Ribuan warga miskin Jakarta belum kunjung mendapat bantuan sosial. Mereka terkendala proses administrasi berbelit dan terbatasnya kuota.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS-Sebagian warga miskin Jakarta masih menanti bantuan sosial, baik dari Pemerintah Pusat melalui Kementerian Sosial maupun dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Meski sudah pernah didaftar sebagai kelompok sasaran, mereka tidak serta merta mendapatkan bantuan sosial karena proses penentuan penerima bantuan harus melalui sejumlah tahapan.
Wiyono (62), warga RT 12 RW 12, Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara, termasuk salah satu warga miskin yang pernah didata sebagai kelompok sasaran penerima bantuan. Namun, namanya belum tercantum dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Untuk bisa tercantum dalam DTKS, masih ada sejumlah tahapan verifikasi data yang harus dilalui.
”Pernah dulu dapat (bantuan) sekali. Sekitar awal pandemi Covid-19 saya dapat Rp 300.000 dari Kementerian Sosial (Kemensos), tapi saya tidak tahu ini jenis bantuan apa. Kalau dapat bansos yang diambil tiap bulan (reguler) tidak pernah. Padahal saya sudah dimintai foto copy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK) untuk pendaftaran bansos,” kata Wiyono, Senin (19/12/2022).
Wiyono tinggal di rumah berukuran 4x3 meter bersama lima orang anggota keluarganya. Selain Wiyono, ada Marwah istrinya yang penyandang difabel, anak dan menantu, serta satu cucunya yang masih balita. Mereka tinggal di bawah kolong Jalan Tol Pelabuhan dengan atap beton jalan tol dan dinding dari tripleks.
Untuk menafkahi keluarganya, sehari-hari ia bekerja sebagai sopir odong-odong. Dalam sehari, pendapatan bersih yang diperolehnya Rp 20.000-Rp 40.000.
Terpisah, Umi (55), warga RT 3 RW 12, Penjaringan, Penjaringan, Jakarta Utara, juga belum pernah mendapat bansos jenis apapun baik dari Kemensos maupun Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Umi merupakan pemulung yang tinggal di kolong Jalan Tol Pelabuhan. Seorang diri ia tinggal di rumah petak berukuran 3x2 meter. Rumah ini berisi satu kasur dan meja makan. Adapun kamar mandi, ia menggunakan toilet dan jamban bersama.
”Saya tidak pernah mendapat bansos. Beberapa bulan lalu sudah pernah didaftarkan oleh pihak Kemensos yang datang ke sini,” jelas perempuan yang sedang pemulihan dari penyakit stroke ini.
Kondisi masyarakat miskin yang belum menerima bansos secara reguler tidak hanya dialami Wiyono dan Umi. Ketua Koalisi Warga Jakarta untuk Keadilan Marlo Sitompul menyebutkan, sekitar 4.700 keluarga miskin dengan KTP Jakarta belum menerima bansos reguler, baik dari Kemensos maupun Pemerintah DKI Jakarta.
Jumlah ini merupakan laporan yang masuk dari 20 kelurahan di kota administrasi Jakarta Barat, Timur, Utara, Selatan, dan Pusat. Selain itu, Koalisi juga menemukan data sebanyak 800 orang lansia yang belum pernah mendapat Kartu Lansia Jakarta (KLJ).
”Mayoritas mereka yang melapor kepada Koalisi sudah terdaftar pada DTKS Kemensos tetapi bertahun-tahun tidak kunjung mendapat bantuan,” tuturnya.
Menurut Marlo, jumlah ini akan lebih banyak jika didata secara menyeluruh di seluruh DKI Jakarta. Laporan yang ia dapatkan, sejauh ini baru dari beberapa kampung dan RW dalam satu kelurahan.
”Masih banyak masyarakat miskin yang tidak mendapat bansos karena masalah administrasi misalnya dengan KTP luar Jakarta atau mereka yang tinggal tetapi tidak ada alamat RT/RWnya. Padahal, bantuan merupakan hak mereka sebagai masyarakat miskin apalagi kenaikan BBM turut menaikkan berbagai macam harga kebutuhan pokok,” imbuhnya.
