Irjen Teddy Minahasa Disebut Biang Peredaran Narkoba
Kuasa hukum beberapa tersangka kasus narkoba yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa mengatakan, Teddy memaksa bawahannya, Ajun Komisaris Besar Dody, untuk mengambil sabu dan menjualnya kepada tersangka Linda.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kuasa hukum enam tersangka dalam kasus peredaran narkoba yang diungkap Polda Metro Jaya membantah kesaksian tersangka mantan Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa. Teddy disebut menjadi biang dari peredaran narkoba jenis sabu sampai ke Jakarta itu.
Adriel Viari Purba dan tim menjadi kuasa hukum dari eks Kapolres Bukittingi dan Kepala Biro Logistik Polda Sumatera Barat Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara, Komisaris Karsanto alias KS, Aiptu J, Linda alias L, Samsul Maarif alias A, dan Nasir alias D. Mereka sebagian dari 11 orang yang ditetapkan tersangka pada Jumat (14/10/2022) silam.
”Semuanya memberikan keterangan bahwa Bapak Teddy Minahasa-lah, yang menjadi otak atas skenario semua rentetan peristiwa ini. Ini penjelasan dari klien saya semua tersangka enam-enamnya,” kata Adriel yang dihubungi Minggu (23/10/2022).
Kesaksian itu membalikkan pernyataan Henry Yosodiningrat, kuasa hukum yang digandeng Inspektur Jenderal (Irjen) Teddy Minahasa alias TM. Pada Selasa (18/10/2022), Henry menjelaskan, kliennya mengaku bahwa keterlibatannya dalam peredaran narkoba adalah teknik menyamar untuk mengungkap permainan para bandar.
Pria yang sempat akan dilantik menjadi Kapolda Jawa Timur itu hendak menjebak Linda, yang diklaim pernah ”menipu” Teddy dengan informasi palsu mengenai peredaran narkoba di Selat Malaka. Melalui Dody, Teddy menjual 5 kilogram sabu yang merupakan sebagian kecil dari barang bukti kasus di Bukittinggi pada pertengahan 2022. Tidak sesuai skenario, sabu itu lalu dijual Linda ke Jakarta.
Penyangkalan-penyangkalan atas pernyataan itu juga disampaikan Adriel saat menemani keluarga Dody berkunjung ke Polda Metro Jaya, Jakarta, Sabtu (22/10/2022) kemarin.
”Linda itu klien saya dan saya sudah konfirmasi ke penyidik mengenai cek urinenya, dia itu negatif. Saya sudah konfirmasi juga kepada Bu Linda bahwa apakah beliau pernah mengedarkan. Namun, beliau bilang dia tidak pernah mengedarkan sama sekali sampai hari ini,” katanya.
Dody mengatakan bahwa dirinya dikenalkan kepada Linda oleh Teddy saat sudah mendapat telegram mutasi ke Polda Sumbar. Dody diminta Teddy mengungkap dan menangkap Linda yang sewajarnya diemban Direktur Reserse Narkoba Polda Sumbar.
”Pak TM ini memang memerintahkan untuk menyisihkan seperempat dari 41,4 kg yang diungkap oleh Polres Bukittinggi yang pada saat itu memang Kapolresnya masih Pak Dody. Pak TM meminta kepada AKBP Dody untuk menyisihkan sitaan dan tegas saya bilang, Pak Dody sudah menolak perintah atasan yang salah. Dia bilang, ’Siap tidak berani jenderal!’,” tuturnya.
Selain penolakan, Dody juga menyimpan bukti perkataan Teddy yang akan memberikan bonus pada anggota Dody jika mau memisahkan barang bukti sabu yang disebut sebelulnya. Bukti itu menurut dia sudah diserahkan kepada penyidik dalam bentuk percakapan di aplikasi pesan.
Ini bisa mengarah ke pemberhentian tidak terhormat.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, pekan lalu, mengatakan, semua kesaksian tersangka akan dibuktikan di pengadilan. Ia memastikan, Polda Metro Jaya telah melakukan proses yang panjang untuk menindak kasus sesuai fakta hukum.
”Kita menyanggupi untuk bisa mengecek keabsahan ini dalam proses peradilan. Itu nanti peradilan yang akan menilai terkait dengan hal itu,” ujarnya.
Sejauh ini, 10 tersangka yang terdiri dari empat anggota kepolisian dan enam warga sipil diproses di Polda Metro Jaya. Irjen Teddy Minahasa menjalani penempatan khusus di Markas Besar Polri. Selain penindakan pidana, semua anggota polisi yang ditindak juga mendapat hukuman disiplin, kode etik, dan profesi juga.
”Ini bisa mengarah ke pemberhentian tidak terhormat,” kata Zulpan.