Penumpang Khawatirkan Pelemparan Batu terhadap KRL
Kejadian pelemparan batu menyasar jendela kaca KRL Commuterline berulang kali terjadi. Keselamatan perjalanan angkutan umum mesti ditingkatkan.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelemparan batu terhadap jendela KRL Commuterline masih saja terjadi. Hal ini menyebabkan penumpang cemas karena peristiwa itu bisa terjadi kapan saja. Pengamat menilai, warga yang tinggal di sekitar jalur KRL perlu diedukasi agar kejadian pelemparan batu tidak terulang.
Manager External Relations & Corporate Image Care KAI Commuter Leza Arlan mengungkapkan, pelemparan batu terhadap KRL Commuterline terakhir terjadi pada November 2022 di perjalanan menuju Bogor. Namun, kejadian itu kembali diperbincangkan publik setelah ada unggahan video kaca jendela KRL yang pecah terkena lemparan batu pada beberapa hari lalu.
Leza mengatakan, aksi pelemparan batu ke jendela KRL sering kali terjadi. Oleh karena itu, pihaknya melakukan sosialisasi bahaya pelemparan batu ke kaca jendela KRL kepada warga dan sekolah di sekitar rel kereta. Untuk sosialisasi di sekolah berupa program Commuter Mengajar, yakni mengonfirmasi transportasi publik sejak dini.
”Tidak tahu pelakunya siapa karena setiap ada pelemparan, petugas kami langsung ke TKP, tetapi tidak menemukan pelakunya,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (20/12/2022).
Menurut Leza, dalam kejadian pelemparan kaca tersebut, pernah ada korban dan KRL Commuterline mengalami kerugian penggantian kaca jendela.
Berdasarkan catatan Kompas.com, pelemparan baru terhadap KRL Commuter juga terjadi pada Rabu (6/7/2022) pagi. KRL dengan nomor KA 12437 yang tengah melintas di antara stasiun Tanah Abang dan Stasiun Duri dilempari dengan batu hingga menyebabkan kaca di gerbong pecah. Kaca KRL pecah cukup besar. Pecahan kaca tampak berceceran di lantai gerbong dan kursi penumpang. Di atas kursi, ada sebongkah batu yang diduga digunakan untuk melempari KRL.
Peristiwa serupa juga terjadi pada Selasa (17/10/2022) pukul 23.10 di Stasiun Buaran, Jakarta Timur. Awalnya, kejadian tersebut di duga tembakan senjata api, tetapi pihak KRL memastikan bahwa pecahan kaca merupakan pelemparan batu ke jendela KRL.
Salah satu penumpang KRL, Retno Anggia (29), mengatakan, pelemparan batu ke jendela KRL sering terjadi. Ia pernah mengalaminya pada tahun lalu saat malam hari di daerah Cilebut dan tidak ada korban. Namun, sejak saat itu, dirinya tidak lagi menyandarkan kepala di jendela KRL karena takut kejadian pelemparan batu terulang.
”Harusnya menjadi evaluasi KRL demi keselamatan penumpang. Saya lihat masih banyak sekitar rel KRL yang tidak dipagari sehingga warga sekitar mudah melempar batu,” ucapnya.
Penumpang lainnya, Salman (22), mengungkapkan, walaupun belum pernah mengalami kejadian pelemparan batu saat menaiki KRL, ia menilai mestinya rel kereta dibangun bukan di kawasan padat penduduk.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Deddy Herlambang mengungkapkan, sekitar wilayah rel kereta harus steril dari permukiman penduduk. Sekitar 12 meter dari rel kereta seharusnya tidak ada permukiman penduduk. Namun, kenyataannya tidak, contohnya seperti di Stasiun Angke, Stasiun Duri, juga Stasiun Tanah Abang yang sangat dekat dengan permukiman.
”Perlu dipasang kamera pemantau atau CCTV pada tiang listrik aliran atas sehingga bisa terdeteksi siapa yang melempar. Sudah puluhan tahun masalah ini tidak pernah selesai,” ujarnya.
Menurut dia, pihak KRL pasti melakukan evaluasi, tetapi implementasinya yang dipertanyakan. Soal keamanan, pemerintah setempat perlu bekerja sama dengan memberdayakan ketua RT dan RW di lingkungan sekitar rel KRL Commuter. Ketua RT dan RW harus bisa mengedukasi warganya karena RT dan RW dibayar oleh pemerintah.
Pihak KRL Commuter, kata Deddy, perlu bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dengan menyebutkan RT dan RW perlu melakukan pengamanan perlindungan di wilayahnya masing-masing. Jika ada pelemparan batu di wilayah tersebut, hal itu menjadi tanggung jawab RT dan RW setempat.
”Sejauh ini, paling pihak KRL lapor ke polisi. Ya, sudah, seperti itu saja. Masalah di hari itu selesai, perencanaan ke depan tidak ada,” ujarnya.
Ia menyebutkan, pelemparan batu tidak hanya menimpa KRL, tetapi juga terjadi di jalan tol. Kejadian tersebut sama bahayanya. Dengan memberdayakan RT dan RW, hal itu bisa diminimalisasi dari tingkat pemerintahan terkecil untuk membina warganya.