Penumpang bus Transjakarta dilecehkan di dalam bus. Kasus seperti ini harus menjadi perhatian karena transportasi umum sering menjadi lokasi terjadinya pelecehan seksual.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seorang perempuan yang menggunakan jasa bus Transjakarta mengaku dilecehkan seorang penumpang pria pada Senin (20/2/2023) menjelang pukul 20.00. Pria yang kemudian diketahui sebagai pekerja harian di Kepolisian Sektor Tambora, Jakarta Barat, itu kabur setelah ia dan korban turun di halte dan hendak ditindak petugas bus Transjakarta.
Pelecehan ini diungkapkan korban bernama Haura melalui akun Twitter-nya, @everflawless. Dalam bus rute Monas-Pulogadung yang padat, ia merasakan saat pelaku selalu menggerakkan kaki ke betisnya. Puncaknya, korban merasakan pelaku menggosokkan kelaminnya ke tubuh belakang korban.
”Saya langsung memberi tahu ke ibu-ibu yang berada di sebelah saya untuk meminta bantuan apakah benar yang saya rasakan,” tulisnya. Penumpang perempuan lain itu pun segera menarik Haura ke kerumunan yang lebih banyak perempuan.
Tidak lama kemudian, pelaku turun di Halte Rawa Selatan, Jakarta Pusat. Haura pun ikut turun untuk mengejarnya. Mereka pun segera menjadi perhatian petugas Transjakarta di halte.
Apriastini Bakti Bugiansri selaku Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Transjakarta dalam keterangannya kemudian menjelaskan, petugas pramusapa dan petugas kebersihan melihat seorang penumpang wanita menarik-narik baju pria yang diduga pelaku pelecehan.
”Melihat itu, petugas pramusapa langsung sigap merespons dan menghampiri. Ternyata diketahui adanya dugaan pelecehan,” kata Apri.
Dua petugas itu beserta dua penumpang bus lainnya juga ikut membantu mengamankan terduga pelaku. Namun, pelaku memberontak dan nekat loncat melalui pagar halte sehingga terjatuh. Barang-barang pribadi orang tersebut juga ikut tertinggal, seperti kunci, uang tunai, dan kartu uang elektronik khusus milik AS, seorang anggota polisi.
Laporan ini pun segera ditanggapi Polda Metro Jaya. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko mengungkapkan, terduga pelalu pelecehan itu bernama Mufarok (56). Pria paruh baya itu juga bukan anggota polisi meski memegang kartu uang elektronik khusus kepolisian.
”Untuk identitas (kartu), betul milik AS, tetapi identitas ini diambil oleh seseorang yang diduga sebagai pelaku pada saat di meja anggota Polri atas nama AS. Pelaku (pelecehan seksual) bukan anggota Polri,” katanya kepada wartawan di Jakarta.
Kami mengimbau dan meminta korban membuat laporan secara resmi sehingga proses ini bisa berjalan dengan baik.
Trunoyudo menjelaskan, Mufarok merupakan pegawai harian lepas di Polsek Tambora. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, Mufarok kini ditahan dan sedang dimintai keterangan.
”Masih proses pemeriksaan lebih dalam. Maka, kami mengimbau dan meminta korban membuat laporan secara resmi sehingga proses ini bisa berjalan dengan baik. Tentunya perbuatan pidana seperti pelecehan ini sangat memprihatinkan kita bersama,” kata Trunoyudo.
Selalu berulang
Transportasi umum masih cukup mendominasi lokasi aksi pelecehan seksual. Hal ini terungkap dalam survei Koalisi Publik Ruang Aman (KPRA) antara November dan Desember 2021. Dari 4.236 responden yang mayoritas (83 persen) perempuan, sebanyak 23 persen pernah mengalami pelecehan di transportasi umum.
Lebih rinci, sebanyak 2.130 responden (70 persen) mengalami pelecehan seksual di ruang publik luar jaringan (luring), seperti di jalan umum dan taman, 797 responden (26 persen) mengalaminya di kawasan permukiman, 693 responden (23 persen) di transportasi umum beserta sarana dan prasarananya, 432 responden (14 persen) mengalaminya di toko atau mal atau pusat perbelanjaan, dan 377 responden (12 persen) mengalaminya di tempat kerja.
Dari survei yang sama terungkap fakta bahwa tiga dari lima perempuan pernah mengalami pelecehan seksual. Mirisnya, setiap satu dari dua perempuan menjadi korban pelecehan di bawah usia 16 tahun. Sebanyak 5 dari 10 perempuan atau separuhnya pernah dilecehkan di angkutan umum. Pelecehan lebih banyak terjadi pada siang hari dibandingkan waktu lainnya.
Masih dari survei KPRA, bentuk pelecehan yang paling sering dialami adalah pelecehan verbal (60 persen), seperti komentar atas tubuh, siulan, klakson, suara kecupan atau ciuman, komentar rasis atau seksis, komentar seksual, hingga didekati terus. Selanjutnya pelecehan fisik (24 persen), yaitu disentuh, dihadang, digesek, dikuntit, diintip, dan difoto. Terakhir, pelecehan visual (15 persen) dengan main mata, gestur vulgar, dipertontonkan masturbasi, dan diperlihatkan kelamin.
Dampak jangka panjang mengindikasikan adanya trauma mendalam dan berbahaya bagi individu. Semakin banyak orang mengalami hal itu tidak saja merugikan individu, tetapi juga berpengaruh terhadap produktivitas suatu kota dan negara secara umum (Kompas.id, 23 Juli 2022).
Kasus pelecehan seksual di tempat umum meredup selama masa pembatasan kegiatan masyarakat terkait pengendalian Covid-19. Namun, seiring pelonggaran aktivitas, kasus demi kasus kembali bermunculan.