Warga Resah Dengar Kabar Perajin Tahu Kembali Mogok Produksi
Terhitung tiga tahun terakhir, harga kedelai impor naik sebesar 100 persen dari Rp 7.000 menjadi sekitar Rp 14.000. Kenaikan harga tersebut menimbulkan gejolak, baik bagi para perajin maupun konsumen olahan kedelai.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS — Kenaikan harga kedelai impor membuat sejumlah perajin tahu di Bogor, Jawa Barat, akan berhenti sementara atau mogok berproduksi sebagai bentuk protes. Warga pun resah terhadap rencana aksi mogok perajin tahu tersebut karena akan membuat mereka kesulitan mendapatkan tahu.
Deni Supriadi (38), warga Kelurahan Panaragan, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, khawatir jika perajin tahu dan tempe mogok serentak. Hal itu karena setiap hari Deni beserta keluarganya mengonsumsi tahu dan tempe.
”Enggak kebayang kalau dalam satu hari itu enggak ada tahu atau tempe. Bingung mau makan apa lagi. Itu sudah lauk yang paling murah menurut saya,” ujar Deni.
Selain itu, Cecep Nurjaman (55), warga Kelurahan Cibogor, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, mengatakan, tahu dan tempe adalah makanan favorit keluarganya. Bagi dia, tanpa tahu dan tempe, makan terasa tidak lengkap.
”Agak tidak mungkin kalau sampai tempe-tahu enggak ada di pasar karena di sini banyak perajinnya. Tapi, kalau sampai hal itu terjadi, tidak tahu lagi mau bagaimana,” kata Cecep.
Sebelumnya, Kepala Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Sutaryo mengatakan, pada tanggal 5-6 Desember akan ada aksi mogok dari Sedulur Pengrajin Tahu Indonesia (SPTI). Melalui aksi tersebut, para perajin tahu hendak memberi tahu masyarakat bahwa ada kenaikan harga.
Aristia (54), perajin tahu di Kelurahan Pasir Jaya, Kecamatan Bogor Baru, Kota Bogor, Sabtu (3/12/2022), mengatakan, mogok produksi menjadi bagian dari solidaritas para perajin tahu yang semakin terpuruk akibat kenaikan harga kedelai. Selama ini, ia selalu terlibat dalam aksi tersebut karena merasa jadi satu bagian dari mereka.
Pokoknya kalau pabrik tahu besar pada mogok, biasanya para perajin tahu rumahan ikutan mogok karena kalau tetap produksi biasanya nanti tahunya dirusak.
”Pokoknya kalau pabrik tahu besar pada mogok, biasanya para perajin tahu rumahan ikutan mogok karena kalau tetap produksi biasanya nanti tahunya dirusak,” katanya.
Dalam sehari, Aristia mampu memproduksi 2,5 kuintal tahu atau setara 200 papan ukuran 42 sentimeter x 42 sentimeter. Satu papan tersebut biasanya berisi 64 potong tahu, yang ukurannya bervariasi. Aristia menjual tahu dalam bentuk satu kotak utuh atau belum terpotong.
Selain dijual di pasar, tak jarang sejumlah pedagang juga menyambangi rumah Aristia untuk membeli tahu. Meski harga tahu mengalami kenaikan dari Rp 22.000 menjadi Rp 24.000, Aristia masih memiliki sejumlah pelanggan tetap.
”Namanya pembeli pasti protes kalau harganya naik. Saya paling kasih tahu mereka harganya naik karena harga kedelai juga naik. Kalau tidak dinaikkan, setiap hari saya nombok ratusan ribu rupiah,” lanjutnya.
Aristia menambahkan, selama masih ada stok kedelai dan ada pelanggan, ia akan tetap berjualan tahu. Menurut dia, sudah ada beberapa perajin yang gulung tikar di wilayah tempat tinggalnya. Hal itu karena para perajin tidak mampu menahan gejolak kenaikan harga kedelai.
Arifin (48), perajin tahu di Kelurahan Panaragan, Kecamatan Bogor Barat, Bogor, juga mendengar kabar itu. Kendati demikian, ia tidak terpengaruh karena selama ini memiliki pelanggan tetap.
ia menambahkan, para pelanggan tetapnya merupakan pedagang gorengan keliling. Adanya pelanggan tetap membuat Arifin tidak terpengaruh dengan adanya mogok dari para perajin tahu lain.
”Untungnya para pembeli paham. Jadi, waktu lagi ada mogok, saya tetap bikin saja. Kalau saya tidak bikin, pedagang-pedagang itu mau jualan apa,” kata Arifin.
Sebelumnya, ia telah menaikkan harga tahu produksinya. Tahu buatannya kini dijual seharga Rp 56.000 per papan dari sebelumnya Rp 40.000 per papan berisi 150 tahu.
”Saya cuma bisa mengikuti saja. Soalnya, tidak ada pilihan selain menjadi perajin tahu,” ujarnya.
Dalam satu hari, Arifin biasa membuat tahu sebanyak 30 kilogram. Perajin tahu yang sudah menjalankan usaha lebih dari 20 tahun itu juga mengatakan, kenaikan harga kedelai tidak membuatnya mengurangi ukuran tahu. Ia lebih memilih untuk menaikkan harganya.