Planetarium dan Observatorium Jakarta Dimarjinalkan
Pascarevitalisasi Taman Ismail Marzuki, keberadaan Planetarium dan Observatorium Jakarta dimarjinalkan. Fasilitasnya menciut sehingga tidak optimal menjadi ruang belajar astronomi bagi masyarakat.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak didirikan pada 1964, Planetarium dan Observatorium Jakarta atau POJ di Taman Ismail Marzuki menjadi ruang belajar astronomi bagi masyarakat serta mendukung pemajuan kebudayaan. Namun, pascarevitalisasi TIM, fungsi POJ menyusut dan dimarjinalkan.
Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) dinilai luput memperhatikan POJ. Pembangunan gedung-gedung di sekitarnya berpotensi membuat fungsi POJ sebagai tempat pengamatan benda langit dan fasilitas belajar publik berjalan tidak optimal.
”Penghargaan terhadap POJ telah dimarjinalkan dengan dibangunnya berbagai macam gedung di sekelilingnya. Sebab, dibutuhkan ruang yang luas untuk bisa menjalankan fungsinya secara maksimal,” ujar Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro dalam diskusi ”Planetarium dan Observatorium Jakarta: Garda Depan Pemajuan Kebudayaan via Ilmu”, di TIM, Jakarta, Sabtu (5/11/2022).
Satryo menyebutkan, kebijakan pembangunan seharusnya berdasarkan pendekatan sains, bukan hanya diukur dengan keuntungan ekonomi jangka pendek. Hal ini bertujuan untuk membentuk budaya ilmiah yang dalam jangka panjang menghasilkan masyarakat unggul.
”Terkait pengembangan fisik atau fungsi TIM, tolong selalu fokuskan kepada masyarakat. Kebijakan apa pun, pusatkan pada kebermanfaatan untuk masyarakat,” ucapnya.
Kepala Observatorium Bosscha Premana W Premadi mengatakan, Jakarta menjadi kota yang beruntung karena memiliki planetarium dan observatorium. Sebab, fasilitas ini tidak hanya dimanfaatkan oleh ilmuwan, tetapi juga masyarakat.
”Keberadaan POJ menjembatani sains untuk terus maju melalui pendidikan di tengah masyarakat,” katanya.
Premana mencontohkan, siswa hanya mendapatkan pengetahuan melalui referensi tertulis saat mempelajari astronomi di sekolah. Dengan adanya POJ, siswa lebih mudah memahaminya karena dapat mempelajarinya secara visual.
Revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) tidak memperhitungkan Planetarium dan Observatorium Jakarta (POJ) sebagai penyumbang pemajuan kebudayaan yang perlu didukung dengan serius.
”Jadi, POJ ini mutlak diperlukan karena kita butuh tempat belajar yang bisa menghubungkan dengan alam semesta,” ujarnya.
Kebudayaan
Keberadaan POJ di kawasan TIM membuatnya dekat dengan unit-unit pemajuan kebudayaan, seperti galeri, gedung pertunjukan seni, perpustakaan, dan taman. Oleh sebab itu, kontribusinya tidak bisa diukur hanya secara komersial.
”Ilmu pengetahuan bagian dari kebudayaan. Ibaratnya, cukup sekali masuk planetarium akan menjadikan seseorang berbeda karena akan menyadari posisinya di tengah semesta,” ujar Ketua Akademi Jakarta Seno Gumira Ajidarma.
Menurut Seno, revitalisasi TIM tidak memperhitungkan POJ sebagai penyumbang pemajuan kebudayaan yang perlu didukung dengan serius. Beberapa contohnya, berkurangnya sejumlah fasilitas dan pengelolaan yang kurang optimal.
”Alih-alih revitalisasi TIM memajukan kebudayaan, justru terancam membuat degradasi kebudayaan. Pengabaian ini menunjukkan keterbatasan kesadaran mengenai posisi ilmu pengetahuan dalam budaya,” ujarnya.
Pengabaian perhatian terhadap POJ tergambar dari kondisi Teater Bintang yang terletak di lantai dua. Semula, diskusi dan konferensi pers yang digelar Akademi Jakarta akan diadakan di ruangan itu. Namun, karena penyejuk ruangannya bermasalah, kegiatan tersebut dipindahkan ke Teater Wahyu Sihombing dan ruang pameran.
Akademi Jakarta merekomendasikan untuk merestorasi POJ agar dapat menjalankan misinya sebagai penyelenggara pendidikan publik dalam bidang astronomi. Bukan melemahkan dan menciutkannya hanya sebagai obyek wisata tanpa kegiatan aktif di Teater Bintang. Di teater ini terdapat star ball yang dapat memproyeksikan gambaran bintang dan planet dalam sistem alam semesta.
Rekomendasi lainnya adalah memperbaiki fasilitas, tata kelola, dan program POJ agar dapat melayani kepentingan belajar masyarakat secara optimal. Selain itu, memastikan pengelolaannya sebagai entitas ilmu pengetahuan dilakukan oleh dinas pendidikan.
Revitalisasi TIM dilakukan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) pada 2019-2022. Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, pihaknya menghargai revitalisasi itu sebagai salah satu upaya untuk memajukan kebudayaan.
”(Kritik dan masukan dalam diskusi) ini akan menjadi catatan untuk kami. Kalaupun harus diurus dinas kebudayaan, kami siap. Namun, harus ada stimulannya. Kami hanya petugas yang diberikan mandat,” ucapnya.