Langkah berani selebritas Lesti Kejora dalam melaporkan kasus KDRT harus didukung oleh semua pihak. KDRT kerap kali masih dinilai sebagai aib keluarga dan pembenaran terhadap sikap laki-laki.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
Kabar kekerasan dalam rumah tangga di biduk rumah tangga pasangan selebritas Lesti Kejora dan Rizky Billar menjadi perbincangan hangat di pengujung September 2022. Para penggemar pasangan yang dijuluki ”Leslar” itu banyak yang tidak menyangka kabar itu. Namun, satu hal yang menjadi pembelajaran penting dari kisah tersebut adalah keberanian Lesti.
Perempuan bernama asli Lestiana itu melaporkan kasus dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya ke Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (28/9/2022) malam. Ia menemui pihak yang berwajib dalam kondisi baru mengalami kekerasan fisik. Kekerasan itu diduga didapatkan dari suaminya, Rizky Billar, pada pagi harinya.
Kepada polisi, perempuan berusia 23 tahun itu melapor, hari itu, suaminya melakukan kekerasan kepadanya dalam dua waktu berbeda. Awalnya, pada sekitar pukul 01.00, keduanya cekcok karena Lesti menegaskan perihal perselingkuhan oleh Rizky. Lesti mengaku meminta pria yang baru menikahinya tahun lalu itu untuk memulangkannya ke rumah kedua orangtuanya.
”Terlapor lalu melakukan kekerasan fisik dengan berusaha mendorong dan membanting korban ke kasur dan cekik leher korban sehingga jatuh ke lantai. Hal tersebut dilakukan berulang,” kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (30/9/2022).
Kemudian pada pukul 09.47, cekcok berlanjut dan berakhir dengan kekerasan fisik berikutnya. Lesti mengaku tangannya ditarik suaminya sebelum tubuhnya dibanting kembali secara berulang-ulang.
Setelah menerima laporan dugaan kasus Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, penyidik pun segera memintanya melakukan visum di rumah sakit dan pemeriksaan psikologis. Untuk memperkuat penyelidikan, polisi juga sudah mengumpulkan foto bukti kekerasan fisik dan memeriksa dua saksi, yakni satu karyawan manajemennya dan seorang pengasuh bayi.
Dikutip dari Kompas.com, Minggu (2/10/2022), saat ini Lesti menjalani perawatan di rumah sakit di Jakarta karena trauma fisik yang dialaminya. Ia juga sudah mendapat pendampingan hukum dari pengacara bernama Sandy Arifin.
Sementara itu, polisi juga akan berkoordinasi untuk memberikan perlindungan kepada Lesti. ”Nanti kami koordinasikan lagi dengan penyidik bagaimana (perlindungannya),” kata Kepala Seksi Humas Polres Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma saat dihubungi, Minggu (2/10/2022).
Nurma mengatakan, polisi juga akan segera memanggil Rizky minggu ini. Mereka memastikan agar terlapor tidak mangkir saat akan diperiksa. ”Untuk tanggal, nanti kami tentukan sesuai penyidik, dan Rizky agar jangan sampai dia mangkir, tentunya juga akan koordinasi dengan penasihat hukumnya,” kata Nurma.
Langkah cepat Lesti dan kepolisian diapresiasi Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Perempuan Siti Aminah Tardi, yang ikut memantau kasus tersebut.
”Langkah yang ditempuh oleh LK adalah langkah berani dan harus didukung oleh semua pihak mengingat KDRT kerap kali masih dinilai sebagai aib keluarga, ada pembenaran kekerasan terhadap istri dan menyalahkan perempuan,” katanya saat dihubungi secara terpisah.
Keberanian itu selanjutnya juga harus diikuti perlindungan untuk Lesti selaku korban. Siti mengatakan, Lesti atau korban KDRT lainnya dapat meminta perintah perlindungan sementara dari kepolisian yang berlaku tujuh hari. Perlindungan itu juga bisa diperpanjang dengan mengajukan ke pengadilan.
”Dalam perintah perlindungan, baik sementara maupun dari pengadilan, di dalamnya dapat dimuat pembatasan gerak pelaku. Misalkan, tidak memasuki tempat atau rumah di mana korban berada,” ujarnya.
Meski masih menjadi terlapor, beragam respons muncul terhadap Rizky, suami Lesti. Salah satu respons datang dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat. Nuning Rodyah, Komisioner KPI Pusat, mendorong lembaga penyiaran untuk tidak lagi memberi ruang kepada pelaku KDRT tampil di depan publik, baik di televisi maupun radio.
Arahan itu didasarkan pada kasus KDRT yang melanggar hak asasi manusia. ”Para figur publik harus memberi contoh positif kepada pemirsa, baik melalui apa yang tampak di layar kaca maupun contoh dalam kehidupan sehari-hari. Segala bentuk kekerasan, terutama KDRT, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” katanya seperti disiarkan melalui akun Instagram @kpipusat.
Catatan akhir tahun Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Jakarta, sepanjang tahun 2021 terdapat 374 aduan kasus KDRT dari total 1.321 aduan hukum (28 persen) dari perempuan. KDRT menempati urutan kedua kasus yang paling banyak dilaporkan setelah kekerasan berbasis jender online (KBGO) dengan 489 kasus.
Sebelumnya, KDRT hampir selalu menempati urutan teratas. Sampai 2021, LBH Apik Jakarta menilai, situasi dan kondisi penanganan kasus yang belum berpihak kepada perempuan korban kekerasan, baik dari sisi kebijakan yang belum berpihak kepada korban maupun kuatnya budaya patriarki, menyebabkan banyaknya kriminalisasi terhadap perempuan korban.
Walaupun masih jauh dari kata membaik, masyarakat setidaknya bisa menjadikan Lesti sebagai panutan dalam menghadapi kasus kekerasan, yang rentan dialami setiap perempuan.