Data Statistik Potensi Desa 2020 yang dirilis tahun 2022 mencatat, perkelahian massal meningkat di Jakarta. Mengatasi hal ini, Polda Metro Jaya bertekad menindak tegas semua hal terkait bentrokan massa dan premanisme.
Oleh
ERIKA KURNIA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktur Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi mengimbau masyarakat Jakarta agar tidak main hakim sendiri dalam menyelesaikan perselisihan, seperti kasus bentrokan massa karena sengketa lahan di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).
Imbauan diberikan atas kasus bentrokan massa yang melibatkan dua pihak, kelompok dari salah satu etnis dengan kelompok dari salah satu organisasi masyarakat di pekarangan Mako Cafe, Jalan Terusan Rasuna Said. Setelah bentrokan itu, polisi menetapkan 43 orang sebagai tersangka.
”Di sini yang perlu kami tegaskan bahwa Jakarta zero premanisme, itu tekad kami. Oleh karenanya, penindakan ini sejatinya menjadi peringatan bahwa main hakim sendiri ataupun eigenrichting itu tidak diperbolehkan,” katanya dalam konferensi pers di Polda Metro Jaya, Kamis (20/10/2022) kemarin.
Hengki menegaskan akan menindak setiap kelompok masyarakat yang main hakim sendiri sampai mengakibatkan kerusakan materi dan penganiayaan yang menimbulkan korban.
Terkait kasus bentrokan di Mampang Prapatan, hal ini berawal dari cekcok dua pihak yang bersengketa di lahan tempat kafe berdiri. Cekcok itu lalu disusul pengerahan massa dari kedua pihak pada sekitar pukul 19.00.
”Terjadi cekcok adu mulut dari kedua belah pihak sehingga melakukan penyerangan dan penganiayaan,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan pada kesempatan sama.
Polisi menahan sejumlah barang bukti, antara lain bongkahan batu, besi holo, kayu balok yang terdapat bercak darah, patahan kursi kayu, serpihan kaca, dan tangkapan layar rekaman video keributan.
Semua tersangka dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 351 KUHP dan atau Pasal 358 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan luka berat. Kemudian, Pasal 406 KUHP dengan ancaman pidana paling lama 2 tahun 8 bulan.
Data Statistik Potensi Desa (Posdes) 2020 yang dirilis pada tahun 2022 mencatat, jumlah perkelahian massal meningkat di Jakarta. Berdasarkan jumlah kelurahan yang melaporkan kejadian itu, pada 2019 hanya ada 32 kelurahan, lalu tahun 2020 meningkat menjadi 58 kelurahan. Pada 2020, perkelahian massal di Jakarta mengakibatkan 13 orang meninggal dan 21 orang luka-luka.
Berdasarkan peranan pihak yang menyelesaikan perkelahian massal di setiap kelurahan, tokoh agama adalah yang terbanyak (14 kelurahan), disusul aparat keamanan (13 kelurahan), tokoh masyarakat (8 kelurahan), dan aparat pemerintah (7 kelurahan).