Ditetapkan sebagai Tersangka, Penganiaya Dua Anak Kandung Belum Ditahan
Polres Metro Jakarta Selatan telah menetapkan RIS sebagai tersangka atas penganiayaan kedua anak kandungnya per Jumat (6/1/2023). RIS masih belum ditahan lantaran pihak kepolisian masih mendalami kasus penganiayaan ini.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan Raden Indrajana Sofiandi (53) atau RIS sebagai tersangka kasus penganiayaan kedua anak kandungnya, KR (12) dan KA (10). Namun, RIS belum juga ditahan.
Polres Metro Jakarta Selatan menetapkan RIS sebagai tersangka pada Jumat (6/1/2023). Pada selasa (10/1), ia dijadwalkan menjalani pemeriksaan untuk pertama kali sebagai tersangka. Namun, ia tidak memenuhi panggilan untuk pemeriksaan itu dengan alasan kondisi kesehatan yang kurang baik. Sejak Senin (9/1), RIS menjalani pemeriksaan kesehatan di rumah sakit wilayah Pondok Indah karena kondisi kesehatan yang menurun.
Berdasarkan keterangan Kepala Seksi Humas Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi, pemanggilan RIS akan dijadwalkan ulang. Adapun hingga saat ini pelaku belum ditahan lantaran pihak kepolisian masih mendalami kasus penganiayaan di Apartemen Signature Park, Tebet, Jakarta Selatan, tersebut.
”Ancaman tahanan di bawah lima tahun. Dia harus dipanggil dulu sebagai tersangka,” ujar Nurma, Selasa (10/1/2023).
Sementara itu, KEY (39), ibunda korban, mengaku lega saat mendengar penetapan RIS sebagai tersangka. KEY yang juga mantan istri RIS ini berharap proses hukum selanjutnya tetap berjalan hingga persidangan. Ia menyerahkan proses selanjutnya kepada penyidik.
Ia mengklaim bukti yang telah diserahkan kepada pihak kepolisian sudah lengkap. Menurut dia, sudah seharusnya tindakan RIS diproses hukum dan pihaknya tidak akan menerima mediasi dalam bentuk apa pun. Sebab, tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) tidak pernah dibenarkan.
Sebelumnya, Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menilai, penanganan kasus ini sangat lambat. Apalagi, bukti-bukti yang ditujukan dianggap sudah cukup dan RIS sudah dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Selatan pada 23 September 2022.
Lebih lanjut, KEY menuturkan, untuk saat ini ia belum mengupayakan pemulihan trauma bagi kedua anaknya karena masih fokus penanganan masalah ini. ”Belum ada penanganan. Saya masih fokus masalah,” ujar KEY saat dihubungi.
RIS dijerat Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjara. Hingga saat ini, penyidik Polres Metro Jakarta Selatan telah memeriksa tujuh saksi, termasuk KEY sebagai pelapor, serta kedua anaknya sebagai korban penganiayaan RIS. Beberapa saksi lain juga telah diperiksa, seperti pekerja rumah tangga, petugas parkir di tempat terjadinya penganiayaan, serta seorang petugas keamanan.
Proses pengaduan
Sebelumnya, KEY mengadu kepada Komnas Perlindungan Anak pada Selasa (3/1). Adapun proses pengaduan yang masuk sedang berjalan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP) pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Kekerasan pada anak harus dihentikan. Anak-anak sebagai korban kekerasan wajib mendapatkan pendampingan hukum dan pemulihan mental, serta mendapatkan hak perlindungan terhadap identitasnya.
Saat ini, KPAI sedang berkoordinasi dan mengirimkan surat kepada pihak kepolisian dan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) untuk menindaklanjuti kasus tersebut.
”Kekerasan pada anak harus dihentikan. Anak-anak sebagai korban kekerasan wajib mendapatkan pendampingan hukum dan pemulihan mental, serta mendapatkan hak perlindungan terhadap identitasnya,” ucap Ketua KPAI Ai Maryati Solihah.
Pemerintah Indonesia bersikap tegas untuk menghentikan kekerasan pada anak. Merujuk Pasal 2 dan 90 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dan Pasal 64 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, KPAI menegaskan kembali hak-hak anak korban kekerasan.
Beberapa hak anak tersebut adalah berhak atas proses hukum yang adil dan proporsional dengan memperhatikan kondisi anak, mendapatkan informasi perkembangan perkara, rehabilitasi medis dan sosial secara komprehensif dan berkelanjutan, serta perlindungan identitas dari pemberitaan.
Berdasarkan data KPAI, terdapat 2.010 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak sepanjang periode Januari-Juni 2022. Rinciannya, sebanyak 1.444 kasus berasal dari pengaduan masyarakat dan sebanyak 566 kasus dari aduan media.