Kampung Susun Ibu Kota dan Konsistensi Kebijakan
Relokasi warga Kampung Susun Bayam seharusnya tak menuai polemik. Jakarta sudah punya laboratorium model pembiayaan hunian murah bagi warga tergusur dan tak mampu seperti di Kampung Susun Akuarium.
Relokasi warga Kampung Susun Bayam seharusnya tak menuai polemik. Jakarta sudah punya laboratorium model pembiayaan hunian murah bagi warga tergusur dan tak mampu. Butuh keberpihakan untuk kembali menengok kisah sukses Kampung Susun Akuarium.
Selasa (29/11/2022) sore, sebagian warga asyik bercengkrama di koridor lantai dua Blok D, Kampung Susun Akuarium. Koridor lantai dua itu cukup luas dengan lebar sekitar empat meter.
Lorong tersebut merupakan ruang warga berkumpul atau bercengkrama alias ruang bersosialisasi. Keberadaan lorong yang cukup luas itu pula jadi pembeda karakter Kampung Susun Akuarium dengan hunian-hunian vertikal lain di Ibu Kota.
Di bagian dalam sejumlah unit hunian warga bertipe 36 itu, ada ruang tamu, dapur, satu kamar tidur, toilet, dan balkon. Sirkulasi udara di dalamnya lancar sehingga hunian warga yang dipenuhi beragam perabotan rumah tangga itu terasa sejuk.
Warga Kampung Susun Akuarium pun tertib menjaga kebersihan hunian mereka. Tak ada satu warga yang masuk ke area kampung susun menggunakan alas kaki, termasuk anak-anak kecil berusia di bawah 10 tahun. Mereka bermain di area kampung susun tanpa mengenakan alas kaki. Sebagian lagi kerap berkejar-kejaran sembari menenteng sandal masing-masing.
Kondisi hunian yang aman, nyaman, serta memiliki ruang interaksi yang luas antara sesama penghuni merupakan mimpi banyak orang di Ibu Kota. Apalagi hunian itu, bisa dimiliki dengan harga terjangkau.
Skema pembiayaan
Kampung Susun Akuarium dengan segala keunikannya merupakan contoh nyata keberpihakan pengambil kebijakan dalam membangun hunian bagi warga dengan kemampuan ekonomi rendah. Tak ada yang menyangka, warga yang pernah digusur Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2017 itu, akhirnya memiliki hunian vertikal dengan hanya membayar Rp 34.000 per bulan.
Warga Kampung Akuarium mulai menempati kampung susun tersebut sejak 1 September 2021. Pengelolaannya dilakukan oleh koperasi atau pengelolaan oleh warga dan untuk warga.
"Kami menjaga, merawat, dan mengelola kampung susun ini bersama-sama. Ini yang membedakan kampung susun dengan rumah susun di DKI Jakarta," kata Topas Juanda, Ketua RT 012, RW 004, Penjaringan, Jakarta Utara, Selasa (29/11/2022) sore.
Proses warga untuk mulai menempati Kampung Susun Akuarium pada September 2021 tak menuai polemik. Saat itu, ada 103 keluarga yang sebelumnya menempati hunian sementara langsung direlokasi ke kampung susun tanpa terlebih dahulu membicarakan skema pembiayaan kampung susun.
Baca Juga: Jalan Berliku Warga Kampung Bayam Gapai Hunian Susun
Jadi, Rp 216 juta itu kami patungan untuk mengontrak bangunan dua blok kampung susun selama lima tahun.
Usai warga menempati dua blok kampung susun yang terbangun, warga melalui koperasi mulai mengumpulkan uang sebesar Rp 216 juta untuk menyewa dua blok bangunan Kampung Susun Akuarium ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam jangka waktu lima tahun.
Saat itu, masing-masing warga menyerahkan uang sekitar Rp 2,3 juta untuk menghuni kampung susun selama lima tahun atau jumlah biaya yang dikeluarkan tiap keluarga, yakni Rp 34.000 per unit setiap bulan.
"Jadi, Rp 216 juta itu kami patungan untuk mengontrak bangunan dua blok kampung susun selama lima tahun. Di sini, rencananya nanti ada lima blok untuk 240 keluarga. Tetapi, yang sudah terbangun dan telah ditempati warga baru dua blok, yaitu Blok B dan Blok D," kata Topas.
Topas menambahkan, di Kampung Susun Akuarium, untuk mengelola dan merawat kampung susun, warga setiap bulan membayar ke koperasi sebesar Rp 170.000. Dari jumlah tersebut, Rp 70.000 digunakan untuk keperluan kebersihan, keamanan, dan sisanya sebesar Rp 100.000 disimpan di koperasi.
Polemik Kampung Bayam
Impian warga memiliki hunian dengan biaya terjangkau ini pula yang masih diperjuangkan warga Kampung Susun Bayam. Warga di Kampung Bayam pada 2019, digusur Pemrov DKI untuk membangun megaproyek Stadion Internasional Jakarta (JIS).
