Perselisihan Penghuni dan Manajemen Apartemen, Lagu Lama Diputar Lagi
Puluhan penghuni salah satu apartemen di Tangerang Selatan memprotes manajemen di sana karena banyaknya masalah yang terjadi di apartemen itu. Data YLKI, kasus serupa terjadi di banyak apartemen lain sejak tahun 2000.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
MIS FRANSISKA DEWI
Para penghuni melakukan aksi protes kepada pihak manajemen apartemen City Light, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (24/1/2023).
TANGERANG SELATAN, KOMPAS — Puluhan penghuni apartemen City Light di Ciputat Timur, Kota Tangerang Selatan, Banten, memprotes manajemen apartemen karena tidak melayani pembelian listrik penghuni apartemen. Aksi berlangsung ricuh karena pihak manajemen awalnya menolak untuk bertemu dengan para penghuni.
Selasa (24/1/2023) pukul 13.30 di basemen apartemen City Light, lebih dari 50 penghuni apartemen protes karena tidak dilayani pembelian listrik oleh manajemen apartemen, yakni PT Bendara Sarana Abadi (BSA). Per tanggal 23 Januari 2023, penghuni apartemen yang belum membayar iuran pengelola lingkungan (IPL) kepada pihak manajemen tidak lagi dilayani oleh manajemen apartemen. Padahal, iuran apartemen sudah dibayarkan penghuni kepada Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS).
Saat ini, di apartemen City Light telah terjadi dualisme kepengurusan manajemen gedung. IPL dibayarkan kepada PPPSRS, sedangkan pengelolaan listrik, keamanan, parkir, cleaning service, dan lift masih dikelola oleh manajemen apartemen. PPPSRS melakukan hal itu agar seluruh manajemen pengelolaan apartemen dikelola oleh PPPSRS.
Puluhan penghuni apartemen menghampiri kantor manajemen gedung, tetapi pihak manajemen apartemen kabur ke salah satu kamar di apartemen untuk bersembunyi. Tak kunjung menemui para penghuni yang protes, puluhan penghuni itu menghampiri kamar yang di dalamnya terdapat beberapa pengelola manajemen apartemen.
Para penghuni mencoba menggedor pintu, tetapi pihak manajemen tak kunjung membukakan pintu. Beberapa saat kemudian, akhirnya General Manager Pengelola Apartemen City Light Ahmad membukakan pintu.
MIS FRANSISKA DEWI
Sejumlah penghuni emosi karena pihak manajemen apartemen City Light tak kunjung keluar di Tangerang Selatan, Banten, Selasa (24/1/2023).
Beberapa penghuni cukup emosi dengan bersuara keras bahkan ada yang ingin melempari pihak manajemen dengan alat pemadam api ringan (APAR).
”Listrik adalah hak kami sebagai warga negara Indonesia. Kami ingin bebas di tempat tinggal kami sendiri. Serahkan pengelolaan kepada PPPSRS. Segera angkat kaki dari apartemen kami,” ujar Dian, salah satu pemilik unit apartemen dengan suara lantang.
Melihat kondisi yang semakin tidak kondusif membuat pihak manajemen akhirnya mau bertemu dan duduk bersama dengan para penghuni apartemen. Ketua PPPSRS Alfian Wawointana mengatakan, pihak kedua atau warga memberikan kuasa kepada pihak pertama untuk melakukan pengelolaan sementara jika PPPSRS belum terbentuk secara sah.
Saat ini, PPPSRS telah terbentuk secara sah dengan legalitas akta dan pencatatan oleh Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan Kota Tangerang Selatan pada 24 Juni 2022 sehingga PPPSRS berhak mengelola apartemen tersebut.
Selain itu, pada 14 Oktober 2022, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mengeluarkan peraturan menteri bahwa pihak pengembang wajib menyerahkan pengelolaan apartemen kepada PPPSRS.
MIS FRANSISKA DEWI
Penghuni bertemu dengan pihak manajemen apartemen City Light, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (24/1/2023).
Ahmad mengatakan, pihaknya tetap tidak akan melayani penghuni yang tidak membayar IPL lebih dari tiga bulan kepada PT BSA. Selain itu, pihaknya masih menunggu hasil gugatan dari pengadilan Kota Tangerang.
