Planetarium dan Observatorium Jakarta belum juga dibuka untuk umum walau TIM selesai direvitalisasi. Fasilitas itu diharapkan terus eksis sebagai tempat pendidikan publik, bukan sebatas tempat wisata.
Oleh
ERIKA KURNIA, HELENA FRANSISCA NABABAN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Planetarium dan Observatorium Jakarta belum juga dibuka meski Taman Ismail Marzuki di Menteng, Jakarta Pusat, sudah selesai direvitalisasi. Warga yang berdatangan ke sana terpaksa kecewa karena belum dapat menuntaskan rindu menikmati kembali salah satu daya tarik utama Taman Ismail Marzuki di masa lalu itu.
Minggu (6/11/2022), banyak pengunjung Taman Ismail Marzuki (TIM) berlalu lalang di selasar sisi utara gedung berkubah putih besar yang menjadi pusat Planetarium dan Observatorium (POJ) Jakarta.
Siti (42), warga Grogol, Jakarta Barat, yang datang bersama dua anak perempuannya yang masih berusia 5 dan 7 tahun bertanya tentang layanan POJ kepada petugas keamanan. Jawaban yang didapat, POJ menurut rencana baru akan dibuka awal tahun. Rombongan kecil itu pun kecewa.
”Anak-anak saya selama ini paling tahu itu (panet dan bintang) dari Upin-Ipin (film animasi Malaysia). Saya mau ajak mereka belajar langsung di sini,” ujarnya.
Adrian (25) dari Depok juga kecewa karena pembukaan POJ terlambat dibandingkan dengan Perpustakaan Jakarta yang sudah lebih dulu dibuka untuk publik. ”Saya baru bisa lihat lantai 1 dan sekilas dari desain dan fasilitasnya sekonsep dan sebagus Perpustakaan Jakarta,” ujarnya.
Ia menantikan atraksi yang akan ditawarkan POJ ketika dibuka nanti. Ia ingin bisa lebih sering datang ke sana untuk melihat langit secara langsung melalui teropong bintang daripada sekadar menonton teater bintang.
”Dulu, saya pertama kali ngerasain (teropong bintang) sama teman-teman tahun 2018 waktu ada fenomena gernaha bulan merah. Itu teringat banget karena kita ramai-ramai pakai teropong di luar buat lihat bulan,” kenangnya.
Alih-alih mengalami revitalisasi, terjadi penciutan fasilitas Planetarium dan Observatorium Jakarta dan ruang berkarya dan berkreasi bagi sumber daya manusianya.
POJ kini terdiri dari beberapa bangunan dengan desain interior yang mengombinasikan gaya industrial dan nuansa alami dengan dekorasi kayu. Di sisi selatan terdapat lobi semiterbuka yang memiliki beberapa kayu panjang untuk tampat duduk pengunjung. Ada vending machine untuk membeli minuman dan makanan. Beberapa toilet tersedia. Terdapat eskalator dan lift.
Di sisi utara, ada selasar kayu lebar memisahkan areal rerumputan dan kolam air yang dihubungkan jembatan. Jembatan di sisi itu menyerahkan pengunjung ke sisi tengah kompleks POJ. Ruangan teater dikabarkan ada di lantai atas.
Inklusif
Widya Sawitar (58), mantan staf Pertunjukan Planetarium yang pensiun pada April lalu, mengatakan, POJ menjadi obyek yang terakhir kali direvitalisasi di TIM, tepatnya akhir 2021. Sebelum itu, ia dan Unit Pelaksana Pusat Kesenian Jakarta pernah ikut memberi usulan kepada arsitek yang membangun POJ.
”Ketika awal bahasan, banyak input dari aspek infrastruktur yang telah kami ajukan, termasuk fasilitas pendukungnya. Bahan kebutuhan untuk sahabat difabel, ruang layanan kesehatan karena banyak pengunjung luar kota, hingga ruang laktasi minta diperbaiki dan disempurnakan,” kata pria yang bekerja untuk POJ sejak 1992 itu.
