Meniru Peringatan Gempa, Warga Jakarta Harus Tahu Kualitas Udara lewat Gawai
Sistem peringatan yang mudah menjangkau masyarakat harus menjadi terobosan, khususnya bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar warga bisa menyadari kualitas udara di mana mereka hidup.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi IBUKOTA menggelar aksi teatrikal di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Aksi ini digelar untuk mengingatkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, akan hak udara bersih warga yang belum terpenuhi. Aksi ini juga digelar untuk memeringati satu tahun kemenangan gugatan warga negara atas hak udara bersih. Meski sudah berlangung satu tahun, udara bersih yang diidam-idamkan warga belum juga terpenuhi. Pemerintah dinilai juga belum memiliki kebijakan untuk memperbaiki kualitas udara tersebut.
JAKARTA, KOMPAS — Warga Jakarta berhak mendapat informasi transparan mengenai kualitas udara di tempat tinggalnya. Sistem peringatan yang mudah menjangkau masyarakat harus menjadi terobosan, khususnya bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, agar warga bisa menyadari kualitas udara di mana mereka hidup.
Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, saat ditemui di depan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (16/9/2022), mengatakan, ide tersebut perlu dihadirkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai satu langkah strategis mencegah dampak polusi udara.
”Sekarang yang dikenal masyarakat, ketika ada gempa bisa dapat pop-up message dari aplikasi atau SMS. Sekarang belum ada pesan singkat peringatan udara tidak sehat di daerah ini, masih hanya berbasis situs internet dan aplikasinya. Harapannya sesederhana itu. Jadi, bisa lebih luas dicakup masyarakatnya,” ucap Bondan.
Bondan bersama sejumlah masyarkat sipil yang tergabung dalam Koalisi IBUKOTA menggelar aksi teatrikal di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Aksi itu digelar untuk memperingati setahun kemenangan gugatan warga negara atas hak udara bersih dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tertanggal 16 September 2021.
Tergugat yang terdiri dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah di Jakarta dan sekitarnya disebutkan lalai dalam mengatasi polusi udara. Pemprov DKI Jakarta lalu memutuskan tidak banding terhadap keputusan itu dan menyetujui permintaan untuk menyusun Grand Design Pengendalian Pencemaran Udara (GDPPU).
Dalam aksi itu, mereka mengingatkan pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, agar segera memenuhi tuntutan, antara lain memberikan edukasi, lebih transparan, dan memudahkan akses informasi warga terkait kualitas udara.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Kepadatan hunian penduduk dengan latar belakang gedung bertingkat di Kawasan Tanah Abang, Jakarta, Kamis (15/9/2022). Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang perduli pada masalah lingkungan menyampaikan bahwa polusi udara masih jadi masalah serius bagi warga DKI Jakarta. Data dari Nafas Indonesia dalam satu tahun terakhir (14 September 2021-14 September 2022) menunjukkan, hanya ada satu bulan, yakni Desember 2021, ketika kualitas udara di DKI Jakarta mengalami perbaikan. Pada bulan tersebut, nilai PM2.5 menurun karena musim hujan. Namun, memasuki musim kemarau (Juni-Juli 2022), nilai PM2.5 kembali melonjak. Kondisi serupa dialami daerah penyangga Jakarta, seperti Bekasi, Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi.
”Ketika udara tidak sehat itu seharusnya ada upaya kepada masyarakat bahwa udara ini sedang tidak sehat dan apa yang harus dilakukan masyarakat. Sampai saat ini, memang alat ukur sudah ada dan ketika udara tidak sehat itu ke mana pemerintah. Seharusnya masyarakat juga dilibatkan dalam upaya melihat sejauh mana pemerintah bisa mengontrol itu,” ujarnya.
Bondan juga mengingatkan Pemprov DKI agar menyusun GDPPU yang mengutamakan keterlibatan warga dalam strategi pengendalian polusi udara.
Kepala Humas Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yogi Ikhwan, saat dihubungi, Jumat (16/9/2022), mengatakan, Pemprov DKI tengah menyiapkan rencana peraturan gubernur terkait strategi perbaikan kualitas udara Jakarta sampai 2030.
”Ranpergub sudah jadi, tinggal pembuatan perbal setelah ekspose publik Senin besok,” katanya.
Kegiatan ekspose publik yang direncanakan pada Senin (19/9/2022) akan membahas Rencana Strategi Pengendalian Pencemaran Udara dari diskusi grup terfokus (FGD) pada 18 Agustus 2022. Diskusi itu mengundang tenaga ahli dan akademisi yang memiliki kajian dan rencana serta masing-masing satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
”Lewat FGD ini kita berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan di DKI Jakarta untuk merumuskan strategi pengendalian pencemaran udara agar kualitas udara Jakarta lebih baik ke depannya,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto, dalam keterangan tertulis.
GDPPU, yang akan segera diteken gubernur, terbagi dalam tiga kategori strategi. Selain peningkatan tata kelola pengendalian pencemaran udara, ada kategori pengurangan emisi pencemar udara dari sumber bergerak ataupun tidak bergerak. Di dalamnya terdapat sejumlah strategi pengendalian pencemaran udara yang dipaparkan dalam 79 rencana aksi.
Pendekatan ilmiah
Beberapa langkah yang terus dilakukan termasuk peningkatan kualitas sistem pemantauan kualitas udara, kebijakan uji emisi kendaraan bermotor, serta pengendalian polusi udara dari sektor industri.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Kendaraan terjebak kemacetan di kawasan Gambir, Jakarta, saat sejumlah ruas jalan ditutup karena unjuk rasa, Kamis (8/9/2022). Selain volume kendaraan yang terus bertambah dan mobilitas warga yang tinggi, penyebab kemacetan di Jakarta semakin kompleks. Kemacetan tidak hanya menambah polusi udara, tetapi juga menyebabkan pemborosan bahan bakar.
Indonesia Country Coordinator for Environmental Health Vital Strategies Ririn Radiawati menambahkan, pihaknya ikut membantu mengkaji inventarisasi sumber emisi dan merumuskan kebijakan pengendalian pencemaran udara di DKI Jakarta.
”Kami berkolaborasi juga dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Institut Teknologi Nasional (Itenas) untuk memastikan kebijakan pengendalian kualitas udara di Jakarta berdasarkan pendekatan ilmiah,” ujarnya.