Pembangunan Kembali Permukiman yang Terbakar Belum Memperhitungkan Risiko Kebakaran Berulang
Pembangunan kembali permukiman padat bekas kebakaran di Jakarta mesti mendapat perhatian. Masih terlihat pembangunan yang belum memperhatikan risiko kebakaran berulang.
Oleh
Velicia
·5 menit baca
VELICIA
Kondisi kawasan bekas kebakaran 27 September lalu di Cikini Kramat, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan kembali permukiman padat bekas kebakaran di Jakarta masih belum memperhatikan risiko kebakaran berulang. Dibutuhkan dukungan pemerintah ataupun donatur untuk membangun kembali rumah penyintas kebakaran.
Setelah terbakar pada Selasa (27/9/2022), sejumlah warga korban kebakaran di Jalan Cikini Kramat, RT 004 RW 001 Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, yang mulai membangun rumahnya kembali. Mereka mendirikan rumahnya dengan kondisi keuangan seadanya. Kebakaran ini menghanguskan sebanyak 57 bangunan yang terdiri dari 41 kios dan 16 rumah tinggal.
Hasil pantauan, Jumat (4/11/2022), dari 57 bangunan yang terbakar, lima di antaranya sudah dibangun kembali meski ada yang belum selesai sepenuhnya. Sisanya masih dalam pembangunan, bahkan banyak yang terlihat masih sama dengan kondisi terakhir pasca-kebakaran.
Warga yang mulai membangun rumahnya sendiri adalah kakak-beradik Iis (50) dan Aida (48). Mereka mengandalkan donasi warga untuk membangun kembali rumahnya. Iis tinggal bersama tujuh anggota keluarga lainnya, sedangkan Aida tinggal bertiga dengan suami dan anaknya.
VELICIA
Warga duduk di depan rumahnya yang dalam proses pembangunan pasca-kebakaran 27 September 2022 di Cikini Kramat, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Bangunan dua lantai berukuran 1,5 meter x 5 meter milik Iis sudah terlihat bentuknya. Pintu dan jendelanya terbuat dari kayu. Bagian di lantai dua dibuat lebih maju. Bangunan ini belum selesai dicat. Sisa-sisa semen juga masih terlihat di lantai.
Iis berharap bisa mencari tempat tinggal baru di lokasi lain. Namun, kondisi ekonomi menghalangi keinginannya.
”Membangun rumahnya sendiri, bukan bantuan pemerintah. Ada donasi dari warga, kemarin kami dapat Rp 4.860.000 dari donasi yang terkumpul di RW,” kata Iis saat ditemui di depan rumahnya yang belum selesai dibangun di Jalan Cikini Kramat, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat.
Berbeda dengan rumah Iis, rumah milik Aida masih terlihat kerangka yang belum selesai disusun. Temboknya dibuat dari susunan hebel, atapnya pun belum terlihat. Aida menuturkan, ketika dirinya ingin membangun rumahnya kembali, semua dikerjakan sendiri.
Pengamat tata kota Yayat Supriatna mengatakan, akan lebih baik jika bangunan bekas kebakaran bisa dibangun kembali seperti kawasan Kampung Gembira Gembrong.
”Kalau bisa, dibangun kembali seperti Kampung Gembira Gembrong. Pastikan dulu lahan tersebut milik pribadi atau bukan, lalu sepakati rencana revitalisasinya. Pemerintah daerah perlu mencari sumber pendanaan untuk pembiayaan revitalisasi ini,” kata Yayat saat dihubungi.
Sumber pendanaan ini bisa dari tanggung jawab sosial korporasi (CSR), seperti dana dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas). Di Baznas, lanjutnya, ada penggolongan dana bantuan untuk korban bencana.
VELICIA
Bangunan lantai dua rumah salah seorang warga yang telah dibangun kembali, Jumat (4/11/2022), pasca-kebakaran pada 27 September 2022 lalu di Cikini Kramat, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
”Seperti Kampung Gembrong ketika ditata ulang, ada anggaran dari Baznas. Dihitung berapa warganya, berapa unit rumah yang dibangun, dan model bangunannya. Rumahnya dibangun oleh pemerintah daerah dengan sumber pendanaan dari Baznas,” ujar Yayat.
Pola pendekatan ini, tambahnya, lebih praktis dibandingkan menunggu lama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), terlebih dalam APBD tidak ada anggaran khusus untuk pembangunan rumah.
