Sebagai ”Kota Sastra” yang dipilih UNESCO pada 8 November 2021, angka buta huruf warga usia 15 tahun ke atas di Jakarta ternyata hampir 1 persen. Membaca dan menulis sejak dini menjadi salah satu cara mengatasi isu ini.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·5 menit baca
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Seorang anak tengah asyik membaca buku cerita anak dalam acara bertajuk membaca dan menulis bersama di kawasan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023).
Jakarta, metropolitan terbesar di Indonesia ini, tak sekadar menyandang fungsi utama sebagai ibu kota. UNESCO memilih kota ini sebagai ”Kota Sastra” pada 8 November lalu. Status tersebut seharusnya mencerminkan tingkat literasi tinggi warga Ibu Kota. Namun, ternyata masih ada puluhan ribu penduduk Jakarta yang buta aksara.
Sedikitnya 64.556 penduduk DKI Jakarta berusia 15 tahun ke atas tercatat mengalami buta aksara. Kegiatan literasi atau keberaksaraan pun masih menjadi pekerjaan rumah untuk mengentaskan warga dari buta aksara tersebut. Kegiatan itu antara lain dengan memperkenalkan aktivitas membaca dan menulis kepada anak sejak usia dini.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta tahun 2022 menyebut, angka buta aksara penduduk berusia di atas 15 tahun mencapai 0,78 persen. Dengan jumlah penduduk yang berusia di atas 15 tahun sebanyak 8,2 juta jiwa, persentase tersebut menunjukkan bahwa 64.556 warga DKI Jakarta tercatat buta aksara.
Memupuk kecintaan membaca memang tidak mudah. Perlu banyak upaya yang tak hanya diinisiasi pemerintah, tetapi ikhtiar yang lahir dan tumbuh dari tengah masyarakat dinilai bakal makin memberi dampak lebih. Salah satu upaya dari publik tersebut muncul di kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Buku-buku seri cerita bergambar dengan perpaduan berbagai warna cerah tersaji di hadapan belasan anak yang tengah berkumpul di bilangan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023) siang. Dalam acara yang diselenggarakan komunitas Ayo Baca dan Cerita (ABC) Reading Club bertajuk membaca dan menulis bersama itu, anak-anak bertukar cerita atas apa yang telah mereka baca.
Selain bertukar cerita, anak-anak itu turut menuliskan kembali isi cerita dari buku bacaan yang telah mereka baca. Para orangtua pun turut mendampingi dan mengarahkan anak-anak.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Seorang pendamping membacakan kisah dari buku cerita kepada salah satu anak dalam acara bertajuk membaca dan menulis bersama di kawasan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023).
Yana, pengajar di Rumah Literasi 45 Jakarta Timur, menyampaikan sudah dua kali kegiatan serupa turut diikuti anak-anak yang tergabung dalam komunitasnya. Walakin, anak-anak tetap antusias menyambut kegiatan membaca dan menulis bersama.
”Tidak sekadar membaca, anak-anak juga turut diedukasi akan pentingnya memaknai bacaan seperti belajar karakter dari tokoh-tokoh cerita, tentang alur cerita, lalu menceritakan kembali apa yang telah dibaca, dan lain sebagainya. Ada juga tuntunan kepada anak terkait bagaimana menulis dan motivasi untuk mulai berani untuk menulis,” kata Yana.
Menurut Yana, di tengah minimnya minat membaca buku pada anak karena telah tergantikan dengan adanya gawai, kegiatan tersebut dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan pentingnya membaca dan memaknai sebuah bacaan. Yana berharap komunitas literasi semakin banyak dan rutin mengadakan berbagai kegiatan untuk anak-anak.
Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim, dalam keterangan resmi menyampaikan, gerakan untuk menghadirkan buku cerita anak merupakan strategi literasi di Indonesia. Di dalam buku anak, harus memuat unsur yang menghibur sehingga menyenangkan bagi anak. Dengan demikian, membagikan buku saja tidak cukup, tetapi perlu melibatkan guru di sekolah, perpustakaan, penyedia buku bacaan, dan lain sebagainya.
Sejumlah hasil riset turut mengemukakan bahwa kemampuan membaca anak Indonesia usia 15 tahun masih tergolong rendah. Anak-anak ini pun menjadi tidak mampu membedakan hoaks atau fakta.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Seorang anak tengah asyik membaca buku cerita anak dalam acara bertajuk membaca dan menulis bersama di kawasan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023).
Selain itu, Ketua Umum Ikatan Kurator dan Pengurus Indonesia (IKAPI) Arys Hilman menyampaikan, kemampuan literasi berasal dari bahan bacaan. Terdapat empat aspek yang perlu diperhatikan, yakni kecakapan membaca, akses baca yang memuat kualitas buku yang tersedia, alternatif sumber informasi, dan pembiasaan membaca.
