Pihak Keluarga Menuntut Keadilan bagi Hasya
Keluarga Hasya akan mengupayakan proses hukum lebih lanjut atas kasus kecelakaan oleh purnawirawan polisi. Hal itu disebabkan masih ada hal yang mengganjal.
JAKARTA, KOMPAS — Keluarga Mohammad Hasya Athallah Saputra (19) akan mengupayakan proses hukum dalam penyelesaian kasus kecelakaan lalu lintas oleh purnawirawan polisi. Kuasa hukum keluarga menemukan beberapa temuan mengganjal karena kronologi perkara versi keluarga dan polisi berbeda.
Hasya merupakan pemuda yang baru menjadi mahasiswa di Universitas Indonesia, di Kota Depok, Jawa Barat, itu diketahui meninggal dunia setelah terlibat kecelakaan yang melibatkan purnawirawan Polri, Ajun Komisaris Besar Eko Setia Budi Wahono (ESBW), menggunakan mobil sport merek Mitsubishi Pajero.
Kuasa hukum keluarga Hasya, Gita Paulina mengungkapkan, dalam kasus Hasya pihaknya sepakat ada tindak pidana dan polisi menyatakan hal yang sama karena kepolisian menaikkan statusnya menjadi penyidikan. Keluarga hanya meminta keadilan dan menangani masalah sesuai SOP yang ada. Jika ada pihak yang harus bertanggung jawab maka seharusnya diperiksa dan biarkan pengadilan yang memutuskan untuk memberikan hukuman kepada pelaku.
“Apakah polisi bisa membuktikan bahwa tindakan pelindasan Hasya tidak terjadi, bisa tidak polisi membuktikan? Jangan hanya melihat Hasya mengendarai motor lalu oleng. Apakah polisi memeriksa ada tindakan Hasya terlindas, Hasya sekarat tidak ditolong. Polisi lebih tahu mana yang masuk tindak pidana meninggalkan orang dalam keadaan sekarat. Melihatnya jangan sepotong. Lakukan dengan tepat, cermat, sesuai dengan azas dalam pemeriksaan tindak pidana” kata Gita di Jakarta Pusat, Jumat (27/1/2023).
Kronologi
Gita menyebutkan, Hasya kecelakaan pada Kamis (6/10/2022) malam, di daerah Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Malam itu Hasya hendak pergi ke kost salah satu temannya. Dalam perjalanan, tiba-tiba sebuah sepeda motor di depannya melaju lambat. Secara reflek, Hasya mengelak kemudian mengerem mendadak sehingga sepeda motor Hasya jatuh ke sisi kanan.
Tidak lama setelah terjatuh, dari arah berlawanan, sebuah mobil SUV yang dikemudikan oleh ESBW melintas dan melindas Hasya. Tidak lama setelah kejadian, seseorang yang berada di tempat kejadian perkara mendatangi ESBW dan meminta membantunya untuk membawa Hasya ke rumah sakit, tetapi ESBW menolaknya.
Hal itu membuat Hasya tidak bisa cepat dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan. Tidak lama setelah Hasya tiba di rumah sakit, Hasya dinyatakan meninggal dunia. Orang tua Hasya kemudian membawa Hasya ke rumah sakit lain untuk dilakukan visum dan membayar sekitar Rp 3 juta.
Namun, pihak rumah sakit tidak mau memberi kwitansi atas pembayaran biaya visum tersebut. Hingga hari ini, hasil visum juga tidak diberikan ke keluarga meski visum dilaksanakan atas permintaan keluarga.
Baca juga: Dinilai Lalai Berkendara, Hasya Ditetapkan sebagai Tersangka Atas Kematiannya Sendiri
Jumat (7/10/2022), Hasya dimakamkan. Setelah seluruh prosesi pemakaman selesai, pada Rabu (19/10/2022) orangtua Hasya mendatangi Polres Jakarta Selatan dan memperoleh informasi sudah ada laporan polisi (LP) yang dibuat atas inisiatif polisi dengan nomor LP 585.
Ayah Hasya, Adi tetap ingin membuat laporan polisi tersendiri dengan nomor LP 1947. Hingga saat ini, LP 1497 tersebut tidak ada tindak lanjut dari Polisi. Sebaliknya, LP 585 telah ditindaklanjuti oleh pihak Polres Jakarta Selatan meski terdapat beberapa hal yang dilaksanakan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyelidikan polisi di Polres Jakarta Selatan. Tim kuasa hukum keluarga Hasya mengirimkan surat gelar perkara khusus, Jumat (13/1/2023) yang diterima oleh Polres Jakarta Selatan, Senin (16/1/2023).
