Ganti Slogan Jakarta, Heru Budi Didorong Tunjukkan Kinerja lewat Karya Nyata
Pemprov DKI Jakarta meluncurkan slogan baru, yaitu ”Sukses Jakarta untuk Indonesia”. Pengamat mengkritisi sebaiknya Penjabat Gubernur Heru Budi melakukan kerja nyata daripada mengurusi slogan yang tidak mendesak.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara yang ditetapkan pada awal 2022 menjadi aba-aba bagi Jakarta untuk bersiap tidak lagi menjadi ibu kota Indonesia. Dalam dua tahun ke depan, Jakarta menjalankan kegiatan dan program sesuai dengan Rencana Pembangunan Daerah 2023-2026. Selain itu, Jakarta bergerak melepas status ibu kota negara yang dimulai dengan menyusun slogan baru, ”Sukses Jakarta untuk Indonesia”.
”Hal ini untuk mendukung, sekaligus mengajak masyarakat Jakarta untuk bersinergi mengantarkan Ibu Kota dari Jakarta ke Nusantara, serta sebagai bagian dari pelaksanaan program RPD,” tutur Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Komunikasi, Informatika, dan Statistik DKI Jakarta Raides Aryanto melalui keterangan tertulis, Senin (12/12/2022).
Namun, slogan baru yang dibeberkan Raides itu memunculkan aneka perspektif. Ada yang mendukung, ada pula yang meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji ulang slogan itu.
Gembong Warsono, anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta, menyatakan, slogan baru itu ia nilai mantap. ”Mantap. Artinya, Jakarta dijadikan fondasi untuk sukses Indonesia, bahwa tumpuan kesuksesan republik ini tertumpu pada Jakarta sebagai ibu kota negara saat ini,” kata Gembong.
Dengan kata lain, menurut Gembong, suksesnya pembangunan di Jakarta diharapkan juga terjadi di ibu kota negara yang baru, juga di Indonesia.
Gembong mengingatkan, sebagai ibu kota negara, Jakarta menjadi pusat segalanya. Segala sumber daya manusia dan sumber-sumber lain ada di sini. ”Artinya, kalau kita memaksimalkan sumber yang ada di Jakarta, saya yakin potensi Jakarta akan jauh lebih baik dibandingkan dengan provinsi lain,” katanya.
Gembong menilai alasan itulah yang dipergunakan Penjabat Heru Budi mengambil slogan ”Sukses Jakarta untuk Indonesia”. ”Tujuannya untuk memotivasi, memompa semangat kepada warga Ibu kota, seluruh pemangku kepentingan Jakarta agar kualitas Jakarta jauh lebih baik dibanding provinsi lain sebagai fondasi kesuksesan republik ini,” ungkapnya.
Berbeda dengan Gembong, anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Dedi Supriadi, mengkritisi pergantian slogan itu. Menurut Dedi yang juga anggota Fraksi PKS itu, slogan baru boleh-boleh saja. Akan tetapi, ujarnya, sebaiknya slogan tersebut yang mudah dipahami oleh seluruh elemen.
”Slogan seharusnya mudah ditangkap, dimengerti. Lalu, kalau diganti visinya apa, mesti diterangkan juga,” kata Dedi.
Sebelumnya, pada era pemerintahan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, saat ia berkampanye untuk Pilkada 2017 dan kemudian terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, keduanya mengusung kalimat ”Maju Kotanya, Bahagia Warganya”. Kalimat yang menjadi tagline Anies itu kemudian diwujudkan ke dalam program pembangunan Jakarta.
Pada perjalanan pemerintahannya, Anies kemudian meluncurkan branding atau penjenamaan Jakarta sebagai Kota Kolaborasi. Tepatnya, pada 2020.
Dalam situs resmi plus.jakarta.go.id nama yang diwujudkan dalam logo +Jakarta itu dimaksudkan sebagai upaya menciptakan sebuah semangat persatuan untuk menuju sebuah kota yang kuat melalui kolaborasi. Bersama-sama menciptakan perubahan, inovasi, dan menorehkan sejarah baru bagi Jakarta.
”Kalau Jakarta Kota Kolaborasi, mudah ya dipahaminya oleh seluruh elemen, stakeholders, dari warganya, kemudian birokrasinya, perwakilan rakyatnya, pihak swasta yang ada di Jakarta. Berkolaborasi untuk kepentingan Jakarta,” kata Dedi.
Untuk slogan baru yang bertajuk ”Sukses Jakarta untuk Indonesia”, menurut Dedi, kurang bisa diingat dan kurang menarik. ”Ya, kurang mudah dipahami karena pada dasarnya seluruh wilayah Indonesia ini adalah untuk Indonesia dari zaman Indonesia merdeka. Sebaiknya slogan ini ditinjau ulang,” katanya mengkritisi.
Karena jabatan Heru Budi hanya dua tahun, saya rasa sebaiknya yang dikerjakan yang penting-penting saja, yang nyata.
Tentang semangat kolaborasi itu, Raides turut menjelaskan, dalam pelaksanaan RPD 2023-2026, Pemprov DKI Jakarta masih akan melanjutkan semangat kolaborasi yang sudah terbangun di Jakarta. Utamanya untuk bersama-sama membangun kota, dalam menyelesaikan sejumlah isu strategis dengan berbagai program.
Dijelaskan Raides, semangat itu termuat dalam RPD di mana Pemprov DKI Jakarta mengusung konsep ”Jakarta: Kota untuk Semua”. RPD ini akan membawa Jakarta sebagai kota yang mempromosikan inklusivitas, di mana semua warga dapat merasakan manfaat dan mempunyai hak yang sama untuk tinggal di kota guna meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidupnya serta berpartisipasi langsung dalam pembangunan yang berkelanjutan.
Sementara sejumlah program untuk isu strategis, dijelaskan Raides, di antaranya program Ketahanan terhadap Bencana; Pemerintahan Dinamis dan Transformasi Layanan Publik; Ketahanan Ekonomi Inklusif; Kota Berkelanjutan Berbasis Digital dan Komunitas; Manusia Sehat, Berdaya Saing Setara; serta Pemerataan Pembangunan. Diungkapkan Raides juga, untuk logo +Jakarta atau PlusJakarta tidak akan hilang dan bersanding dengan slogan baru Pemprov Jakarta.
Pengamat kebijakan publik dari Universitas Tri Sakti, Trubus Rahadiansyah, menilai, justru slogan baru itu lebih banyak kepentingan politik, tidak substansial, tidak ada urgensinya. Justru, menurut Trubus, yang paling mendesak dan yang dituntut sebenarnya mempersiapkan Jakarta pasca-IKN.
”Karena jabatan Heru Budi hanya dua tahun, saya rasa sebaiknya yang dikerjakan yang penting-penting saja, yang nyata,” kata Trubus.
Ia menyebutkan, pekerjaan yang nyata itu, misalnya, menciptakan lapangan pekerjaan di DKI Jakarta, juga menstabilkan harga-harga pangan supaya terjangkau dengan mengadakan operasi pasar.
”Jadi, lebih baik Heru Budi mengerjakan yang konkret dan dibutuhkan masyarakat, yang bersifat jangka pendek mengingat masa jabatannya. Kalau itu (ubah slogan), itu jangka panjang. Nanti kalau pemimpinnya ganti, diubah lagi, ini jadi tradisi tidak baik, istilahnya tradisi balas dendam,” kata Trubus.