Maraknya Kasus Bunuh Diri dan Risiko Kesepian di Jakarta
Orang yang mengadu nasib di Kota Metropolitan, seperti Jakarta, cenderung berjuang seorang diri. Pendampingan dari orang terdekat mulai dari keluarga, teman, dan lingkungan kerja sangat penting agar mereka tidak sendiri.
Oleh
Stephanus Aranditio
·5 menit baca
Dalam dua hari terakhir terjadi tiga kasus dugaan bunuh diri di tiga tempat berbeda di DKI Jakarta. Semua masih dalam penyelidikan polisi. Dugaan sementara, mereka mengakhiri hidupnya karena terlilit utang hingga mengidap penyakit yang tak kunjung sembuh tanpa bantuan seseorang. Dari ketiga kasus ini, hubungan sosial di kota metropolitan menjadi sorotan.
Ketiga orang yang diduga bunuh diri itu berjenis kelamin pria. Dua dari tiga peristiwa itu terjadi di Jakarta Barat, yakni JHJ (25) yang diduga melompat dari lantai empat indekosnya di Kecamatan Tanjung Duren pada Kamis (4/5/2023) dan S (43) meninggal dengan melukai diri sendiri di rumahnya di Kecamatan Kebon Jeruk pada Rabu (3/5). Kemudian ada juga D (37) yang ditemukan gantung diri di rumahnya di Kecamatan Pulo Gadung, Jakarta Timur, pada Rabu.
JHJ diduga bunuh diri karena mengidap penyakit setelah ditemukan bekas muntahan di kasurnya. D juga diduga bunuh diri karena tak kunjung sembuh dari penyakit asam lambungnya. Sementara S mengakhiri hidupnya diduga karena terlilit utang. Ketiganya menghadapi masalah ini sendiri, tidak ada orang terdekat yang mendampingi secara intens.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa DKI Jakarta Nova Riyanti Yusuf mengungkapkan, seorang yang mengadu nasib di kota metropolitan seperti Jakarta cenderung berjuang seorang diri. Pendampingan dari orang terdekat mulai dari keluarga, teman, dan lingkungan kerja sangat penting agar ia tidak sendiri ketika mengalami masalah kehidupan.
”Orang-orang yang merantau seperti ini harus diwaspadai faktor kesepiannya. Mereka ini sedang memilih keluarga yang melahirkannya dengan membangun kehidupannya sendiri sehingga dia harus membuat keputusan penting dalam hidupnya. Orangtua juga harus lebih terbuka dengan anak walaupun dia sudah mandiri,” kata Nova saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (5/5/2023).
Selain itu, seseorang harus bisa mengendalikan ekspektasinya pada capaian hidup yang seringkali tidak sesuai dengan realitas. Termasuk mampu mengendalikan diri pada paparan kabar tentang peristiwa bunuh diri. Oleh karena itu, saling mendengarkan dan memberi solusi dengan orang terdekat menjadi kunci pencegahan depresi yang memicu niat bunuh diri.
”Perlindungan dari teman dan keluarga tidak benar-benar bisa melindungi. Mereka mungkin punya teman, tetapi seberapa terbuka mereka. Orang bunuh diri itu kebanyakan tidak tahu harus cerita apa sehingga mereka terkadang meninggalkan kekecewaan bagi yang ditinggalkan karena merasa tidak bisa saling melindungi,” ucapnya.
Berdasarkan kesaksian penjaga indekos di Tanjung Duren, Ahmad Asep Najili (38), diketahui bahwa JHJ baru menyewa kamar indekos di lantai tiga sejak Januari lalu. Menurut Najili, tidak ada yang aneh dari kepribadian penyewa asal Sidoarjo, Jawa Timur, itu. JHJ sering beraktivitas bareng penghuni indekos lain, mulai dari main gim hingga nongkrong di lobi indekos di lantai satu.