”Saya tetap berpegang pada perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) yang sudah sesuai aturan. Kami masih punya legal standing dan pengelolaan masih ada di kami. Masih ada perkara di pengadilan dan itu harus dihormati. Selebihnya saya tidak mau komentar,” ujar Ahmad.
Pertemuan itu tidak menemukan titik temu karena pihak manajemen tidak bersedia menandatangani kesepakatan bersama mengenai pelayanan listrik. Ahmad beserta timnya meminta waktu tiga hari untuk melakukan evaluasi. Merasa tidak puas dengan hasil pertemuan tersebut, pukul 15.45 para penghuni menyegel ruangan kantor manajemen apartemen PT BSA menutupnya dengan spanduk.
Bermasalah
Sebelum adanya permasalah listrik, penghuni menilai sudah banyak permasalahan yang terjadi di apartemen City Light. Sekretaris PPPSRS Kusnaini menyebutkan, akta jual beli (AJB) tak kunjung diterbitkan sejak awal pembelian apartemen. Padahal, sudah banyak warga yang melunasi apartemen tersebut. Di awal, pihak manajemen menjanjikan akan mengeluarkan AJB setelah dua tahun sejak pelunasan.
MIS FRANSISKA DEWI
Penghuni protes kepada pihak manajemen apartemen City Light di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (24/1/2023).
Penghuni membentuk PPPSRS sesuai amanat undang-undang. Pihaknya telah melakukan seluruh tahapan demi terbentuknya PPPSRS, seperti berkonsultasi dengan Asosiasi Perhimpunan Rumah Susun Indonesia, pakar hukum, dan pengacara.
”Kami tidak gegabah. Setelah PPPSRS dibentuk tiga bulan, pengembang wajib melakukan serah terima. Namun, hingga kini faktanya tidak ada,” katanya.
Selain itu, beberapa fasilitas, seperti fasilitas fitness, dijanjikan oleh pihak pengembang, tetapi terealisasi lama hingga harus ditagih dan dilakukan somasi. ”Kasus lain terdahulu banyak, yang memuncak soal listrik ini karena kebutuhan primer,” ujarnya.
Pihak manajemen apartemen pada September 2022 mengajukan gugatan kepada PPPSRS karena pembentukan yang tidak transparan. Saat ini proses hukum tersebut masih berjalan dalam tahapan penyampaian replik dan suplik. Pada 10 Januari 2023, PPPSRS melaporkan balik PT BSA tekait penggelapan IPL PPN 10 persen.
”Kantor Pelayanan Pajak bilang PT BSA tidak menyetorkan pajak tersebut dan per 31 Desember 2022 posisi wajib pajak PT BSA non-efektif,” kata Alfian.
Penghuni menyegel kantor manajemen apartemen City Light di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (24/1/2023).
Hampir semua apartemen dari tahun 2000, warga membentuk PPPSRS dihalang-halangi. Serah terima terlambat, mangkrak memang dikondisikan seperti itu agar pengembang bisa menguasai lebih lama lagi karena ada bisnis di situ.
Koordinator Pengaduan dan Hukum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Sularsi, mengungkapkan, pengelolaan administrasi di suatu apartemen sudah bermasalah sejak lama dan banyak terjadi dualisme pengelolaan manajemen apartemen. Seharusnya setelah satu tahun PPPSRS dibentuk, pengelolaan dapat diserahkan oleh pengembang.
Pengembang seharusnya memfasilitasi bukannya menguasai dan menunjuk badan pengelola anak perusahaan. Anak perusahaan seperti setengah hati menyerahkan pengelolaan manajemen. Pengembang hanya memfasilitasi bukan menguasai dan menunjuk badan pengelola anak perusahan untuk mengelola manajemen.
”Pengembang tidak rela karena bisnis yang ada di dalam apartemen sangat besar. Lampu, pengecatan, dan lainnya itu nilai bisnisnya miliaran di sana. Jika ingin merdeka, PPPSRS harus melakukan perjuangan tanpa lelah,” ujarnya.
Seharusnya dinas perumahan rakyat bisa menyelesaikan hal tersebut dan memberikan hak pengelolaan untuk kepentingan penghuni sehingga penghuni tidak dijadikan sapi perah oleh pengembang.
”Hampir semua apartemen dari tahun 2000, warga membentuk PPPSRS dihalang-halangi. Serah terima terlambat, mangkrak memang dikondisikan seperti itu agar pengembang bisa menguasai lebih lama lagi karena ada bisnis di situ,” ujarnya.