Impian ratusan konsumen di Bekasi dan Depok, Jawa Barat, memiliki hunian vertikal pupus. Ratusan juta rupiah telah disetor, tetapi apartemen yang didambakan tak kunjung berwujud.
Oleh
STEFANUS ATO, AGUIDO ADRI
·4 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pekerja bergelantungan menyelesaikan pengerjaan akhir pembangunan sebuah apartemen baru di kawasan Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten, Senin (9/1/2023).
Ariesta Sitepu (45) hingga saat ini kerap mendatangi lahan kosong seluas 1 hektar di Jalan Raya Bogor, Kota Depok, Jawa Barat. Lahan yang dipenuhi semak belukar itu menurut rencana dibangun apartemen Cimanggis City.
Kondisi itu tak jauh beda saat ia membayar uang muka Rp 5 juta pada 2017 untuk pembelian satu apartemen di tempat itu. Total ia sudah mengangsur Rp 137 juta dan seharusnya pada awal 2021 menerima unit yang dibeli.
Tiada aktivitas pembangunan di lahan itu. Kantor pemasaran di tempat itu pun sudah lama kosong. Ia tak tahu harus ke mana menagih apartemen yang dijanjikan.
Gelapnya kantor dan awan mendung hari itu menggambarkan kondisi Ariesta saat ini yang diselimuti ketidakpastian dan ancaman hilangnya uang ratusan juta rupiah.
”Kami meminta kejelasan pembangunan dan uang yang sudah kami bayar,” kata Ariesta, Rabu (18/1/2023).
Ariesta terpikat membeli apartemen di tempat itu berkat masifnya promosi serta harga jual hunian yang dinilai terjangkau dan murah.
PT Permata Sakti Mandiri yang mengelola proyek itu, menurut dia, pernah berjanji mengembalikan uang Rp 137 juta. Uang akan dibayar secara berkala selama 36 bulan.
”Namun, pembayaran hanya dua kali sebesar Rp 9 juta. Setelah itu tidak ada kelanjutan lagi,” katanya.
Ariesta hanya satu dari ratusan orang yang masih menanti tanpa kepastian terkait pembangunan hunian vertikal di Jalan Raya Bogor tersebut. Dilansir Kompas.com, hingga 2018, PT Permata Sakti Mandiri disebut telah menjual 685 unit dari total 1.600 unit yang akan dibangun di apartemen Cimanggis City.
Saat dikonfirmasi melalui panggilan telepon dan pesan singkat, PT Permata Sakti Mandiri belum memberi jawaban terkait dengan pembangunan apartemen dan keluhan konsumennya.
Korban Meikarta
Iklan masif tawaran memiliki hunian nyaman dan terjangkau yang terus muncul di layar kaca merasuki pikiran Tommy Yusak (53). Lelaki yang pada 2017 tinggal di Palu, Sulawesi Tengah, itu kian yakin membeli apartemen.
”Saya kemudian rencana membeli unit apartemen karena bakal pindah ke Bekasi. Saya mau tinggal di apartemen,” katanya, awal Januari 2023.
KOMPAS/STEFANUS ATO
Kendaraan terparkir di kiri dan kanan Distrik 1 Meikarta, Jalan Orange County Boulevard, Desa Cibatu, Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jabar, Selasa (13/12/2022).
Ia punya impian menikmati masa tua dengan tinggal di apartemen yang menjadi bagian dari proyek Meikarta di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jabar. Proyek direncanakan dibangun di atas lahan seluas 2.200 hektar dengan total investasi sebesar Rp 278 triliun.
Semboyan kota baru yang diusung Meikarta membuat Tommy tak lagi berpikir panjang. Apalagi, masa tugasnya sebagai pegawai pemerintahan di Palu berakhir pada 2019.
Saya hanya ingin uang saya kembali, kehidupan normal, SLIK normal.
Untuk pembelian satu unit apartemen di Meikarta, pada 2017 ia menyerahkan uang muka Rp 32 juta. Pelunasan dilakukan tujuh tahun dengan cicilan Rp 2,9 juta per bulan.
Dalam kontrak jual beli, unit apartemen tipe studio yang dibeli bakal diserahterimakan pada 2019. Namun, hingga 2022, unit apartemen yang berlokasi di District 2 Meikarta belum juga digapai.
Lelaki yang saat ini tinggal di Cileungsi, Bogor, itu pun memutuskan menghentikan pembayaran angsuran pada Maret 2022 atau setelah 33 kali membayar angsuran. Total cicilan dan uang muka yang telah dia keluarkan mencapai Rp 130 juta.
”Saya putus kredit karena saya lihat situasi tak lagi mendukung. Saya tidak mungkin beli barang gaib,” ujarnya.
Saat ia secara sepihak memutuskan tak lagi mengangsur, persoalan lain muncul. Namanya terdaftar sebagai nasabah bermasalah di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan.
Kondisi gedung bangunan apartemen Distrik 2 Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Selasa (13/12/2022) siang.
Berdasarkan data dari Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM), unit apartemen yang telah terbeli mencapai 20.000 unit. Dari jumlah unit terjual itu, total konsumen yang menandatangani penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) mencapai 15.800 orang. Dari penghitungan PKPKM pula, PT Mahkota Sentosa Utama selaku pengelola proyek Meikarta diperkirakan telah mengantongi lebih dari Rp 4,5 triliun uang konsumen (Kompas, 5/12/2022).
Ketua PKPKM Aep Mulyana mengatakan, pihaknya hanya menginginkan hak-hak konsumen dalam bentuk pengembalian uang. Sejak konsumen membeli apartemen Meikarta secara tunai ataupun kredit, mereka tak kunjung menerima unit yang awalnya dijanjikan diserahterimakan pada 2018-2020.
Terkait dengan tuntutan sejumlah konsumen Meikarta, Grup Lippo melalui anak usahanya, PT Lippo Cikarang (LPCK), menyatakan, perselisihan dengan pembeli Meikarta diselesaikan melalui kesepakatan damai di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Kesepakatan berupa putusan homologasi itu berkekuatan hukum tetap pada 26 Juli 2021. Dalam putusan itu, penyerahan unit dilakukan bertahap hingga 2027.
Sekretaris Perusahaan LPCK Veronika Sitepu mengatakan, PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) selaku anak usaha LPCK yang mengelola proyek Meikarta di Cikarang menginformasikan putusan itu kepada semua pembeli yang belum menerima unit (Kompas, 15/12/2022).
Direktur Komunikasi Lippo Group Danang Kemayan Jati yang dihubungi pada Senin (23/1/2023) menyatakan tidak lagi mengurusi persoalan yang dikeluhkan konsumen Meikarta.
Dengan persoalan yang kian rumit itu, Tommy tak lagi berhasrat tinggal di Meikarta. ”Saya hanya ingin uang saya kembali, kehidupan normal, SLIK normal,” ujarnya.