Angkutan Pengumpan Kurang Memadai, Tempat Penitipan Kendaraan Menjamur
Tempat penitipan kendaraan di sekitar stasiun kereta komuter makin menjamur. Kondisi ini salah satunya karena angkutan pengumpan dinilai belum memadai.
Oleh
ZULIAN FATHA NURIZAL
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Sebagian pengguna kereta komuter masih lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju stasiun karena kondisi angkutan pengumpan yang tidak memadai. Hal ini pun mendorong menjamurnya tempat penitipan kendaraan di sekitar stasiun.
Githa Lucentia (22), warga Bekasi Timur, Kota Bekasi, Jawa Barat, lebih memilih menggunakan sepeda motornya untuk sampai ke Stasiun Bekasi. Selain lebih cepat sampai, menggunakan kendaraan pribadi lebih hemat baginya.
”Waktu awal kerja saya pernah pakai kendaraan umum ke Stasiun Bekasi. Harus transit dan menunggu sampai 30 menit. Padahal, kalau pakai motor tinggal lurus saja dan cepat sampai,” ujar Githa, Selasa (2/11/2022).
Alasan ia beralih juga karena kondisi kendaraan umum yang pengap dan kotor oleh sampah bekas makan yang berserakan di dalam mobil. Selain itu, pengemudi yang ugal-ugalan membuat kendaraan berguncang hebat.
Githa mengatakan, jika kondisi angkutan pengumpan diperbaiki, ia kemungkinan akan lebih sering menggunakannya untuk berangkat ke stasiun. ”Minimal seperti bus Transjakarta. Bersih, dingin, cepat, dan terintegrasi dengan moda lainnya. Selain itu, harus murah,” katanya.
Dari pantauan Kompas, di Jalan Ir H Juanda di depan Stasiun Bekasi berbaris angkutan umum yang menunggu penumpang di pinggir jalan. Bahkan, ada yang berhenti di tengah jalan. Meski telah sekitar 20 menit menunggu, angkutan tak juga terisi penumpang.
Kondisi itu pun menumbuhkan bisnis penitipan kendaraan di sekitar stasiun. Apalagi, tidak setiap stasiun memiliki kantong parkir yang cukup untuk menampung kendaraan penumpang. Bahkan, ada stasiun yang tak memiliki lahan parkir, seperti Stasiun Cakung, Jakarta Timur.
Adun Saputra (53), penjaga tempat penitipan motor di depan Stasiun Cakung, mengatakan, lahan yang dimiliki keluarga besarnya ini awalnya merupakan bengkel mobil dan motor. Lahan diubah menjadi tempat penitipan motor pada 2016 setelah melihat peluang usaha dari banyaknya penumpang yang memilih membawa motor sendiri ketimbang menumpang angkutan umum.
Penelusuran dari linimasa Google Street View, setidaknya hingga tahun 2013, bangunan di sepanjang Jalan I Gusti Ngurah Rai masih didominasi oleh warung dan bengkel mobil. Kondisi mulai berubah sejak Stasiun Cakung selesai direnovasi pada 2016. Tempat penitipan kendaraan pun banyak bermunculan.
”Penumpang juga semakin banyak. Waktu awal buka parkir di sini tarifnya Rp 3.000, sekarang sudah Rp 5.000,” ujar Adun. Tempat penitipan kendaraan itu buka mulai pukul 04.00 sampai pukul 00.00.
Berbeda dengan Adun, tempat penitipan motor yang dikelola Muhammad Jeni Mismarudin (35) terlihat penuh sampai menggunakan badan jalan dan trotoar. Ia menyadari hal itu, tetapi tidak bisa berbuat apa pun sebab itu perintah dari atasannya. ”Sudah penuh sampai 100 motor per hari. Yang parkir di trotoar itu biasanya langganan,” ujarnya.
Lahan penitipan motor yang dikelola Jeni terletak di bawah jalan layang yang merupakan lahan milik negara sehingga sewaktu-waktu dapat tergusur. Ia pernah mendapatkan pemberitahuan penggusuran pada 2019, tetapi sampai saat ini belum dilakukan.
Pangestu Agdi (27), karyawan swasta pengguna KRL, memilih menitipkan motornya di penitipan motor di luar Stasiun Bekasi. Alasannya, biayanya lebih murah serta lebih mudah diakses karena lokasinya berada tepat di pinggir jalan. ”Juru parkir juga bantu untuk keluarkan motor, sambil dibersihkan jok yang kotor. Kalau parkir resmi, kan, tidak,” katanya, Selasa (1/11/2022).
Agdi mengatakan, jika parkir di area stasiun, ia bisa mengeluarkan biaya parkir Rp 70.000 dalam sepekan. Namun, di penitipan luar stasiun, ia hanya perlu membayar Rp 25.000 per pekan untuk parkir. Tarif parkir di Stasiun Bekasi dihitung Rp 3.000 per jam.
Pemerhati transportasi Budiyanto mengatakan, lahan parkir di area stasiun sangat vital. Ketiadaan fasilitas itu dapat berakibat pada situasi jalan yang semerawut di sekitar stasiun. ”Namun, pemerintah harus tetap melakukan pembinaan dan pengawasan dengan adanya penitipan kendaraan,” ujarnya.
Sesuai peraturan perundang-undangan, harus ada izin untuk mengelola parkir sehingga dapat memberikan kontribusi pemasukan kepada pemerintah daerah melalui retribusi. Hal terpenting ialah pengelola penitipan harus ikut bertanggung jawab terhadap ketertiban lingkungan, termasuk dampak lalu lintas berupa kemacetan.