Seperti diketahui, Kementerian Sosial (Kemensos) memiliki berbagai bansos yang diberikan secara reguler. Di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Rehabilitasi Sosial Bagi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), hingga Kelompok Usaha Bersama (KUBe).
Di luar bantuan sosial yang sifatnya reguler, pemerintah pusat juga memberikan Bantuan Langsung Tunai (BLT) pada momen tertentu. Bantuan ini untuk merespons kebijakan tertentu, salah satunya kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Sementara itu, Pemerintah DKI Jakarta memiliki program bansos reguler seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu Lansia Jakarta (KLJ), hingga Kartu Penyandang Disabilitas Jakarta (KPDJ). Anggaran bansos ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta.
Verifikasi
Pada laman dtks.jakarta.go.id, Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang tertera pada KTP dan KK Wiyono dan Umi terdaftar pada Agustus 2022. Keduanya telah melalui tahap pendaftaran daring dan pengolahan data. Selanjutnya mereka harus melalui tahap musyawarah kelurahan.
Ketua Sub Bagian Tata Usaha Pusat Data dan Informasi Jaminan Sosial Dinas Sosial DKI Jakarta M Yusuf Gemasih menjelaskan, untuk mendapatkan bansos baik dari Kemensos dan Pemprov DKI, warga miskin harus terdata pada DTKS Kemensos. Tahapannya yaitu melalui pendaftaran DTKS, verifikasi pada Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG), hingga data warga masuk pada DTKS.
Masyarakat mengusulkan data mereka melalui pendaftaran DTKS. Kemudian Dinsos akan melakukan serangkaian pengolahan data, pemadanan data dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Badan Pendapatan Daerah, hingga musyawarah kelurahan. Dinsos kemudian memasukkan data warga miskin yang telah diproses pada aplikasi SIKS-NG yang selanjutnya akan diverifikasi dan validasi oleh Kemensos.
”Tahap pendaftaran hingga masuk ke DTKS Kemensos memerlukan waktu tiga hingga empat bulan. Bisa jadi masyarakat miskin yang lebih membutuhkan bantuan belum dapat karena masih melalui proses pendaftaran di DTKS,” tutur Yusuf, Selasa (20/12/2022).
Meski pada akhirnya nama warga miskin sudah terdaftar dalam DTKS, menurut Yusuf, tidak semua akan mendapatkan bansos. Hal ini disesuaikan dengan kuota dan anggaran yang disediakan pemerintah.
Ia mencontohkan, jumlah orang lansia di Jakarta yang tercatat di DTKS ada sekitar 300.000 orang, sedangkan kuota Kartu Lansia Jakarta (KLJ) hanya 100.000 orang. Artinya, hanya satu per tiga lansia yang bisa mendapatkan KLJ.
”Berdasarkan Rencana Strategis DKI Jakarta, setiap tahun kuota bansos seperti KJP, KLJ, dan KPDJ akan ditambah. Setiap akhir tahun kita akan mendata warga miskin yang berhak mendapat bansos, agar bisa masuk kuota dan anggaran tahun depan dengan catatan sudah masuk datanya di DTKS,” imbuhnya.
Staf Khusus Menteri Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Program Kementerian Sosial, Suhadi Lili menjelaskan, saat ini terdapat 150 juta penduduk Indonesia yang masuk pada DTKS. Jumlah ini merupakan warga yang saat ini miskin dan mereka yang sebelumnya miskin.
”DTKS Kemensos merupakan database untuk memvalidasi, memverifikasi, dan menetapkan warga yang berhak mendapatkan bansos. Ada mekanisme penyanggahan yang bisa dilakukan oleh warga dalam satu kelurahan jika seseorang tidak pantas mendapatkan bansos. Orang-orang seperti ini datanya bisa dihapus agar tidak mendapat bantuan, tetapi tidak bisa dikeluarkan dari DTKS,” jelasnya.
Ia menambahkan, orang-orang yang mendapat bansos merupakan mereka yang masuk kategori miskin. Adapun kesalahan penyertaan seperti orang yang seharusnya dapat bantuan tetapi tidak dapat dan sebaliknya terjadi karena beberapa faktor. Faktor tersebut bisa terjadi karena masalah administrasi seperti tidak punya dokumen kependudukan hingga distorsi kepentingan di tingkat daerah ketika memverifikasi penerima bantuan.