Diduga Ada Malaadministrasi, Keluarga Hasya Lapor ke Ombudsman
Kuasa Hukum keluarga Hasya, Gita Paulina, mengatakan, laporan tersebut terkait dugaan malaadministrasi yang dilakukan kepolisian dan melaporkan pihak yang menerbitkan hasil visum Hasya.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Orangtua Mohammad Hasya Athallah Saputra bersama tim kuasa hukumnya mendatangi kantor Ombudsman Republik Indonesia, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan. Kedatangannya untuk melaporkan dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kepolisian Resor Jakarta Selatan terhadap penanganan perkara kecelakaan lalu lintas yang menewaskan mahasiswa Universitas Indonesia tersebut.
Selasa (31/1/2023) pukul 15.00 orangtua Hasya bersama tim kuasa hukumnya tiba di kantor Ombudsman Republik Indonesia. Kuasa Hukum keluarga Hasya, Gita Paulina, mengatakan, laporan tersebut terkait dugaan malaadministrasi yang dilakukan kepolisian dan melaporkan pihak yang menerbitkan hasil visum Hasya.
Pihak keluarga mempertanyakan hasil visum yang sejak Jumat (7/10/2022) hingga saat ini belum diberikan kepada orangtua Hasya. Padahal, orangtua Hasya telah membayar Rp 3 juta, tetapi tidak diberikan kuitansi. Ketika menanyakan hasil visum, pihak rumah sakit sudah memberikannya kepada polisi. Padahal, saat dilakukan visum belum ada laporan polisi yang dibuat.
Gita mengungkapkan, Senin (30/1), pihaknya mendapatkan surat dari Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya untuk melakukan pertemuan pada Selasa (31/1). Namun, surat tersebut mengalami tiga kali perubahan lokasi acara sehingga tim kuasa hukum bersama keluarga tidak dapat menghadiri undangan itu.
Pihaknya menghormati segala inisiatif yang dilakukan Polda Metro Jaya khususnya Ditlantas Polda Metro Jaya terkait peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan Hasya meninggal. Pihak keluarga mengharapkan agar segala inisiatif dan tindakan yang dilakukan kepolisian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku serta menaati prosedur formal agar mempunyai kekuatan hukum dalam penanganan kasus tersebut.
Kasus Hasya bukanlah sebuah kecelakaan lalu lintas biasa. Kejadian itu adalah contoh bagaimana sebuah kecelakaan lalu lintas yang telah merenggut nyawa seorang anak manusia sekaligus mencederai perlindungan atas hak asasi manusia. Hal ini melanggar asas praduga tak bersalah dan menurunkan martabat Hasya.
”Ini merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dan terhadap hukum itu sendiri dan berpotensi menimbulkan kerusakan ketertiban umum. Untuk itu, kami tidak dapat menghadiri undangan tersebut,” kata Gita.
Pertemuan pada Selasa (31/1), kata Gita, merupakan pertemuan yang tidak ada landasan hukumnya, baik dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Peraturan Kepolisian Republik Indonesia, Peraturan Kapolri, maupun aturan lainnya.
Bahkan, tujuan diadakannya pertemuan tersebut tidak terdeskripsi dengan jelas. Padahal, pertemuan tersebut telah mengundang berbagai pihak. Di antaranya Komisi III DPR, Ketua Kompolnas, Ketua Ombudsman, Dekan Fisip Universitas Indonesia, ahli transportasi, ahli kendaraan agen tunggal pemegang merek, ahli hukum pidana, dan Badan Eksekutif Mahasiswa UI.
Dalam undangan tersebut, pertemuan bertujuan untuk menghadiri undangan pencarian fakta kasus laka lantas yang terjadi pada 6 Oktober 2022 di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan, antara Hasya dan purnawirawan polisi Ajun Komisaris Besar Eko Setio Budi Wahono.
