Desain Ulang Simpang Santa Prioritaskan Pejalan Kaki dan Pesepeda
Solusi kemacetan harus berorientasi pada pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi umum, bukan kendaraan bermotor. Pergerakan kendaraan bermotor justru ditekan dengan jalan berbayar, parkir, dan pajak yang mahal.
Oleh
Stephanus Aranditio
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah dibongkar dan diaspal untuk akses kendaraan bermotor, Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan mendesain ulang trotoar dan jalur sepeda di simpang Santa Jalan Suryo Raya-Jalan Wijaya 1, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejumlah masukan baru ditampung setelah kebijakan alih fungsi jalan ini menuai kontroversi di masyarakat.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus mengatakan, proses kajian ini harus dilakukan secara transparan dan berorientasi pada kebutuhan pedestrian. Dia berharap trotoar dan jalur sepeda dikembalikan seperti semula atau justru semakin diperluas.
Menurut Alfred, solusi mengurangi kemacetan di perkotaan harus berorientasi pada pejalan kaki, pesepeda, dan transportasi umum, bukan kendaraan bermotor. Pergerakan kendaraan bermotor penyebab polusi udara justru harus ditekan dengan jalan berbayar serta parkir dan pajak yang mahal.
”Kami tidak alergi dengan kendaraan bermotor, silakan saja, tetapi faktanya dihapus tidak dihapus trotoar tersebut, ya, tetap macet jalan di situ. Kalau mau mengurangi kemacetan, ya, bikin mahal semua pergerakan kendaraan pribadi dan alihkan ke transportasi umum yang baik,” kata Alfred saat dihubungi, Kamis (11/5/2023).
Kenapa baru sekarang setelah dibongkar baru dilakukan kajian, menghabiskan uang. Silakan BPK memeriksa ini kalau nantinya ini dibongkar-pasang tanpa kajian. Kami cuma ingin trotoar kembali.
Dia menegaskan, trotoar bukan hanya jalan biasa bagi pejalan kaki, melainkan pula ruang interaksi bagi masyarakat. Lebih lanjut, dia meminta Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang membongkar trotoar dan jalur sepeda sebelum melakukan kajian.
”Kenapa baru sekarang setelah dibongkar baru dilakukan kajian, menghabiskan uang. Silakan BPK memeriksa ini kalau nantinya ini dibongkar-pasang tanpa kajian. Kami cuma ingin trotoar kembali,” ucapnya.
Penambahan jalan raya yang mengorbankan trotoar dan jalur sepeda ini juga tidak mengurai kemacetan pada waktu berangkat dan pulang kerja seperti terlihat di area tersebut siang tadi. Kendaraan dari arah Jalan Suryo atau kawasan Senopati yang mengarah ke Jalan Kapten Tendean tetap mengular. Begitu pula kendaraan dari sebaliknya yang menuju Jalan Wolter Monginsidi ataupun ke Jalan Wijaya.
Titik kemacetan di persimpangan ini lebih diakibatkan karena banyak kendaraan dari Jalan Kapten Tendean yang melanggar memutar balik di lampu merah. Petugas resmi dari dinas perhubungan dan kepolisian hanya berjaga di waktu sibuk, sisanya dijaga oleh ”pak ogah” yang meraup rezeki dari titik putar balik tersebut.
Salah satu warga, Fandri Pratama (24), mengaku kehilangan jalan yang biasa dilalui untuk menuju tempatnya bekerja di salah satu restoran di Jalan Wolter Monginsidi. Sebelumnya, dia berjalan kaki dengan nyaman dari Halte Transjakarta Rawa Barat melalui trotoar menuju ke restoran. Semenjak dibongkar, ia harus memutar menuju trotoar di samping gereja daripada berjalan di jalan raya yang baru.
”Dulu enak, tinggal lurus lewat sini, sekarang harus memutar ke sini. Kalau bisa dibangun lagi trotoar yang lurusan sini,” kata Fandri.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, rencana desain ulang ini melibatkan Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) untuk mengkaji kebutuhan pengguna jalan di kawasan tersebut. Mereka juga meminta masukan dari warga sekitar agar semua kebutuhan masyarakat terpenuhi.
”Setelah mendapat karakteristik secara utuh itu kemudian yang sekarang dilakukan analisis data dan didesain terkait dengan kebutuhan pejalan kaki dan pesepeda,” kata Syafrin di Balai Kota, Jakarta, Rabu (10/5/2023).
Syafrin menyebutkan, ITDP saat ini tengah melakukan analisis dari survei yang dilakukan mereka dalam sebulan terakhir. Selain itu, mereka juga ingin menganalisis kondisi jalan sebelum dan sesudah musim libur Lebaran.
”Sekarang masih didesain ulang dari data yang dikumpulkan, kemudian dilihat kebutuhannya,” ucapnya.
Sejak April 2023, trotoar dan jalur sepeda selebar lebih kurang 3 meter itu diganti aspal untuk jalan kendaraan bermotor. Pejalan kaki dan pesepeda tidak mendapatkan jalur khusus yang membuat nyaman.
Padahal, di Jalan Suryo Raya, Jalan Wijaya 1, dan Jalan Wolter Monginsidi terdapat sejumlah tempat ibadah, pertokoan, rumah makan, dan klinik yang lebih mudah diakses dengan jalan kaki dan bersepeda. Kini mereka harus berbagi jalan dengan kendaraan bermotor.