”Teriakan-teriakan” di Gerbong Perempuan KRL Jabodetabek
Banyak penumpang perempuan merasa kesulitan beradu ego di gerbong khusus sehingga lebih memilih naik gerbong umum.
Oleh
NASRUN KATINGKA
·4 menit baca
NASRUN KATINGKA
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Rabu (12/4/2023) sore.
Keberadaan gerbong kereta rel listrik atau KRL khusus penumpang perempuan tidak serta-merta menjamin kenyamanan bagi kaum hawa saat bepergian. Masih ada saja keluhan di gerbong yang biasanya tersedia di bagian paling depan dan paling belakang rangkaian KRL Jabotabek ini. Keluhan bahkan semakin menjadi-jadi saat penumpang harian semakin padat dalam beberapa waktu terakhir.
Banyak penumpang perempuan merasa kesulitan harus beradu ego di dalam kereta khusus tersebut sehingga kemudian memilih naik di kereta umum. Di sisi lain, tidak sedikit pula penumpang tetap memuji kereta khusus perempuan sebagai ruang paling aman dari berbagai kejahatan yang sering terjadi di transportasi umum, khususnya pelecehan seksual.
PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) selalu menyediakan dua kereta khusus perempuan, baik di rangkaian 8, 10, maupun 12 kereta. Yosella (27), pekerja yang sedang hamil empat bulan asal Lenteng Agung, Jakarta Selatan, menyebut kereta khusus akan sangat berbeda saat jam sibuk. Menurut dia, di kereta perempuan semua penumpang akan merasa berhak menempati kursi-kursi kosong yang ada.
”Mungkin karena jam pulang kantor, semua orang sudah lelah dengan aktivitasnya, makanya mood berantakan,” kata Yosella, yang kerap naik lin Bogor-Juanda, Rabu (12/4/2023).
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Rabu (12/4/2023) sore.
Kerap berada dalam situasi seperti itu, Yosella kini memilih untuk beralih ke kereta biasa. Di sana dia merasa lebih banyak orang peka dan mau menurunkan ego pribadi.
”Entah kenapa di kereta perempuan kebanyakan merasa prioritas. Kalau di kereta umum, banyak yang mau ngalah. Ataukadang juga ada petugas langsung ngarahin,” ucapnya.
Saat jam pulang kantor, pemandangan saling berdesakan di setiap kereta menjadi fenomena lazim, khususnya saat berada di stasiun-stasiun transit.
Memasuki pukul 16.00, suasana peron 12 dan 13 di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, akan semakin padat. Bahkan, terkadang dua rangkaian kereta yang tersedia tidak bisa membuat situasi saling berdesakan terhindarkan, termasuk di dua kereta khusus perempuan.
Seperti Yosella, penumpang lain juga mengeluhkan sesama penumpang kaum hawa ini justru sulit saling mengalah. ”Padahal, kadang itu space-nya (celah antar-orang yang duduk) sempit banget, tapi tetap maksa buat duduk. Kalau sudah seperti itu, daripada siksa diri, mending mengalah saja,” ujar Zahirah (24).
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore.
Sering kali dalam situasi yang serba tidak mau mengalah ini, muncul pertengkaran di dalam kereta. ”Kemarin sempat melihat ada keributan sesama penumpang perempuan (di kereta perempuan), petugasnya (laki-laki) sampai kewalahan. Mungkin perlu petugasnya perempuan juga,” kata Indahsari (26), penumpang yang biasa menaiki kereta perempuan dari Stasiun Depok hingga Stasiun Gondangdia.
Mungkin perlu petugasnya perempuan juga.
Masih lebih nyaman
Di sisi lain, meskipun kerap terjadi adu ego, sejumlah penumpang tetap menganggap kereta khusus tersebut sebagai pilihan terbaik. Apalagi dengan kepadatan yang semakin parah, kereta umum dianggap kian rawan berbagai tindak kejahatan, seperti pencurian barang hingga pelecehan seksual.
”Seburuk apa pun anggapan orang di kereta perempuan, ini tetap menjadi tempat paling aman dan nyaman. Kami tidak perlu khawatir ketika harus bersenggolan badan dengan penumpang lainnya,” ucap Reninda (31).
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Rabu (12/4/2023) sore. Kepadatan paling parah terjadi di peron 12 dan 13, yakni tujuan akhir Stasiun Bogor.
Senada dengan Reninda, Alviana Niam (29) merasa kereta perempuan menjadi pilihan agar terhindar dari kejahatan. Menurut Alviana, ego meningkat karena fasilitas di transportasi umum belum memadai. Di tengah keterbatasan tersebut, dia berharap pemerintah bisa menghadirkan solusi terbaik.
”Sekarang sepertinya situasi semakin ramai, apalagi Lebaran semakin dekat. Stasiun transit seperti Tanah Abang dan Manggarai semakin padat dengan penumpang dan barang belanjaan. Dengan demikian, penumpang di kereta semakin padat,” kata Alvina.
Imbauan KCI
Sebelumnya, dalam keterangan persnya, Minggu (9/4/2023), PT KCI mengimbau penumpang agar bijak saat menaiki KRL. Penumpang diimbau memperhatikan syarat dan ketentuan dalam membawa barang bawaannya. Penumpang diimbau tidak membawa barang bawaan yang melebihi ukuran 40 cm x 30 cm x 100 cm sehingga tidak ada ruang kereta yang terokupasi berlebih. Barang bawaan juga harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu atau membahayakan pengguna jasa lain.
Adapun berdasarkan pola volume penumpang harian, PT KCI memiliki standar jam sibukselama delapan jam dari total 20 jam operasional harian. Delapan jam itu terbagi menjadi dua bagian, yaitu empat jam pada pagi hari antara pukul 05.00 dan 09.00 serta empat jam pada sore hari antara pukul 16.00 dan 20.00. PT KCI menganjurkan penumpang dapat menggunakan aplikasi C-Access untuk memantau jadwal perjalanan, posisi secara real time, dan kepadatan stasiun.
Kepadatan penumpang di Stasiun Transit Manggarai, Jakarta Selatan, saat jam sibuk, Selasa (11/4/2023) sore.
Dihubungi terpisah, pemerhati masalah transportasi Budiyanto menganggap keluhan yang kerap terjadi di kereta perempuan bersumber dari semakin membeludaknya jumlah penumpang harian. Semakin padatnya penumpang membuat masalah-masalah bermunculan, mulai dari semakin berdesakan hingga ancaman kejahatan serta pelecehan yang semakin besar.
Budiyanto berpandangan, jika penambahan rangkaian kereta segera terealisasi, hal itu bisa memungkinkan penambahan kereta khusus perempuan ataupun penambahan kedatangan kereta pada jam sibuk. Dengan demikian, masalah-masalah yang kerap terjadi bisa teratasi.
Adapun rencana kebijakan impor KRL masih belum menemui titik terang. Deputi Bidang Koordinasi Pertambangan dan Investasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi tidak mendukung wacana PT KCI mengimpor 29 rangkaian kereta.
Padahal, hingga tahun 2024, akan terdapat 348 kereta yang harus menjalani peremajaan atau konservasi (scrap). Hal ini membuat jumlah KRL yang siap beroperasi berkurang menjadi 802 kereta. (Kompas, 7/4/2023).