Dari pengungkapan 16 kasus tindak pidana narkotika, Satuan Reserse Narkoba Polresta Bogor menangkap 21 tersangka.
Oleh
AGUIDO ADRI
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kepolisian Resor Kota Bogor, Jawa Barat, mengungkap 16 kasus tindak pidana narkotika selama sebulan terakhir. Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaraan narkotika. Hal itu dilihat dari tingkat prevalensi pengguna narkotika yang tinggi.
Kepala Kepolisian Resor Kota Bogor Komisaris Besar Bismo Teguh Prakoso mengatakan, dari 16 kasus tindak pidana narkotika, pihaknya menangkap 21 tersangka dan sejumlah alat bukti berupa 47,3 gram ganja, 39,3 gram sabu, 17,5 tembakau sintetis, dan 1.953 butir obat keras tertentu (OKT).
”Pengungkapan kasus dari 27 Februari hingga 27 Maret. Selama kurun satu bulan itu, tim Satuan Reserse Narkoba Polresta Bogor menangkap 11 tersangka sabu, 3 tersangka ganja, 4 tersangka tembakau sintetis, dan 3 tersangka OKT,” ujar Bismo dalam keterangan resminya, Selasa (28/3/2023).
Dari 16 kasus itu, lanjut Bismo, peredaran narkotika tersebar di wilayah Bogor Barat sebanyak 5 kasus, 4 kasus di Bogor Tengah, masing-masing 2 kasus di Bogor Utara, Bogor Timur, dan Bogor Selatan, serta 1 kasus di Tanah Sareal.
”Modus transaksinya dengan sistem tempel atau peta melalui media sosial,” ujar Bismo.
Tersangka tindak pidana narkotika jenis sabu dan ganja dikenai Pasal 114 Ayat (1) dan Ayat (2) juncto Pasal 111 Ayat (1) juncto Pasal 112 Ayat (2) dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.
Adapun tersangka OKT dikenai Pasal 196 Undang-Undang Nomor No 36/2009 tentang Kesehatan dengan ancaman 10 tahun penjara.
Peringatan
Diberitakan Kompas.id (25/3/2023), Badan Narkotika Nasional (BNN) mengungkap 49 jaringan narkotika internasional dan nasional yang telah menyasar semua kalangan di desa dan kota di Indonesia. Prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose mengatakan, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaran narkotika. Hal itu dilihat dari sitaan barang haram dan tingkat prevalensi yang masih tinggi.
”Sepanjang 2022, BNN menangkap 23 jaringan internasional dan 26 jaringan nasional,” kata Petrus.
Secara keseluruhan, sepanjang 2022-19 Maret 2023, dari pengungkapan 768 kasus tindak pidana narkotika dengan 1.209 tersangka, BNN telah menyita barang bukti narkotika dengan jumlah besar.
Adapun hasil sitaan narkotika itu antara lain 2,429 ton metamfetamin, 1,902 ton sabu, 1,6 ton ganja, 184,1 ton ganja basah, 79,4 hektar lahan ganja, 262.983 butir ekstasi, dan 16,5 kilogram ekstasi serbuk. BNN juga telah memusnahkan 152,8 ton ganja basah di lahan seluas 63,9 hektar.
Pada periode 2021-2023, BNN sudah menyita 5,6 ton sabu, 6,4 ton ganja, dan 454.475 butir ekstasi. Jumlah barang bukti itu memperlihatkan adanya peningkatan prevalensi pengguna narkoba di Indonesia.
Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian, Data, dan Informasi BNN, pada 2019 prevalensinya sebesar 1,80 persen. Lalu, pada 2021, angkanya menjadi 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba.
Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 4,5 juta penduduk. Pada peta rawan narkotika, ada total 8.002 kawasan. Angka ini sudah turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.691 kawasan.
Menurut Petrus, kejahatan luar biasa narkotika sudah merasuki seluruh sendi kehidupan di Indonesia. Para bandar atau pengedar tidak hanya mengedarkan barang haram ke tempat hiburan, tetapi sudah masuk ke tempat-tempat privat, seperti tempat indekos dan rumah, dan ruang publik. Yang terpapar pun mulai dari para pekerja, anak sekolah, pekerja rumah tangga, hingga tidak bekerja.
”Ini alarm bagi Indonesia. Dari pelajar hingga penegak hukum,” kata Petrus.