Kalau warga membangun rumahnya sendiri, mereka akan menggunakan alat dan bahan seadanya. ”Perlu diingat, kondisi ekonomi korban kebakaran itu minus, yang berarti tidak memiliki apa-apa lagi. Bagaimana mereka mau membangun rumahnya lagi?” katanya.
Kalau memang lahan yang ditempati milik suatu perusahaan, setelah pemerintah berkoordinasi dengan warga, pemerintah mesti bernegosiasi dengan perusahaan tersebut.
Dosen Jurusan Teknik Planologi Universitas Trisakti, Jakarta, Endrawati Fatimah menuturkan, pembangunan kembali bangunan bekas kebakaran juga bergantung pada lokasinya.
”Pemerintah juga mesti cek lagi di rencana detail tata ruang. Dicek kembali sebenarnya yang kebakaran itu memang lahan untuk perumahan atau bukan. Kalau bukan, berarti harus direlokasi, kan,” kata Endrawati.
Ia mengatakan, kebakaran merupakan bencana sehingga pemerintah mesti memberi bantuan, termasuk bantuan pembangunan kembali rumah korban kebakaran. Ia juga menambahkan, pembangunan tersebut tetap disesuaikan dengan kebijakan tata ruang milik pemerintah.
Di kesempatan berbeda, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta Isnawa Adji juga mengungkapkan hal yang sama.
VELICIA
Proses pembangunan salah satu rumah warga pasca-kebakaran di Cikini Kramat, Menteng, Jakarta, pada 27 September lalu.
”Bisa jadi pesan juga untuk penjabat gubernur, kalau ada daerah yang kita identifikasi tingkat kebakarannya tinggi di suatu kawasan, harus berani mengambil perubahan untuk mengubah daerah padat hunian menjadi area perumahan yang tertata, misalnya,” kata Adji.
Pemerintah mesti berani mengambil perubahan walaupun belum serentak dijalankan. Misalnya, kata Adji, tahun ini membangun rumah susun di satu RW yang tingkat kebakarannya tinggi. Kawasan padat hunian juga memiliki banyak permasalahan, salah satunya kebakaran akibat kesalahan manusia.
Warga butuh donasi
Belum semua warga di Cikini Kramat bisa membangun kembali rumahnya seperti Iis dan Aida. Septina (46), penyintas kebakaran lain, masih bimbang untuk membangun kembali rumahnya karena kekurangan dana.
VELICIA
Salah seorang warga yang belum membangun kembali rumahnya saat ditemui di tempat pengungsian di Kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (4/11/2022).
”RW katanya sedang memasukkan proposal ke berbagai pihak untuk pengajuan pendanaan pembangunan. Saya berharap ada yang bisa membantu untuk pembangunan, dalam bentuk uang maupun bahan bangunan,” kata Septina saat ditemui di tempat pengungsian di Kantor DPD Golkar DKI Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat.
Terlebih, tambah Septina, rumahnya bukan hanya tempat tinggal, melainkan juga tempat usaha.
”Saya baru memiliki sedikit bahan bangunan. Untuk pembangunannya belum terpikirkan saat ini. Apalagi kemarin buka jasa binatu, kan, modalnya besar juga. Mesin cucinya, mesin pengeringnya, serta perlengkapan lainnya,” katanya.
Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) BPBD, sebanyak 557 kasus kebakaran terjadi sejak Januari hingga Oktober 2022. Kasus kebakaran selama 10 bulan ini menyebabkan kerugian sekitar Rp 185 miliar.
Kasus kebakaran terakhir pada Oktober 2022 yang terdata Kompas adalah tiga kasus kebakaran dalam satu hari di Jakarta. Kasus pertama ialah kebakaran di Jalan Kebayoran Lama, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, yang menghanguskan 59 bangunan. Kasus kedua terjadi di Jalan Bojong Kavling, Rawabuaya, Cengkareng, Jakarta Barat, dengan 45 rumah terdampak. Kasus ketiga adalah kebakaran di Jalan Pucung III, Kramatjati, Jakarta Timur, yang menyebabkan lantai satu sebuah rumah terbakar (Kompas.id, 30/10/2022).
Pemberian donasi dan penanganan pasca-kebakaran telah diupayakan berbagai pihak, mulai dari donasi materiil sampai penanganan trauma. Namun, hal ini tidak langsung menyelesaikan masalah. Korban masih membutuhkan bantuan materiil untuk membangun kembali kehidupan mereka.