Mi Instan Pelipur Lelah Komuter dari Hiruk-pikuk Stasiun Manggarai
Kepadatan penumpang sehari-hari mengakrabi Stasiun Manggarai yang sedang dalam proses pembangunan sebagai stasiun sentral di Jakarta. Para komuter menepis lelah di sini dengan duduk di lantai menyantap menu siap saji.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·5 menit baca
Kepadatan penumpang kereta komuter pada jam sibuk di Stasiun Manggarai tak dapat dihindari dan telah menjadi asam garam keseharian para komuter. Sebagian dari mereka memanfaatkan waktu menunggu datangnya kereta dengan duduk lesehan di lantai stasiun. Tanpa alas. Yang penting mengurangi letih.
M Iqbal (29), warga Cipinang, Jakarta Timur, setiap hari berangkat menggunakan kereta rel listrik (KRL) menuju kantor di kawasan Salemba, Jakarta Pusat. Dia harus berdesakan dan berdiri sepanjang perjalanan. Begitu pula ketika pulang.
Saat ditemui di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Iqbal sedang menikmati mi instan kemasan yang dibeli dari salah satu minimarket di Stasiun Manggarai. Ia duduk lesehan, tanpa alas.
”Letih rasanya. Saya pergi pulang harus berdesakan dan berdiri. Saya makan mi ini untuk mengisi perut sebelum bertarung dengan para pengguna kereta komuter,” ucap pria yang rutin menggunakan KRL sejak bekerja empat tahun lalu, Rabu (15/3/2023) sore.
Ia menyayangkan tidak disediakan kursi memadai di area Stasiun Manggarai untuk duduk calon penumpang, terutama yang dekat dengan toko dan minimarket. Akhirnya, banyak calon penumpang KRL yang terpaksa duduk di lantai untuk menyantap makanannya. Mereka duduk berdekatan dengan dinding-dinding toko yang menjual makanan dan minuman itu.
Menurut Iqbal, kehadiran aneka toko itu memenuhi kebutuhan penumpang KRL dengan menjual makan dan minum siap dikonsumsi secara cepat setiap harinya. Apalagi, kondisi di Stasiun Manggarai saat sore hingga malam hari penuh dan harus berdesak-desakan.
Ia lebih memilih menunggu hingga sejam daripada harus berimpitan saat transit di Stasiun Manggarai. Dia menyebutkan terdapat ruang yang memadai untuk sekadar duduk menghela napas di stasiun sentral tersebut. Salah satunya, area yang dekat dengan pintu keluar bagian timur karena banyak aneka toko makanan dan minuman.
Meski begitu, ia tidak setiap hari membeli makanan. Terkadang membawa bekal dari rumah. Apalagi, gaji Rp 5 juta-Rp 6 juta per bulan membuat ia juga harus pintar mengelola keuangan guna memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ia pun berharap Stasiun Manggarai segera selesai agar bisa melayani jumlah penumpang lebih banyak. Orang pun tak perlu lagi berdesakan ketika transit di stasiun tersebut.
Para pengguna setia komuter angkutan umum memiliki latar belakang beragam. Banyak dari mereka pekerja berpenghasilan tetap, bahkan tergolong menengah ke atas. Tak hanya pekerja, pengguna jasa komuter angkutan umum juga dari kalangan pelajar, mahasiswa, dan wisatawan.
Karena itu, yang mendasari penumpang menggunakan komuter angkutan umum salah satunya adalah untuk mempercepat perjalanan mereka sampai ke tujuan. Namun, kondisi kereta yang penuh dan berdesak-desakan saat sore hari memaksa sebagian penumpang memilih menunggu sembari melepas penat.
Kepadatan penumpang pada jam sibuk itu hanya 2-3 jam. Jadi, pasti penuh di Stasiun Manggarai. Di negara lain juga seperti itu pada saat peak hours.
Selain Iqbal, banyak penumpang yang tengah asyik makan sambil bercengkerama bersama rekannya. Ini membuat suasana jadi lebih nyaman dan tenang dengan duduk lesehan. Salah satunya, Devita Ariati (18), mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Jakarta Pusat.
