Kawan Dekat Jadi Pelampiasan Cemburu Sosial Rudolf
Emosi akibat kecemburuan sosial menggelapkan mata Rudolf hingga menghabisi nyawa Icha. Motif emosional menjadi salah satu penyebab kejahatan kejam yang tetap marak terjadi saat ini.
Oleh
ERIKA KURNIA
·6 menit baca
Pertemanan sehat selayaknya dapat saling membantu menjaga mental, fisik, hingga keselamatan nyawa. Sayang, hal itu tidak terwujud dalam hubungan pertemanan antara Christian Rudolf Tobing dengan Ade Yunia Rizabani alias Icha. Kecemburuan sosial menggelapkan mata Rudolf hingga berani menghabisi nyawa Icha.
Pria bertubuh besar dan berkepala plontos itu menjadi pembicaraan publik di dunia nyata maupun maya setelah rekaman kamera pemantau (CCTV) di sebuah lift apartemen di bilangan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, yang menangkap gerak-gerik anehnya, Senin (17/10/2022), tersebar. Adegan demi adegan mengungkap asal muasal tubuh utuh Icha yang ditemukan warga telah tak bernyawa terbungkus kantong plastik hitam di kolong Tol Becakayu, Jalan Inspeksi Kali Malang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Rekaman CCTV menangkap momen saat Rudolf (36) bersama Icha yang seumuran tertangkap naik lift menuju lantai kamar yang disewa Rudolf sehari. Keduanya hendak membahas rencana pembuatan siaran podcast rohani. Kegiatan siaran bersama sebelumnya memang dilakukan keduanya sebagai rekan satu komunitas.
Kepala Subdirektorat Kejahatan dan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Indrawienny Panjiyoga, yang dihubungi, Minggu (23/10/2022), mengatakan, pembahasan mengenai rencana siaran hari itu hanyalah skenario Rudolf untuk menjebak Icha.
Skenario itu termasuk rencana membuat promosi podcast dengan adegan penculikan. ”Pelaku mengikat korban dengan kabel ties dan disetujui korban. Pada saat kaki dan tangan terikat, pelaku langsung berbicara dengan korban sebenarnya pelaku membohongi korban,” tutur Panjiyoga.
Pada kesempatan itu, Rudolf mencecar Icha dengan sejumlah pertanyaan terkait hubungannya dengan seseorang berinisial H. Pertanyaan demi pertanyaan berakhir panas hingga membuat Rudolf melakukan kekerasan fisik, seperti menampar wajah.
Tidak hanya kekerasan fisik, Rudolf turut memeras Icha. Ia meminta transfer uang yang nilainya puluhan juta rupiah kepada Icha, bahkan meminta keluarga Icha mentransfer uang untuk kemudian dikirim kepadanya.
”Pelaku berbicara dengan korban ’kamu harus membantu saya dengan cara kamu memberikan saya sejumlah uang untuk membantu saya menghabisi saudari H’,” kata Panji.
Skenario berakhir dengan Rudolf mencekik Icha hingga meregang nyawa. Tubuh perempuan berperawakan kecil itu kemudian dibopong ke dalam keranjang barang dorong yang dipinjam dari apartemen. Jasad Icha yang terbungkus ditutupi banyak barang saat dibawa keluar kamar.
Video dari CCTV di lift pun memperlihatkan saat Rudolf membawa keranjang itu. Ekspresi Rudolf terlihat santai, bahkan masih mampu tersenyum saat berpapasan dengan orang asing di lift. Rudolf kemudian membuang jasad Icha secara semena-mena.
Jadi, ini adalah cemburu sosial yang sudah terakumulasi. ( Indrawienny Panjiyoga)
Akumulasi kecemburuan
Sosok H menjadi kunci dari skenario pembunuhan yang direncanakan Rudolf. Panji mengungkapkan, Rudolf dan H bersahabat sejak masih duduk di bangku SMP. Namun, persahabatan mereka putus karena konflik dalam kegiatan usaha.
”Dia ini permasalahan awalnya dengan H di 2015 karena masalah usaha. Ada beda pendapat saat itu,” tuturnya.
Permusuhan yang terus berlanjut semakin memanas saat Rudolf menemukan H berfoto dengan Icha dan sahabat Rudolf lainnya, S, di tengah pesta pernikahan. Di 2021, Rudolf melihat ketiganya berfoto dalam acara pernikahan. Mereka juga terlihat bersama dalam beberapa kegiatan, seperti perayaan natal dan kegiatan lain sampai Maret 2022.
”Jadi, ini adalah cemburu sosial yang sudah terakumulasi,” kata Panji.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi, kepada wartawan, menerangkan, Icha bukan target utama Rudolf, melainkan teman prianya yang berinisial S dan H yang ia benci.
