Masalah ”Pak Ogah” di Margonda, Tanda Mereka Harus Dibina
Polisi menindak 12 pengatur jalan liar atau ”Pak Ogah” di Jalan Margonda Raya, Depok, karena menggores mobil jika tak diberi uang. Selain ditindak, mereka perlu dibina sebagai sukarelawan pengatur lalu lintas.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Aksi ”Pak Ogah” alias pengatur jalan liar yang meresahkan pengguna jalan di Kota Depok, Jawa Barat, akhir-akhir ini ramai dibicarakan publik. Di salah satu titik di Jalan Margonda Raya, misalnya, ada Pak Ogah yang disebut suka menggores mobil ketika pengemudinya tak memberi mereka uang seusai dibantu berputar arah. Kepolisian Depok pun menindak 12 Pak Ogah yang diduga melakukan hal tersebut seusai menerima laporan warga. Pengamat menilai para Pak Ogah tersebut perlu dibina dan dijadikan sukarelawan pengatur lalu lintas resmi.
Polres Metro Depok mengonfirmasi telah menahan 12 orang yang disebut sebagai Pak Ogah pada Kamis (12/1/2023). Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Metro Depok Ajun Komisaris Besar Bonifacius Surano mengatakan, 12 orang itu dijaring dalam operasi kejahatan lapangan. Setelah ditangkap, mereka didata, didisiplinkan, kemudian dilepaskan.
”Para Pak Ogah di Jalan Margonda Raya yang kemarin mengganggu masyarakat sudah dirazia, tapi target oknum yang kemarin melakukan penggoresan (mobil) masih kami kejar untuk ditangkap. Kami mengimbau masyarakat agar segera melaporkan apabila terjadi tindakan seperti kemarin,” kata Boni, Senin (16/1/2023), ketika dijumpai di Polres Depok.
Para pengatur jalan tanpa izin ini ditindak polisi setelah ada laporan dari Bar’ri Fathailah (40), pengemudi taksi daring bahwa mobilnya digores Pak Ogah.
Diduga mobil Bar’ri dirusak karena ia tidak memberi uang kepada seorang Pak Ogah berkaus lengan panjang warna merah seusai beberapa kali kendaraannya putar arah di depan Apartemen Margonda Residence. Awalnya, ia sempat berpikir goresan itu akibat diserempet mobil lain. Namun, ketika di bengkel, ia diberi tahu bahwa goresan di mobilnya seperti terkena koin atau paku.
”Katanya kalau goresan mobil lain, seharusnya lebih besar. Sementara ini (goresan di mobilnya) cuma garis tapi panjang. Pas saya datengin di puteran itu, Pak Ogah yang jaga sudah kagak ada. Saya di-bilangin yang lain kalau memang ternyata di puteran depan Margonda Residence sudah viral, mobil-mobil pada di-baretin kalau kagak bayar,” tuturnya saat dihubungi.
Sebelumnya, pada Jumat (6/1/2023), kejadian serupa dialami Reza Abel saat hendak memutar di titik yang sama seperti yang dilalui Bar’ri. Dari posting-an media sosialnya, Reza mengungkapkan, mobilnya digores sekitar pukul 19.00 seusai tidak memberikan uang kepada Pak Ogah di sana.
”Mobil langsung di-baret dengan sengaja karena terlihat dan terdengar langsung. Pelaku menggunakan kaus merah, tolong Polres Metro Depok, ditindak tegas,” ujarnya dalam unggahan dilengkapi video yang menunjukkan goresan panjang pada mobil berwarna hitam.
Sebelumnya, pada Maret 2022, masalah Pak Ogah dilaporkan sempat mengganggu beberapa simpang di Jalan Insinyur Haji Juanda. Pemerintah Kota Depok melalui Dinas Perhubungan menangkap terhadap 10 Pak Ogah yang disebut mengganggu masyarakat yang berputar di jalan tersebut.
Pada Minggu (15/1/2023) siang, para Pak Ogah masih mengatur beberapa titik putar arah di Jalan Margonda Raya Depok, seperti di depan Hunian Pesona Khayangan dan depan Kantor Wali Kota Depok.
Pembinaan Pak Ogah melalui program sukarelawan pengatur lalu lintas dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi hal itu.
Di tengah penumpukan dan kemacetan kendaraan, para Pak Ogah sibuk mengarahkan mobil agar bisa berputar arah sembari mengharapkan imbalan. Pak Ogah berinisial J (29) menjaga putar arah di depan Hunian Pesona Khayangan. Ia bersama empat temannya bertugas secara bergantian setiap beberapa jam sekali.
Menurut J, menjadi Pak Ogah berarti bekerja secara sukarela. Maka dari itu, ia menyayangkan kejadian baru-baru ini soal PakOgah yang meminta bayaran paksa kepada kendaraan yang memutar di Jalan Margonda Raya. J mengungkapkan, dari beberapa bulan yang lalu, titik putar di depan Margonda Residence itu memang diketahui sering dijaga oleh Pak Ogah yang suka meminta dengan paksa.
Emang itu oknum. Sudah beberapa kali banyak yang mengeluh. Kalau kami di sini enggak maksa. Istilahnya, kan, kita jaganya juga sukarela, jadi enggak boleh maksa. Kalau kita dikasih, syukur, kalau enggak juga, enggak apa-apa,” ucapnya sambil duduk beristirahat dan memegang segelas kopi di sisi jalan putar arah yang dijaganya tersebut.
Harus dibina
Pengamat Transportasi Budiyanto menjelaskan, masalah tentang "Pak Ogah" adalah isu sosial yang dapat berdampak pada isu kriminalitas dan hukum. Masalahnya, pengaturan soal "Pak Ogah" tidak bisa dilakukan seketika karena banyak mata pencaharian orang digantungkan pada kegiatan tersebut.
Menurutnya, kegiatan "Pak Ogah" menyalahi aturan perundang-undangan karena lalu lintas secara hukum adalah wewenang kepolisian. Namun, di sisi yang lain, polisi juga kekurangan anggota untuk dapat mengatur semua jalan yang ada di wilayahnya. Pembinaan "Pak Ogah" melalui program supeltas dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi hal itu.
”Wewenang tetap ada di kepolisian. Namun, sukarelawan pengatur lalu lintas dapat diberikan kewenangan terbatas untuk membantu kepolisian dalam mengatur lalu lintas. Hal yang penting adalah pembinaan, pendataan identitas, dan pemberian seragam. Jika dijadikan sukarelawan pengatur lalu lintas, para Pak Ogah akan secara resmi dapat mengatur lalu lintas jalan dengan kewenangan tertentu. Intinya adalah membantu tugas polisi dalam menjalankan tugasnya,” kata Budiyanto.
Secara terpisah, pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengusulkan, tiap pemerintah daerah atau pemerintah kota membuat regulasi pembinaan dan perekrutan pengatur lalu lintas seperti sukarelawan pengatur lalu lintas. Mereka harus diberi honor dan hak-hak pekerja tertentu agar tidak perlu mengharapkan imbalan atau bayaran saat bekerja mengatur lalu lintas.
”Sebenarnya keberadaan para Pak Ogah juga membantu. Paling penting adalah membina mereka, dengan diberi pengetahuan tentang cara mengatur lalu lintas dengan baik. Kepolisian dan Dishub dapat memonitoring pembinaan tersebut agar mereka mendapat pengetahuan yang memadai dalam menjalankan tugas. Saya rasa, dengan kebijakan seperti itu dapat mengurangi masalah Pak Ogah yang baru-baru ini sering terjadi,” ujarnya.