuh. Pemerintah Jakarta juga berwenang membentuk lembaga manajemen aset yang mengatur pemanfaatan barang milik daerah, termasuk untuk tujuan investasi.
Sekretaris Daerah DKI Jakarta Joko Agus Setyono mengatakan, proses perumusan RUU Daerah Khusus Jakarta menentukan nasib Jakarta ketika tidak lagi menyandang stastus sebagai ibu kota negara. Hal ini menjadi tantangan dan peluang untuk melakukan revitalisasi dan pengembangan kota yang baik.
Joko menjelaskan, slogan ”Sukses Jakarta untuk Indonesia” merupakan komitmen mewujudkan Jakarta sebagai kota global. Kota global ini berfungsi sebagai simpul utama dalam jaringan ekonomi dunia, memiliki hubungan mengikat dengan kota-kota lain, serta berdampak langsung pada urusan sosial dan ekonomi global.
”Sukses pembangunan Jakarta berkontribusi terhadap suksesnya pembangunan Indonesia,” ujar Joko.
Pengamat tata kota Nirwono Yoga menyebut, untuk menjadi pusat perekonomian global, Jakarta dapat mencontoh London di Inggris dan New York di Amerika Serikat. Contoh lain, pusat bisnis seperti Shanghai di China, Sydney di Australia, dan kota Singapura di Singapura.
Dalam RUU kekhususan Jakarta, Nirwono menilai, perlu diperjelas arah pengembangan Jakarta ke depan. Menurut dia, perlu ada acuan yang jelas, seperti kota-kota pusat perekonomian bisnis yang telah disebutkan.
”RUU ini tidak mendesak, masih bisa ditunda sampai dengan 2024, menunggu pemerintahan baru yang memutus kebijakan mengenai IKN. Bisa jadi nasib DKI Jakarta berubah,” ujarnya.
Terlepas dari hal itu, ia menekankan, memang perlu diperjelas arah pembangunan Jakarta ke depan seperti apa.