Ia bersama dua rekannya terbiasa beristirahat selama 30 menit hingga 1 jam. Sambil makan, mereka juga berbincang santai. Aktivitas itu mereka lakukan hingga kondisi kepadatan penumpang berkurang.
”Penumpang di sini dari pukul 17.00-18.00 pasti penuh dan berdesakan. Saya juga tidak terburu. Jadi, lebih sering menunggu atau makan dahulu. Jika sudah sepi, baru masuk lagi,” ucap Devita yang terbiasa naik kereta komuter dari Stasiun Tambun, Bekasi, menuju Stasiun Juanda, Jakarta Pusat.
Iqbal dan Devita merupakan bagian dari ribuan penumpang KRL yang transit di Stasiun Manggarai. Saban hari, mereka berdesakan ketika harus transit di Stasiun Manggarai untuk sampai di stasiun tujuan.
Pada 2014, pengguna kereta komuter di Jabodetabek rata-rata 600.000 orang yang dilayani 669 perjalanan KRL per hari. Jumlah itu meningkat menjadi lebih dari 1 juta orang yang dilayani dengan 1.000 perjalanan KRL per hari, sampai sebelum masa pandemi Covid-19 tahun 2020 (Kompas, 29/11/2021).
Data laman resmi PT KCI, pada Februari 2023 jumlah penumpang tercatat mencapai 20.622.659 dengan rata-rata per hari sebanyak 736.524. Sebanyak 1.090 perjalanan KRL di Jabodetabek dioperasikan mulai pukul 04.00 hingga pukul 24.00 setiap hari. Adapun jumlah pengguna kereta yang transit di Stasiun Manggarai rata-rata 120.000-160.000 orang per hari.
Kemudahan akses masyarakat
Sebelumnya, Manajer Hubungan Masyarakat PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Leza Arlan mengatakan, untuk mengurai kepadatan pada jam sibuk di Stasiun Manggarai, pihaknya selalu berkoordinasi, baik dengan DJKA maupun PT KAI (Kereta Api Indonesia). Salah satu upayanya dengan penambahan tangga di peron utara dan selatan oleh DJKA.
Pihaknya juga melakukan optimalisasi rekayasa pola operasi perjalanan dengan menambah perjalanan KRL feeder dari 31 menjadi 39 perjalanan. ”Kepadatan penumpang pada jam sibuk itu hanya 2-3 jam. Jadi, pasti penuh di Stasiun Manggarai. Di negara lain juga seperti itu pada saat peak hours,” katanya.
Menurut Leza, pembangunan Stasiun Manggarai menjadi stasiun sentral masih berjalan dan sudah mencapai 65 persen. Nantinya, kawasan ini dibangun dengan mencakup area komersial layaknya stasiun sentral pada umumnya sehingga memberikan kenyamanan bagi penumpang.
Integrasi dengan angkutan massal bus seperti Transjakarta memang sudah ada, tetapi okupansinya minim.
Menurut pengamat transportasi, Darmaningtyas, kepadatan penumpang menjadi pemandangan harian di Stasiun Manggarai yang dalam proses akhir pembangunan dan penataan sebagai stasiun sentral di Ibu Kota. Karena itu, stasiun ini seharusnya dapat direncanakan dengan baik, mulai dari mempertimbangkan kapasitas, pola pergerakan, hingga budaya penumpang.
Ia mengingatkan, penataan kawasan Stasiun Manggarai perlu dilakukan dengan memberikan akses kepada masyarakat, terutama untuk lahan parkir. Tak hanya lahan parkir kendaraan, perlu dibangun juga area pengantaran dan penjemputan.
Apalagi, Stasiun Manggarai tengah menuju menjadi stasiun sentral, tempat kereta komuter, KA bandara, dan KA jarak jauh bertemu. Diharapkan seluruh kawasan Stasiun Manggarai memadai sebagai stasiun sentral. Bagian dalam mendukung naik-turun penumpang dan bagian luar punya jalan yang cukup, area pedestrian, parkir memadai, area pindah antarmoda, dan area komersial.
”Integrasi dengan angkutan massal bus seperti Transjakarta memang sudah ada, tetapi okupansinya minim. Sementara pengguna kereta bandara atau kereta api antarkota pasti akan memilih diantar jemput mobil pribadi atau taksi karena membawa banyak barang bawaan,” tuturnya.