Tanpa informasi apapun, Selasa (17/1/2023), tim kuasa hukum menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP), perkara kecelakaan lalu lintas dengan disertai lampiran Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Kasus tersebut dihentikan karena tersangka (Hasya) dalam tindak pidana tersebut telah meninggal dunia.
Hasya ternyata telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan dirinya meninggal dunia. Selasa (17/1/2023) malam, Polres Jaksel kembali mengirimkan SP2HP kepada keluarga Hasya. Perbedaannya, SP2HP yang diterima di sore hari oleh keluarga belum terdapat stempel Satlantas Polres Jakarta Selatan. Malam harinya, SP2HP itu sudah dibubuhi stempel Satlantas Polres Jakarta Selatan.
Adapun Pasal yang dikenakan oleh pihak penyidik polres Jakarta Selatan adalah Pasal 310 ayat 3 dan 4 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
“Konstruksi SP3 Polres Jakarta Selatan tersebut sudah jelas, Hasya yang merupakan korban dalam tindak pidana tersebut telah dijadikan tersangka. Sedangkan ESBW sebagai pihak yang melindas Hasya tidak dikenakan masuk dalam kategori tersangka. Polres Jakarta Selatan telah memposisikan Hasya meninggal dalam laka tunggal,” ucap Gita.
Kami sangat kecewa, sedih sekali, dan marah, Kami hanya ingin prosesnya berjalan transparan.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latief Usman menjelaskan, kesimpulan akhir dari penyidikan polisi adalah Hasya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Berdasarkan keterangan saksi ahli dan teman Hasya yang menyaksikan langsung kejadian, Hasya tewas karena kelalaiannya sendiri.
”Karena kelalaiannya mengendarai sepeda motor, Hasya menghilangkan nyawanya sendiri dan bukan karena kelalaiannya Pak Eko. Hal itu terjadi karena Hasya kurang berhati-hati mengendarai sepeda motor,” kata Latief di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan Jumat (27/1/2023).
Baca juga: Mediasi Hambat Penyelidikan Kasus Kecelakaan Mahasiswa UI
Mediasi
Ibunda Hasya, Dwi Syafiera menyebutkan, pihaknya sudah beberapa kali dipertemukan untuk melakukan mediasi dengan ESBW. Perempuan yang akrab disapa Ira itu menceritakan, ia beserta suami dan tim kuasa hukum diminta datang ke kantor Sub Direktorat Pembinaan Hukum di kawasan Pancoran.
Ketika ingin memasuki ruangan, ia dan suaminya dipisahkan dari tim kuasa hukum karena hanya mereka berdua yang boleh masuk. Ira mengaku seperti disidang karena polisi meminta untuk berdamai dan memberitahukan posisi kasus Hasya sangat lemah padahal Hasya meninggal atas kejadian tersebut.
“Kami sangat kecewa, sedih sekali, dan marah, Kami hanya ingin prosesnya berjalan transparan. Jikalau proses harus dimulai dari awal kami siap. Asalkan transparan dan semuanya terlihat jelas jadi kami tahu siapa tersangka itu. Kalau harus dibuktikan di pengadilan, ayo dibuktikan di pengadilan,” ujar Ira.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Poengky Indarti mengatakan, Kompolnas akan melakukan klarifikasi ke Polda Metro Jaya terkait kasus tersebut. Pihaknya ingin mendapatkan paparan yang detail mengenai proses lidik sidik, apakah sudah dilakukan secara profesional dan mandiri dengan didukung saksi-saksi, bukti-bukti, serta dilakukan secara scientificcriminal investigation atau tidak.
Baca juga : Keluarga Mahasiswa UI yang Tewas Ditabrak Pensiunan Pamen Polri Minta Keadilan
Poengky menilai, proses penanganan kasus sudah lama, mulai terjadi kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal pada 6 Oktober 2022, gelar perkara 28 November 2022, hingga dihentikannya kasus ini disampaikan kepada publik 27 Januari 2023. Hal ini memunculkan tanda tanya keluarga korban dan masyarakat, apalagi orang yang menabrak adalah purnawirawan Polri sehingga memunculkan dugaan keberpihakan.
Lebih lanjut, Kompolnas juga akan mengklarifikasi apakah keluarga korban melaporkan AKBP Purn ESBW melakukan pembiaran? Mengingat ada komplain orang tua almarhum bahwa AKBP Purn ESBW membiarkan korban dan tidak bersedia membawa ke rumah sakit.
Surat klarifikasi tersebut akan kami buat dan kirimkan segera. Kami melihat perlunya pemasangan black box di kendaraan agar dapat digunakan untuk membantu memberikan rekaman peristiwa jika terjadi kecelakaan atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya.