Kolong Jembatan, Tempat Berlindung Penduduk Miskin Jakarta
Kolong jembatan masih menjadi pilihan sebagian penduduk miskin, seperti pemulung dan pengemis. Padahal, itu dilarang dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 221 Tahun 2009.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Kondisi kolong jembatan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, yang digunakan penduduk miskin untuk tinggal, Kamis (20/10/2022). Mereka tinggal di kolong jembatan karena tidak memiliki rumah dan belum mampu menyewa indekos atau kontrakan.
JAKARTA, KOMPAS — Penduduk miskin DKI Jakarta yang tidak memiliki tempat tinggal banyak menempati kolong-kolong jembatan. Mereka tinggal di kolong jembatan karena tidak memiliki rumah dan belum mampu menyewa indekos atau kontrakan.
Kolong jembatan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, menjadi salah satu tempat yang dihuni warga miskin Jakarta. Di sana ada sekitar 10 orang menempati kolong jembatan itu, dua pasang di antaranya suami istri. Rata-rata mereka yang tinggal di sana adalah pemulung. Sebagian ada yang tinggal di kolong jembatan karena hunian yang sebelumnya mereka tempati terdampak penggusuran.
Selain itu, tinggal di kolong jembatan juga gratis, aman dari panas, dan hujan. Beton material jembatan berperan sebagai pelindung.
Nyai (63), pemulung yang tinggal di kolong jembatan Jalan Sukabumi, Menteng, mengatakan, sejak kecil ia telah tinggal di sana dan memulung untuk bertahan hidup. Meskipun tinggal di kolong jembatan, ia terdaftar sebagai penduduk RT 015 RW 009, Menteng, Jakarta Pusat.
”Kami menggunakan kolong jembatan (sebagai tempat) untuk tidur, mandi, menjemur pakaian, dan memulung,” ujarnya, Kamis (20/10/2022).
Menurut Mahmud, pemulung lainnya, kolong jembatan juga menjadi pilihan karena tidak terlalu mencolok di publik sehingga tidak mengganggu orang lain.
Di kolong jembatan tersedia kolom-kolom berukuran 3 meter x 1,5 meter yang dipisahkan oleh tiang penyangga jembatan. Kolom itu digunakan untuk tidur dan menaruh pakaian. Satu kolom digunakan satu orang.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Pemulung mengambil sampah plastik yang mengapung di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2022). Kolong jembatan dapat digunakan sebagai tempat untuk tidur, mandi, menjemur pakaian, dan memulung.
Mereka tidur beralaskan tumpukan kardus bekas, hanya dua kolom yang menggunakan kasur tipis usang. Pakaian pun ditumpuk berantakan di keranjang, sebagian digantung pada jemuran kawat berkarat.
Pendapatan mereka tidak tetap, Rp 400.000-Rp 600.000 per bulan. Pengeluaran terbesar digunakan untuk makan sehari-hari, yakni Rp 450.000. Ketika tidak cukup, mereka meminjam uang kepada pelapak, tempat menjual barang hasil pulung.
Akar masalah yang berbeda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Latar belakang pekerjaan setiap penduduk miskin juga memerlukan pendekatan tersendiri. (Elisa Sutanudjaja)
Merujuk pada definisi Badan Pusat Statistik, penduduk dikategorikan sebagai penduduk miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan. Pada 2021, garis kemiskinan DKI Jakarta adalah Rp 697.638 per kapita per bulan.
Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta terus meningkat setiap tahunnya, mulai dari 365.550 jiwa pada 2019 ke 480.860 jiwa pada 2020, kemudian mencapai 501.920 jiwa pada 2021.
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Jembatan di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, yang pada bagian bawah atau kolongnya digunakan penduduk miskin untuk tinggal, Kamis (20/10/2022). Sekitar 10 orang menempati kolong jembatan itu. Dua pasang merupakan suami-istri. Rata-rata mereka bekerja sebagai pemulung.
Meskipun demikian, penduduk miskin yang termasuk dalam kategori penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang dibina di Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial (LPSK) pada tahun 2020 dan 2021 masih sama, yakni 17.254 orang. Mereka dibina dalam 382 tempat LPSK.
Direktur Rujak Center for Urban Studies Elisa Sutanudjaja menyebutkan, data kemiskinan terpengaruh oleh pekerja informal di Jakarta. Peningkatan tersebut juga dipicu oleh pandemi yang mengakibatkan penurunan pendapatan, pemutusan hubungan kerja, kehilangan mata pencarian. Karena itu, sudah pasti ada penurunan kelas ekonomi.
”Akar masalah yang berbeda memerlukan penanganan yang berbeda pula. Latar belakang pekerjaan setiap penduduk miskin juga memerlukan pendekatan tersendiri,” ujarnya.
Penyatuan ekosistem barang bekas seperti pengepul dan pemulung yang tinggal dalam satu tempat seharusnya dapat dilakukan. Karena yang dibutuhkan pemulung adalah hunian laik dan dekat dengan lokasi untuk mencari barang bekas.
Selain itu, beberapa panti sosial dapat berperan sebagai hunian sementara dengan jangka waktu dua tahun per keluarga. Hal tersebut dapat dikombinasikan dengan pelatihan pengolahan sampah yang sesuai dengan kemampuan, pekerjaan, dan pengetahuan warga binaan.
Penindakan
Ketentuan penduduk yang tinggal di kolong jembatan diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 221 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Dalam Pasal 12 disebutkan, larangan untuk membangun dan/atau bertempat tinggal di pinggir dan di bawah jalan layang, rel kereta api, jembatan tol, jalur hijau, taman dan tempat umum.
Penindakannya dilakukan oleh Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan Provinsi DKI Jakarta. Namun, karena yang terlibat adalah penduduk miskin, seperti pemulung dan pengemis, Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta dapat terlibat menangani hal tersebut.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Premi Lasari mengatakan, pihaknya akan berupaya memberikan pelayanan terbaik bagi PMKS dan melakukan koordinasi dengan satpol PP untuk menjangkau mereka (Kompas.id, 19/10/2022).
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
Nyai (63) mengambil hasil pulungan dari kali di Jalan Sukabumi, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (20/10/2022).
”Programnya itu Asih Asuh. Masih berlangsung hingga saat ini dan dilaksanakan secara rutin dengan satpol PP,” ujarnya.
Operasi Asih Asuh, menurut Premi, dilakukan secara persuasif dan humanis. Operasi itu dilakukan dengan cara menjaring PMKS, pendataan, kemudian dibina di panti sosial.
Untuk memperluas jangkauan, petugas P3S ditempatkan pada titik rawan PMKS. Petugas P3S berkewajiban untuk memberikan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian sosial kepada PMKS.