Usai digusur, warga mendapat uang kerahiman. Mereka juga dijanjikan oleh Pemprov DKI agar hunian mereka yang tergusur itu kembali dibangun. Janji itu perlahan dituruti pemerintah daerah.
Hasilnya, pada 12 Oktober 2022, Kampung Susun Bayam, yang berdiri berdampingan dengan JIS diresmikan Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Namun, janji pemerintah untuk segera merelokasi warga usai Kampung Susun Bayam diresmikan kini menimbulkan polemik.
PT Jakarta Propertindo atau Jakpro selaku salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemprov DKI Jakarta mematok tarif sewa. Kisaran biaya sewa bagi warga, yakni sebesar Rp 600.000 sampai Rp 700.000. Tarif sewa itu mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 55 Tahun 2018 tentang Penyesuaian Tarif Retribusi Pelayanan Perumahan.
Baca Juga: Tiga Tahun Warga Terkatung-katung Menanti Direlokasi ke Kampung Susun Bayam
Harga sewa per unit tersebut ditentang sebagian warga. Mereka menilai tarif yang dipatok Jakpro memberatkan lantaran kehidupan ekonomi warga jauh dari mampu.
Akibatnya, hingga saat ini, warga yang awalnya dijanjikan segera menempati Kampung Susun Bayam pada 20 November 2022, belum jelas nasib mereka. Sebagian dari mereka bahkan menginap di depan JIS dan terus menagih janji Jakpro dan Pemprov DKI.
Skema serupa
Menyikapi polemik di Kampung Susun Bayam, Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja mengatakan, pembangunan Kampung Susun Bayam sama seperti pembangunan Kampung Susun Akuarium, Kampung Susun Kunir, dan Kampung Susun Bukit Duri yang melibatkan pihak ketiga. Dengan demikian, pengelolaan Kampung Susun Bayam seharusnya bisa memakai skema yang serupa dengan pengelolaan kampung susun lainnya.
"Tidak ada alasan bagi Jakpro maupun Pemprov untuk menunda masuknya calon penghuni dan tidak ada preseden pengenaan biaya sewa sampai Rp 1,5 juta per bulan," kata Elisa.
Jakpro sebagai BUMD justru memungkinkan transisi yang lebih cepat ketimbang pengembang swasta. Namun, Elisa melihat peran dan kontrol Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Provinsi DKI Jakarta dalam pembangunan Kampung Susun Bayam tidak sekuat tiga kampung lainnya. Tak pelak sepertinya masih ada persoalan yang belum tuntas.
Elisa bertolak dari peresmian Kampung Susun Akuarium pada 17 Agustus 2021. Saat itu, pengurus koperasi sempat beradu argumen dengan Pemprov DKI lantaran warga tidak diizinkan masuk. Namun, pada akhirnya tercapai kesepakatan secara lisan bahwa warga bisa masuk secara bertahap sesuai dengan kesiapan unit.
"Hari kedua setelah peresmian warga langsung pindah ke unit. Bangunan dikuasai dan dikelola oleh koperasi yang statusnya menyewa selama 5 tahun pengelolaan barang milik daerah," katanya.
Koperasi memiliki diversifikasi usaha makanan dan cucian sehingga sanggup menyewa Kampung Susun Akuarium. Adapun waktu sewa selama 5 tahun itu untuk melengkapi syarat hibah dari pemerintah.
Baca Juga: Jejaring Warga Menata Kampung Kumuh Jakarta
Kampung-kampung lain juga bisa sebetulnya. Cuma, selama ini warga tidak dipercaya
Hal senada diutarakan pengajar pada Departemen Arsitektur Universitas Indonesia, Herlily. Persoalan di Kampung Susun Bayam tak sekadar persoalan biaya. Ada hal lain yang luput dari perhatian Jakpro sejak awal, yakni membina warga untuk berkoperasi.
Skema pengelolaan di Kampung Bayam sebenarnya bisa mengadopsi model pengelolaan Kampung Susun Akuarium. Namun, Jakpro diminta untuk terbuka bekerja sama dengan pihak lain.
"Bisa diadopsi, selagi mau terbuka. Cash flow (Jakpro) mungkin terganggu, tetapi tidak merugi. Namun, harus ada pembinaan, agar warga berdaya. Dan kalau mau membina, ya, membina dengan benar. Tetapi, kalau tidak punya kapasitas untuk itu, terbuka untuk bekerja sama dengan pihak lain," ucap Herlily.
Proses pembinaan tersebut bagian dari cita-cita memberdayakan warga yang tinggal di berbagai kampung di Ibu Kota. Contoh pemberdayaan yang dinilai sukses, sejatinya mulai terlihat hasilnya di Kampung Susun Akuarium hingga Kampung Susun Kunir.
"Kampung-kampung lain juga bisa sebetulnya. Cuma, selama ini warga tidak dipercaya," kata Herlily.