Selain infrastruktur, POJ juga harus kembali menyediakan layanan edukasi, seperti aktivitas penyuluhan ke sekolah. ”Program penyuluhan itu tahunan, sejak dulu kala bahkan. Waktu pandemi kami ganti penyuluhan virtual minimal 30 sekolah setahun. Kami juga banyak menerima undangan ke sekolah/instansi. Semua kegiatan gratis, kecuali pertunjukan planetarium. Semua didanai pemda," kata Widya.
Layanan lain yang biasa diberikan POJ adalah pelatihan peserta kompetisi bidang astronomi hingga ke tingkat internasional; serta ranah religi, seperti penentuan jelang hari perayaan keagamaan.
Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma dalam keterangan pers yang diterima pada Minggu (6/11) mengatakan, selama dua dekade terakhir terlihat dukungan bagi sumber daya manusia, program, dan perangkat teknisnya terus menyusut.
”Banyak indikasi program revitalisasi Taman Ismail Marzuki tidak memperhitungkan Planetarium dan Observatorium Jakarta sebagai penyumbang pemajuan kebudayaan yang perlu didukung dengan serius. Alih-alih mengalami revitalisasi, terjadi penciutan fasilitas Planetarium dan Observatorium Jakarta serta ruang berkarya dan berkreasi bagi sumber daya manusianya,” tuturnya.
Akademi Jakarta pun mengajak perwakilan komunitas ilmiah di Indonesia, khususnya yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan pendidikan tentang alam semesta, untuk berdiskusi. Hasilnya ditindaklanjuti dengan menyampaikan rekomendasi kepada mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Terbaru kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono pada 19 Oktober 2022.
Rekomendasi mereka terdiri dari tujuh poin. Pertama, meminta POJ agar jadi penyelenggara pendidikan publik dan bukan menciutkan makna cagar budaya melulu sebagai obyek wisata ”Gedung Planetarium” tanpa kegiatan aktif teater bintang. Kedua, memperbaiki fasilitas, tata kelola, dan program POJ agar dapat melayani kepentingan belajar masyarakat secara optimum.
Ketiga, memastikan pengelolaan POJ sebagai entitas ilmu pengetahuan dilaksanakan lembaga yang terkait langsung, yaitu dinas pendidikan. Keempat, memastikan penganggaran bagi pengadaan, pemeliharaan, dan perbaikan fasilitas POJ, seperti proyektor, teleskop, dan ruang pameran.
Kelima, memastikan sumber daya manusia pengelola Planetarium Jakarta wajib memiliki pengetahuan dan ketrampilan astronomi dan/atau ilmu terkait. Keenam, memastikan terpasang papan nama POJ sesuai peruntukannya yang merupakan hadiah dari Pemerintah Republik Indonesia kepada warga Jakarta (pidato presiden RI pada pemancangan tiang pertama, 9 September 1964).
”Ketujuh, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan revitalisasi dan restorasi Planetarium dan Observatorium Jakarta menjadi agenda kerja yang bersifat segera atau urgen,” kata Seno.
Kami perlu melibatkan semua pemangku kepentingan.
Menanggapi ini, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, ini akan menjadi catatan untuk pihaknya. ”Kalaupun harus diurus dinas kebudayaan, kami siap. Namun, harus ada stimulannya. Kami hanya petugas yang diberikan mandat,” katanya di Jakarta (Kompas.id, 5/11/2022).
Sedang diupayakan
Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Widi Amanasto yang dihubungi, Minggu, menjelaskan, untuk pengelolaan ataupun pengembangan POJ di TIM, saat ini sedang diupayakan solusinya. ”Kami perlu melibatkan semua pemangku kepentingan,” katanya.
Verony Sembiring, Kepala Pengelola Pusat Kesenian Jakarta Taman Ismail Marzuki, menjelaskan, untuk POJ, sangat diharapkan adanya peningkatan dari sisi pelayanan. Termasuk di antaranya peningkatan ruangan-ruangan di POJ ataupun dari sisi peralatan pendukung kegiatan POJ.
Saat awal revitalisasi, POJ sempat membuat daftar hal-hal apa saja yang perlu mendapatkan perbaikan yang diberikan ke Jakpro.