”Mari kita mulai dari masalah literasi yang bersumber dari buku. Bukan hanya melek huruf yang perlu menjadi perhatian, melainkan juga persoalan kemampuan membaca. Sejumlah hasil riset turut mengemukakan bahwa kemampuan membaca anak Indonesia usia 15 tahun masih tergolong rendah. Anak-anak ini pun menjadi tidak mampu membedakan hoaks atau fakta,” kata Arys dalam keterangan resmi Kemendikbud (10/6/2022).
Masih minim
Edi Dimyati (44), penggiat literasi sekaligus pendiri Taman Baca Masyarakat Kampung Buku Cibubur, turut hadir bersama beserta anak-anak dampingannya. Bagi Edi, kegiatan literasi dalam bentuk membaca sekaligus menulis bersama jarang ditemui di Jakarta.
”Biasanya mendongeng. Kalau membaca bersama, menulis bersama, bahkan membuat kerajinan bersama, seperti ini amat jarang. Kegiatan tersebut, setidaknya dapat menjadi edukasi sekaligus memperkenalkan anak dalam dunia literasi,” ujar Edi, yang juga mengisi sesi menulis.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Anak-anak mendengarkan cerita tentang bagaimana menulis dalam kegiatan membaca dan menulis bersama di kawasan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023).
Dalam sesi menulis tersebut, anak-anak yang duduk melingkar itu menjawab setiap pertanyaan dari Edi dengan antusias. Ketika ditanya tentang manfaat membaca, anak-anak itu di antaranya menjawab, membaca itu penting untuk menambah wawasan, sebagai cara untuk melihat dunia, sarana pembelajaran, hingga mampu mengubah sikap.
Selain itu, Edi turut memotivasi anak-anak dengan memberikan contoh nama-nama penulis tersohor di dunia, seperti Nadine Gordimer. Penulis perempuan asal Afrika Selatan itu, sebut Edi, menulis buku pertamanya pada usia 15 tahun.
Penulis kecil
Hanna Ameera (10), pendiri Taman Lampu Baca sekaligus komunitas literasi ABC Reading Club, menceritakan, kegiatan literasi digelar untuk turut mengedukasi anak-anak lain. Meski komunitas itu baru diinisiasi pada 28 Oktober 2022, Hanna ingin kegiatan literasi kepada anak-anak dapat terus diadakan setiap bulannya.
”Kalau membaca sendiri rasanya kurang asyik makanya aku ajak teman-teman lain supaya bisa bertukar cerita. Hanna juga mau menularkan kebiasaan membaca dan menulis ke teman-teman lain,” ucap Hanna.
Sampai saat ini, bocah yang duduk di bangku SD kelas 4 itu telah menerbitkan tiga buku anak bergambar dan satu tulisan dalam sebuah buku antologi. Keempat karya itu, kata Hanna, dibuat berdasarkan pengalaman pribadinya sehari-sehari. Tidak berhenti di situ, Hanna juga sedang berproses membuat satu buku cerita anak.
Menurut Hanna, kebiasaan membaca buku itu sudah terbentuk sejak ia balita. Saat itu, orangtua Hanna memberikannya buku dan turut membacakan buku cerita anak setiap kali Hanna akan tidur.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Anak-anak menunjukkan hasil karya yang mereka buat dari kertas dalam acara bertajuk membaca dan menulis bersama, di kawasan Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, Minggu (29/1/2023).
Lalu, kebiasaan itu pun berkembang hingga pada 11 Juni 2022 Hanna membuat perpustakaan di depan rumahnya yang dinamakan Lampu Baca, di Jalan Ali Nomor 34, Kecamatan Cipayung, Jakarta Timur. Rumah literasi yang diresmikan oleh Wali Kota Jakarta Timur itu memuat setidaknya 300-an koleksi buku bacaan anak.
Apa yang dilakukan Hanna, Edi, juga Yanna juga para pegiat literasi lain telah turut mendongkrak tingkat literasi warga ibu kota. Pada tahun 2022, nilai tingkat kegemaran membaca DKI Jakarta telah mencapai 72,36 persen. Angka tersebut meningkat sebesar 0,05 persen dari tahun sebelumnya, yakni 72,31 persen.
Upaya-upaya baik tersebut diharapkan terus bergulir dan sepatutnya didorong agar tetap bertumbuh juga menular ke banyak orang lain. Di ibu kota negara juga Kota Sastra diharapkan tak ada lagi warga buta aksara agar literasi meningkat dan memerangi hoaks yang menyesatkan.