”Korban yang jadi target utama itu yang inisial H, tapi yang bersangkutan sulit dihubungi,” kata Hengki, Jumat (21/10/2022).
Setelah membunuh Icha, Rudolf tadinya akan menargetkan H dan S untuk dibunuh. Rencana itu siap dieksekusi dengan menyewa pembunuh bayaran dengan uang yang ia dapatkan setelah memeras Icha. Beruntung, polisi meringkus Rudolf selang sehari setelah menghabisi nyawa Icha.
Saat ini, polisi masih terus menyelidiki kasus Rudolf yang sudah menjadi tersangka. Sebanyak tiga kawan dekatnya juga sudah dimintai keterangan terkait hubungan Rudolf dengan H. Di sisi lain, polisi bekerja sama dengan psikolog. Mereka akan mendalami sisi lain Rudolf yang diduga memiliki trauma dari hubungan dengan ayahnya di masa lalu.
Reza Indragiri Amriel, psikolog forensik, mengatakan, pemeriksaan psikologis penting untuk mengobservasi perilaku tersangka. Motif emosional cenderung terlihat dalam kasus ini daripada motif instrumental, yang berkaitan dengan perampasan barang berharga korban. Dua motif itu umum dilakukan pelaku kekerasan.
”Kemungkinan motif emosional, ada luapan emosi tertentu, mungkin marah, benci, sakit hati dendam. Tetapi tidak bisa disalurkan ke obyek atau target yang sesungguhnya,” kata Reza.
Akibat tidak tersalurkannya emosi pada target, orang seperti Rudolf bisa melampiaskan ke target pengganti. Dalam istilah psikologi, ini disebut displacement. Adapun garget pengganti ini umumnya orang lain yang kedudukannya lebih lemah.
”Teori klasik mengatakan, ada tiga kelompok manusia yang kabarnya paling rentan mengalami viktimisasi, yaitu anak-anak, perempuan, dan orang dengan tingkat kecerdasan yang rendah,” ujarnya menambahkan.
Dari kasus ini, Reza mendorong agar penegak hukum tetap obyektif dalam mengungkap perkara tersangka. Obyektivitas ini termasuk dengan tidak mengidentifikasi pelaku dengan kepribadian dan perilaku tertentu.
”Jadi, pandang saja emosi pelaku di CCTV itu sebagai cara yang memang sudah seharusnya dilakukannya agar lolos dari hukum. Yakni, agar tidak ada yang curiga bahwa dia sedang membawa jenazah korban,” ujarnya.
Penegakan hukum, menurut Reza, penting karena pelaku kekerasan di Indonesia banyak memakan korban. Pusat Data Informasi Kriminalitas Nasional Polri di 2021 mencatat, dari 100.000 orang di Indonesia, 100 orang di antaranya menjadi korban kejahatan. Dalam waktu 30 menit, ada satu peristiwa kejahatan makan korban.
Data Statistik Kriminalitas Provinsi DKI Jakarta 2021 bahkan menunjukkan adanya peningkatan kasus kejahatan terhadap nyawa, dari 16 kasus di 2020 naik menjadi 22 kasus pada tahun berikutnya.
Kasus kejahatan terhadap fisik atau badan juga relatif tinggi, yakni 1.175 kasus di 2021, sedikit berkurang dibandingkan 1.376 kasus di 2020. Penurunan kasus itu menjadi yang terkecil dari tren penurunan kasus jenis kejahatan lainnya, seperti kejahatan terhadap kesusilaan, kemerdekaan orang, hak milik atau barang, narkotika, penipuan hingga korupsi, dan ketertiban umum.
Kasus kejahatan terhadap fisik, yang berakhir pada hilangnya nyawa, masih marak terjadi di Jakarta. Seperti kasus begal yang terjadi pada 4 Oktober 2022 malam oleh tiga pemuda, yakni AW, ME, dan MF.
Sopir taksi daring berinisial ADR (26) terjebak dalam motif para pelaku di kawasan Pergudangan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Selain mencuri harta, para pelaku juga membunuh ADR yang jasadnya kemudian dibuang di sungai Kanal Banjir Barat. Jasad ADR lalu ditemukan pada 5 Oktober 2022 di perairan Teluk Jakarta, kawasan Muara Tawar, Tarumajaya, Bekasi.
Dari maraknya kasus yang mengancam fisik hingga nyawa masyarakat, Reza berharap, penegak hukum mampu terbuka dengan penyelesaian kasus tersebut. Tidak terkecuali dengan kasus yang mengakhiri nyawa Icha yang berakhir atas nama kecemburuan pertemanan.