Pengemudi Ojek Daring Terbelenggu Pendapatan Rendah dan Jam Kerja Panjang
Kelelahan yang dialami pengojek daring akibat jam kerja yang panjang rentan memicu kecelakaan.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendapatan rendah yang diterima pengemudi ojek daring potensial berdampak pada faktor keselamatan yang belum sepenuhnya jadi perhatian utama. Meski bekerja selama rata-rata 6-12 jam sehari, pendapatan yang diperoleh belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan jumlah jam kerja yang cukup lama, kelelahan yang dialami pengemudi ojek daring rentan memicu kecelakaan saat berkendara.
Data Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri menunjukkan, jumlah kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor tahun 2020 mencapai 93.319 kasus. Pada 2021 naik menjadi 97.095 kasus dan selama Januari-Agustus 2022 telah mencapai 85.691 kasus (Kompas.id, 13/9/2022)
Pengemudi ojek daring di Jakarta Pusat, Hendri (42), Rabu (12/10/2022), mengatakan, rata-rata ia bekerja paling sedikit selama sembilan jam per hari. Ia mulai bekerja setiap pukul 06.00 pagi. Ia hanya libur bekerja pada hari Minggu.
Untuk memastikan keselamatan berkendara, ia selalu rutin mengece motornya ke bengkel. Pengeluaran biaya perawatan kendaraannya mulai dari Rp 100.000 hingga Rp 300.000 dalam sebulan.
Jika terjadi kecelakaan, pihak aplikator hanya menyediakan asuransi ketika pengemudi ojek daring membawa penumpang. Asuransi ini berasal dari pemotongan pendapatan per bulan.
Hendri menargetkan untuk memperoleh uang sebesar Rp 250.000 per hari dari pekerjaan ojek daring. Hal ini untuk menutupi biaya perawatan kendaraan miliknya. Agar bisa memperoleh pendapatan tersebut, ia harus mendapatkan 20-25 penumpang per hari. Target itu tidak mudah karena ia harus bersaing dengan pengemudi ojek lain yang jumlahnya cukup banyak.
Sejak Rabu pagi, puluhan pengemudi ojek daring sudah memadati tempat pemberhentian transportasi publik di kawasan Stasiun Palmerah, Jakarta Pusat. Penumpang sesekali memastikan pengemudi ojek daringnya sudah sesuai dengan aplikasi di ponsel pintar.
Sriwindi Noviasih (25), warga asal Tangerang Selatan, mengatakan, dirinya menggunakan jasa pengemudi ojek daring untuk menuju lokasi kantor yang berada di wilayah Meruya Utara, Jakarta Barat, dari Stasiun Palmerah.
Walaupun biasa menggunakan jasa ojek daring, ia tetap waspada terhadap keselamatan dan keamanan sebagai penumpang sepeda motor. Kecelakaan pada sepeda motor rentan terjadi, apalagi jika tidak hati-hati dalam berkendara.
”Paling rawan saat hujan karena jalanan yang licin,” katanya.
Ketua Institut Studi Transportasi (Intran) Darmaningtyas mengatakan, angka kecelakaan yang melibatkan sepeda motor berdasarkan data Korlantas Polri 2021 di angka 72 persen. Dari situ menunjukkan, sepeda motor bukan termasuk moda transportasi yang berkeselamatan, aman, dan nyaman.
Menurut dia, masalah utama pada sepeda motor jika termasuk sebagai angkutan umum, bukan sekadar pada pengemudinya, melainkan konstruksi sepeda motor itu sendiri. Sebagai contoh, apabila hujan dan ada lubang di jalan yang tidak diketahui, lalu dilewati, maka rentan jatuh.
”Kalau mobil, kan, tidak. Pada saat hujan, sepeda motor tidak memberikan kenyamanan bagi penumpangnya,” katanya.
Apud Syafrudin (42), pengemudi ojek daring di Jakarta Barat, mengaku penghasilan yang diperoleh terus menurun. Setelah bekerja setiap hari dengan rata-rata lebih dari 10 jam kerja, ia hanya bisa memperoleh pendapatan antara Rp 80.000-Rp 100.000.
Pemberitaan Kompas (25/4/2019), dari tahun ke tahun, pendapatan ojek daring turun. Jika dilihat laju penurunan rata-rata pendapatan ojek daring, rata-rata pendapatan yang diterima ojek daring berkurang 22 persen setiap tahun.
Pada 2016, responden yang mulai bekerja pada tahun tersebut hanya mendapatkan Rp 6,4 juta setiap bulan. Sementara pada satu sampai dua tahun berikutnya, responden lain yang mulai bekerja pada 2017-2018 hanya mendapatkan Rp 4,1 juta sampai Rp 4,9 juta per bulan.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengatakan, dari hasil survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan menunjukkan, sebanyak 50,1 persen pengemudi ojek daring memiliki pendapatan rata-rata Rp 50.000-Rp 100.000 per hari.
Hasil survei tentang persepsi pengguna dan pengemudi ojek daring itu dilakukan kepada 2.016 responden mitra ojek daring di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Survei dilakukan secara daring pada 13-20 September 2022.
”Pengemudi ojek daring kerap mengeluh dan demo. Sebagai mitra, mereka tidak akan merasakan peningkatan pendapatannya karena tergerus oleh potongan fasilitas aplikasi yang sangat besar,” kata Djoko.
Hasil survei tersebut untuk menindaklanjuti kenaikan tarif ojek daring yang telah ditetapkan pemerintah melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022 tentang Pedoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Masyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
Menurut Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Adita Irawati, survei ini hanya untuk kepentingan internal di Kemenhub dan tidak untuk dipublikasikan.
”Pada saat diskusi grup atau focus group discussion dengan para pemerhati transportasi. Survei ini disampaikan oleh salah satu narasumber pemerhati,” katanya.