Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM) menolak PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai pengelola TIM. Mereka minta agar Pergub DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2022, yang menetapkan Jakpro sebagai pengelola, dicabut.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekelompok seniman yang tergabung dalam Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki menolak PT Jakarta Propertindo sebagai pengelola Taman Ismail Marzuki. Pengelolaan oleh perusahaan dianggap sebagai bentuk komersialisasi pusat seni budaya di Jakarta tersebut.
Dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 16 Tahun 2022, PT Jakarta Propertindo (Jakpro) diberi wewenang untuk mengelola Taman Ismail Marzuki (TIM) selama 28 tahun sejak pergub diundangkan. Pengelolaan itu termasuk menyewakan area TIM ke pihak lain.
”Ada wacana soal biaya sewa tempat pentas sebesar Rp 185 juta untuk delapan jam,” kata anggota Forum Seniman Peduli TIM, Tatan Daniel, Selasa (23/8/2022). ”Pengelola adalah BUMD (badan usaha milik daerah) yang tugasnya mencari laba. Padahal, TIM adalah kawasan ekspresi seniman yang tidak bisa diukur dari untung atau rugi,” tambahnya.
Kendati belum final, wacana penyewaan tempat pentas itu membuat seniman resah karena terlalu mahal, bahkan bisa melebihi biaya produksi kesenian. Anggota Forum Seniman Peduli TIM, Mujib Hermani, mengatakan, biaya pemakaian Teater Kecil di TIM selama ini Rp 3 juta-Rp 5 juta.
Tingginya biaya sewa dapat membuat seniman kehilangan tempat berekspresi. TIM sendiri diresmikan pada 1968 oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin sebagai pusat kesenian dan kebudayaan.
Komersialisasi ruang seni juga dikhawatirkan mematikan ekosistem seni yang sudah terbentuk selama ini. Adapun TIM telah melahirkan sejumlah seniman ternama, seperti penari Sardono W Kusumo, pegiat teater Arifin C Noer, serta penyair WS Rendra. Ada ungkapan lama yang menyebut bahwa seseorang baru sah disebut seniman jika sudah pentas di TIM.
”TIM mesti dikembalikan ke marwahnya. Jika seniman disuruh cari duit untuk sewa gedung, bagaimana kami bisa berpikir untuk membuat karya yang baik. Kami menolak pengelolaan TIM (oleh Jakpro) karena beda orientasi. Yang satu berorientasi bisnis, sedangkan kami berorientasi ke karya seni,” kata Koordinator Lapangan Forum Seniman Peduli TIM Nuyang Jaimee.
Cabut pergub
Forum Seniman Peduli TIM juga mendorong pemerintah agar mencabut pergub yang memberi wewenang kepada Jakpro sebagai pengelola TIM. Forum ini telah mengajukan gugatan uji materiil kepada Mahkamah Agung terhadap Pergub DKI Jakarta Nomor 63 Tahun 2019 juncto Nomor 16 Tahun 2022.
Forum seniman tersebut menilai Jakpro tidak cocok mengelola TIM karena tidak memiliki DNA seni. Mereka khawatir TIM salah dikelola karenanya. Kekhawatiran juga berangkat dari fasilitas TIM yang dinilai tidak sesuai kebutuhan seniman setelah direvitalisasi Jakpro. Polemik ini berlangsung sejak revitalisasi berlangsung.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT Jakpro Nadia Diposanjoyo mengatakan, isu pengelolaan TIM masih dibahas di Pemprov DKI Jakarta. Hasilnya baru akan diumumkan Gubernur DKI Jakarta saat peluncuran TIM, September 2022.
”Dengan seluruh pemangku kepentingan, termasuk seniman, kami sudah menjalankan delapan kali FGD (focus group discussion) untuk mendengarkan aspirasi dan mengakomodasi kebutuhan serta concern yang diajukan,” kata Nadia melalui pesan singkat.
Sementara itu, aktivasi TIM setelah renovasi diharapkan dapat mendukung kreativitas seniman dan membuat seni budaya di Jakarta menjadi lebih terbuka. Wakil Ketua II Dewan Kesenian Jakarta Agni Ariatama berharap ini mendorong kuantitas dan kualitas mutu pameran atau pertunjukan.
”Seniman menjadi lebih terfasilitasi untuk berkarya. Selain itu, diharapkan menggelar kegiatan berkelas internasional, termasuk diikuti seniman dari luar negeri,” katanya (Kompas.id, 17/6/2022).