Suatu pertemuan, kata Gita, dibuat untuk melakukan pencarian fakta menurut mereka tidak tepat. Fakta versi polisi sudah jelas dan tertuang dalam SP2HP (penyelidikan), SP2HP (penyidikan), serta dokumen SP3 yang diterima oleh pihak keluarga Hasya. Fakta sudah terdokumentasi dan sudah jelas Hasya dinyatakan sebagai tersangka oleh penyidik. Hal itu tidak bisa diubah dengan sebuah pertemuan.
”Fakta seperti apa? Untuk kami itu bukan pencarian fakta, tetapi penguatan opini. Kami berkali-kali menyoroti kesalahan prosedural. Itu yang seharusnya dilakukan kepolisian. Penyidik harusnya menindaklanjuti pemeriksaan internal bukan sibuk membuat pertemuan untuk mencari fakta,” katanya.
Menurut Gita, terduga pelaku (Eko) kendaraannya yang penyok tidak diperiksa. Polisi hanya memeriksa kelayakan kendaraan saja.
Kami akan verifikasi terlebih dahulu untuk menyatakan ini kewenangan atau bukan kewenangan Ombudsman.
Ibunda Hasya, Dwi Syafiera, mengatakan, ia datang ke Ombudsman untuk menyerahkan berkas-berkas kasus Hasya yang, menurut pihaknya, penetapan SP3 cacat administrasi. Terkait tim pencari fakta, ia tidak masalah selama tujuannya mencari kebenaran hingga kebenaran terungkap pada kasus tersebut.
”Kami hanya ingin kasus ini maju ke pengadilan dan bagaimana membebaskan Hasya dari status tersangka,” ujarnya.
Asisten Ombudsman Republik Indonesia Indra Wahyu Bintoro mengungkapkan, sekitar pukul 16.00, pihaknya menerima keluarga dan kuasa hukum Hasya serta beberapa ILUNI UI yang menyampaikan laporan kepada Ombudsman RI melalui perwakilan Ombudsman Jakarta Raya.
Tim verifikasi laporan Ombudsman akan menelaah, baik secara formil maupun materil. Jika laporan tersebut merupakan kewenangan Ombudsman, pihaknya memastikan untuk melakukan tahapan pemeriksaan. Kami akan melakukan tindakan sesuai dengan undang-undang untuk meminta keterangan dan mendengarkan banyak pihak serta mengumpulkan bukti.
”Kami akan verifikasi terlebih dahulu untuk menyatakan ini kewenangan atau bukan kewenangan Ombudsman,” katanya.
Dihubungi terpisah, Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional Benny Mamoto mengutarakan, ia telah mengikuti gelar perkara asistensi kasus kecelakaan lalu lintas Hasya yang dilakukan di Polda Metro Jaya. Benny menyebut tindak lanjut kasus Hasya akan dilakukan rekonstruksi ulang.
Sebelumnya, Kompolnas sudah mendengar paparan Dirlantas Polda Metro Jaya di kantor Kompolnas. Selain itu, Kompolnas telah memberikan beberapa rekomendasi untuk ditindaklanjuti. Waktu rekonstruksi nantinya akan diatur oleh Dirlantas Polda Metro Jaya.
”Kompolnas akan hadir saat rekonstruksi dan Kompolnas akan mengawal terus kasus ini sampai selesai,” ujar Benny.
Selain telah memanggil Dirlantas Polda Metro Jaya, Kompolnas juga mengundang pihak keluarga, tetapi berhalangan hadir. ”Saya menghubungi melalui penasihat hukumnya Gita Paulina. Niat kami untuk mendengar dan menampung keluhan keluarga untuk kami respons melalui supervisi,” katanya.
Gita Paulina menyebutkan, ia tidak mengetahui hasil dari pertemuan itu akan seperti apa. Ia mempertanyakan apakah Kompolnas bisa membuat kasus Hasya yang sudah dinyatakan SP3 akan dibuka kembali. Tim kuasa hukum keluarga akan melihat urgensi sebuah undangan pertemuan oleh pihak kepolisian.
”Kalau pro justicia tim yang datang ada surat keterangannya. Kami lebih memilih tindakan produktif dibandingkan kontra produktif,” ujarnya.