Harga Kedelai Terus Naik, Perajin Tempe dan Tahu Perkecil Ukuran
Meski telah menyiasati kenaikan harga kedelai, pendapatan sejumlah perajin tempe tahu di Jakarta tetap turun. Pemerintah diminta tentukan harga pasti kedelai.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Warkun (58), perajin tahu, tengah menyiapkan api untuk proses merebus kedelai yang akan diproduksi menjadi tahu di rumahnya, Kelurahan Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Jumat (2/12/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Harga kedelai impor yang menjadi bahan baku utama produksi tahu dan tempe, makanan favorit rakyat Indonesia, telah naik hingga 100 persen selama tiga tahun terakhir. Perajin tahu dan tempe di Jakarta terpaksa menyiasatinya dengan memperkecil ukuran dan menaikkan harga jual agar usahanya tidak bangkrut.
Kepala Pusat Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Puskopti) DKI Jakarta Sutaryo mengatakan, harga kedelai tahun 2019 dijual Rp 7.000 per kilogram (kg) kini menjadi Rp 14.000 per kg. Untuk menekan kenaikan harga tersebut, lanjut Sutaryo, pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 1.000 per kg.
”Kenaikan harga tersebut dipengaruhi empat hal, yakni kurs rupiah terhadap dollar AS, ongkos angkut dari importir (Amerika Serikat), tutup bursa, dan berbagai gejolak isu di dunia, misalnya perang antara Ukraina-Rusia,” kata Sutaryo di Jakarta, Jumat (2/12/2022).
Sutaryo menambahkan, kedelai impor cenderung dipilih karena kualitasnya lebih baik daripada kedelai lokal. Selain itu, harga kedelai lokal juga tidak mampu bersaing dengan kedelai impor yang lebih murah.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Dedi (24) ikut menaikkan harga gorengan dagangannya setelah harga tahu tempe naik. Kini, harga empat tahu dibandrolnya Rp 5.000. Ia berjualan di Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, Jumat (2/12/2022).
Berdasarkan data yang dihimpun dari Puskopin, ada sedikitnya 4.000 perajin tempe dan tahu di Jakarta, yang 80 persen di antaranya adalah perajin tempe. Menurut Sutaryo, perajin tahu dan tempe pun menyiasati kenaikan harga kedelai dengan memperkecil ukuran produksi dan menaikkan harganya.
”Pada 5-6 Desember nanti rencananya akan ada aksi mogok dari Sedulur Perajin Tahu Indonesia (SPTI). Aksi tersebut untuk memberitahu kepada masyarakat bahwa ada kenaikan harga tahu dari Rp 50.000 per kotak menjadi Rp 55.000 per kotak,” ujar Sutaryo.
Terkait hal itu, Warkun (58), perajin tahu di Kelurahan Tegal Parang, Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, mengatakan, siasatnya menghadapi kenaikan harga adalah memproduksi tahu dengan ukuran lebih tipis. Meski ia dan para perajin lainnya mendapatkan subsidi kedelai dari koperasi, pendapatan Warkun terus menurun.
Sebelum harga kedelai naik, ukuran tempe yang harganya Rp 4.000 itu 20 cm. Sekarang, jadi Rp 4.500 dengan ukuran 15 cm. Kadang itu juga masih nombok.
”Saya bikin tahu lebih tipis sekitar 0,5 sentimeter (cm) sampai 1 cm,” ujar Warkun. Laba Warkun pun terus tergerus dari Rp 80.000 per kuintal pada awal tahun 2022 menjadi Rp 20.000 per kuintal saat ini.
Warkun mampu memproduksi 5 kuintal tahu setiap hari. Dengan demikian, keuntungan Warkun dari memproduksi tahu adalah Rp 100.000 per hari.
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
Para perajin tempe membeli kedelai dari Gudang Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Kopti), Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, Jumat (2/12/2022).
Kartubi (50), perajin tempe di kompleks Permukiman Industri Kecil Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti), Kelurahan Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, mengatakan, dia juga terpaksa memperkecil ukuran tempe dan menaikkan harga jualnya agar tidak merugi.
”Sebelum harga kedelai naik, ukuran tempe yang harganya Rp 4.000 itu 20 cm. Sekarang, harganya jadi Rp 4.500 dengan ukuran 15 cm," kata dia.
Dalam satu hari, Kartubi mampu memproduksi tempe 60 kg. Tempe buatannya itu ia jajakan sendiri ke Pasar Pesing, Jakarta Barat.
”Selain jual tempe, saya juga jual tahu, kerupuk, oncom, dan daun pisang biar ada pendapatan lain. Kalau cuma dari tempe, kurang. Biasanya kalau habis semua dagangan itu, saya untung sekitar Rp 150.000,” lanjut Kartubi.
Perajin tempe lainnya, Rusman (41), malah sudah pesimistis terhadap keseriusan pemerintah mengendalikan harga kedelai. ”Sudah banyak yang datang ke sini bertanya soal kenaikan harga kedelai. Tapi, hasilnya tidak berubah. Harga kedelai tetap naik,” katanya.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Pekerja menuang kedelai yang telah direbus untuk diolah menjadi tempe di Desa Sinduadi, Mlati, Sleman, DI Yogyakarta, Jumat (18/2/2022). Kenaikan harga bahan baku kedelai memaksa industri tersebut memperkecil ukuran tempe yang mereka buat agar tidak merugi. Harga kedelai yang dipasok ke tempat itu saat ini berkisar Rp 11.500 per kilogram. Akhir Januari 2022 lalu harga bahan baku kedelai masih berkisar Rp 10.500 per kilogram. Dalam sehari industri tersebut mengolah sekitar tiga kuintal kedelai untuk dibuat menjadi tempe.
Dampak dari kenaikan harga tersebut juga dirasakan Dedi (25), pedagang gorengan di Kalibata, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, yang turut menaikkan harga.
”Dari harga Rp 1.000 per satuan sekarang jadi Rp 5.000 dapat empat. Banyak pembeli yang komplain,” katanya.
Dalam satu tahun ini, Dedi mengalami tiga kali kenaikan harga tahu. Terakhir kali pada November lalu ketika harga tahu naik dari Rp 35.000 per bungkus menjadi Rp 42.000 per bungkus yang berisi 80 tahu.
”Harganya naik bukannya ukurannya jadi besar, tapi yang ada makin tipis,” tutur Dedi.
Jaminan pemerintah
Pengawas Puskopti DKI Jakarta, Handoko, mengatakan, pemerintah pusat perlu menjamin kestabilan harga kedelai, baik melalui Perum Bulog maupun Badan Pangan Nasional. Bantuan subsidi sejumlah Rp 1.000 itu, lanjut Handoko, akan berakhir pada Desember 2022.
”Tahun 2023, pemerintah harus bergerak agar para perajin tempe tahu tidak menjerit. Sudah bagus, adanya subsidi ini membantu para perajin terbebas dari tengkulak. Sekarang tinggal bagaimana penetapan harga dari importir itu bisa stabil,” katanya.