Hampir setiap subuh, JHJ yang baru lulus kuliah dan sedang magang di salah satu bank swasta di kawasan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara, itu memasak bekal untuk bekerja. Dalam rekaman kamera pengawas, sekitar pukul 05.00 JHJ masih terlihat keluar kamar, lalu menuju dapur di lantai tiga hanya sebentar, kemudian masuk lagi ke kamar.
Setelah itu, rekaman menunjukkan JHJ keluar kamar lagi menuju lantai empat. Tak lama berselang, Najili mendengar suara seperti barang jatuh, tetapi tak dihiraukannya karena menganggap ulah kucing. Dia baru mengecek setelah ada penyewa lain yang menghubungi jika JHJ tergeletak di lantai satu. Kamera pengawas tidak menangkap momen saat ia jatuh sehingga sulit disimpulkan JHJ sengaja atau tidak jatuh ke lantai dasar.
”Dia orangnya ramah sekali, tidak tertutup. Cuma kalau ada masalah kerjaan atau keluarga tidak pernah cerita, sih. Kalau memang sakit saya juga tidak tahu, tetapi anak-anak kos yang sudah lama kalau sakit biasanya minta tolong saya. Kosan sini, mah, orangnya asyik-asyik, kalau ada orang baru juga kami ajak gabung,” kata Najili.
Saat ditemui pada Jumat (5/5) siang, Najili tengah sibuk menurunkan barang-barang penghuni indekos lain yang keluar setelah kejadian tersebut. Kondisi indekos juga tampak sepi, tidak banyak kendaraan terparkir. Sementara itu, titik jatuhnya JHJ sudah dibersihkan, tetapi sepeda motor dan barang-barang JHJ masih ada.
Najili juga menyebutkan, ada bekas muntahan di kasur JHJ. Dia berharap dari sampel muntahan dan beberapa barang bukti yang disita, kepolisian bisa menelusuri penyebab kematian JHJ agar memberikan ketenangan bagi penyewa indekos lain. ”Dari HP-nya itu bisa dicek nanti oleh polisi ada masalah apa karena yang kami tahu dia tidak ada masalah. Semoga bisa terungkap, ini sudah lumayan ada beberapa yang mendadak keluar dari kos,” ucapnya.
Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Tanjung Duren Inspektur Satu Tri Baskoro Bintang mengatakan, hingga saat ini penyebab kematian JHJ masih diselidiki. Setelah diperiksa, tidak ada obat-obatan ataupun pesan yang mencurigakan di dalam kamar JHJ.
”Keluarga menolak korban diotopsi. Penyebab kematian sampai saat ini penyidik masih mendalami dalam pemeriksaan saksi-saksi. Hasil sementara dari penyelidikan kamera pengawas di lapangan tidak ada dugaan terkait dengan kekerasan ataupun dugaan tindak pidana terhadap korban,” kata Tri.
Sementara itu, pria berinisial S (43) ditemukan tak bernyawa di rumahnya di Jalan Pilar Mas Utama, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Berdasarkan keterangan dua saksi, S sempat mengeluh terlilit utang, lalu hilang kontak selama dua hari. Diperkirakan S sudah meninggal dunia selama dua hari dengan melukai tangannya sendiri.
Di Jakarta Timur, tepatnya di Kelurahan Pisangan Timur, Kecamatan Pulo Gadung, ditemukan pria berinisial D yang gantung diri. Sejumlah saksi menyebutkan, D mengidap sakit asam lambung yang tak kunjung sembuh. Meski begitu, D tetap menampilkan sosok yang sehat dan ramah ketika bersosialisasi dengan tetangga.
Nova menegaskan, seseorang yang jiwanya terganggu dan tidak ada orang yang membantu jangan mengakhiri hidup. Lebih baik segera melakukan konseling sedini mungkin dengan dokter jiwa. Sebab, masyarakat, termasuk di perkotaan, tidak sendirian. Konseling bisa mengobati dan meringankan kesehatan jiwa.