Pedagang Kaki Lima Masih Marak Mengokupasi Trotoar
Trotoar seharusnya menjadi hak bagi pejalan kaki. Namun, trotoar masih dimanfaatkan oleh para pedagang untuk berjualan.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Trotoar, yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki, masih marak ditempati oleh sejumlah pedagang kaki lima atau PKL di DKI Jakarta. Mereka tetap berjualan kendati telah beberapa kali ditertibkan oleh petugas keamanan.
Pantauan di trotoar di Jalan KH Mas Mansyur, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (22/11/2022), terlihat para pedagang berjualan. Mereka menempati tepi jalan ataupun di badan trotoar yang lebarnya sekitar 1,5 meter itu.
Lutfi (21), pedagang aneka minuman, mengatakan, ia terpaksa menggunakan trotoar karena tidak ada tempat lagi untuk berdagang. Sebelumnya, lapak tersebut telah berpindah mulai dari dalam Stasiun Tanah Abang hingga kini berada di trotoar.
”Bandel-bandelan sama petugas keamanan. Biasanya, kalau razia pagi, tutup dulu. Setelah razia, baru jualan lagi,” katanya.
Selama pengamatan selama kurang lebih satu jam di lokasi, trotoar tersebut hanya bisa dilalui oleh para pejalan kaki hanya dari satu arah. Lutfi menambahkan, pada saat jam sibuk, terjadi antrean pejalan kaki, baik yang hendak menuju stasiun maupun keluar dari stasiun.
Terkait penertiban oleh petugas satuan polisi pamong praja (satpol PP), intensitas razia di wilayah itu rendah. Lutfi menambahkan, razia oleh petugas satpol PP tidak dilakukan secara rutin.
Okupasi pedagang juga terlihat di Jalan KH Abdullah Syafei, Tebet, Jakarta Selatan. Trotoar yang lebarnya sekitar 1 meter itu penuh ditempati pedagang sehingga pejalan kaki sama sekali tak bisa lewat. Terlihat beberapa pejalan kaki terpaksa berjalan di ruas jalan kendaraan akibat kondisi itu.
Romli (32), pedagang bergerobak dorong yang baru satu bulan berjualan di sana, mengatakan, selama ini tidak pernah ada razia. ”Lumayan ramai di sini. Paling banyak pembelinya dari dalam stasiun,” kata pedagang yang dalam sehari bisa mendapat omzet Rp 500.000 itu.
Selain terokupasi oleh pedagang, trotoar di sejumlah wilayah juga tidak layak bagi pejalan kaki, misalnya di kawasan Jalan Raya Duri Kosambi, Jakarta Barat. Trotoar dengan lebar kurang dari 1 meter itu terhalang oleh pohon dan beberapa tiang kecil.
Dalam Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 02/SE/M/2018, lebar trotoar bagi pejalan kaki sebaiknya 1,5 meter atau minimal 0,75 meter. Adapun Undang-Undang (UU) Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan dan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebut bahwa trotoar merupakan hak pejalan kaki sehingga tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain.
Sementara itu, Brahmantya (25), pejalan kaki yang ditemui di Kecamatan Tanah Abang, menyampaikan tidak semua trotoar di Jakarta ramah bagi para pejalan kaki. Ia turut menyayangkan adanya okupasi trotoar oleh PKL.
Di beberapa tempat, Brahmantya terpaksa berjalan di luar trotoar karena adanya pedagang. ”Mau tidak mau lewat jalan besar. Tahu sendiri sepeda motor dan mobil kadang kalau lewat juga enggak beraturan,” katanya.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta Arifin mengatakan, patroli rutin digelar di sejumlah titik dan frekuensinya tergantung dari kebijakan tiap-tiap wilayah. Secara khusus, patroli pada malam hari turut melibatkan TNI dan Polri atau disebut juga Patroli Cipta Kondisi.
”Selain Patroli, petugas satpol PP juga menggunakan pengawasan di titik tertentu dengan pola ploting anggota atau penempatan personel untuk penjagaan dengan waktu tertentu,” katanya saat dihubungi dari Jakarta.
Pola penindakan secara humanis terus dilakukan, baik dalam bentuk pembinaan maupun edukasi kepada para pedagang.
Arifin menambahkan, secara umum, para pedagang yang sudah pernah dikenai sanksi atau ditertibkan oleh petugas satpol PP memang terlihat tidak jera dan cenderung seperti ”kucing-kucingan” dengan petugas. Hal itu karena para pedagang selalu mencari celah demi memenuhi kebutuhan hidupnya.
Menurut dia, penyelesaian masalah PKL perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan di setiap daerah dengan tetap mengawasi dan menindak PKL yang melanggar peraturan. Adapun penegakan aturan dan penindakan dilaksanakan sesuai ketentuan tentang ketertiban umum.
”Pola penindakan secara humanis terus dilakukan, baik dalam bentuk pembinaan maupun edukasi kepada para pedagang. Selain PKL melanggar aturan, mereka juga mengganggu kepentingan masyarakat lain,” ujar Arifin.
Dia menambahkan, program relokasi juga tetap didorong bersama pemprov dan komponen masyarakat lainnya agar terwujud ketertiban umum di Jakarta.
Dikutip dari Kompas.id, (19/2/2022), PKL menjadi opsi bagi masyarakat untuk mencari rezeki sekaligus penyedia barang konsumsi yang murah bagi warga perkotaan kelas bawah. Sebaliknya, PKL juga menjadi salah satu indikasi kegagalan penataan perkotaan.