Kompas Travel Fair, Momentum Kebangkitan Biro Wisata Perjalanan
Kompas Travel Fair (KTF) di Jakarta Convention Center mulai Jumat hingga Minggu (9-11/9/2022) menjadi kesempatan menggaet calon wisatawan. Biro perjalanan wisata pun sudah menyiapkan paket-paket atau promo.
Petra Frian (29), bersama pacarnya dan dua temannya, hampir satu bulan ini kerap berselancar di dunia maya mencari beberapa negara di Eropa yang akan dikunjungi, seperti Italia, Belgia, Romania, Macedonia, dan Albania.
Negara itu dipilih selain ingin melihat kemegahan arsitektural dan sejarah, juga keindahan alamnya. Perencanaan dan memilih lokasi tujuan negara sudah mereka siapkan hampir dua tahun. Namun, kesempatan itu tidak kunjung terealisasi karena pandemi Covid-19.
Baca juga: Pariwisata Massal Bergeser Mengejar Kualitas
”Kalau saya sudah nabung khusus jalan ke luar, 2021 itu ada rencana berangkat. Eh, pandemi kok masih lanjut. Tahun ini kami persiapkan lagi. Kepastian berangkat belum tahu. Kalau tidak bisa tahun ini, ya besok 2023. Karena sudah makin pulih kondisinya. Semoga terealisasi sebelum paspor kedaluwarsa. Dua tahun lho ini di Jakarta saja. Penat bosen banget,” ujar pria yang bekerja di agensi periklanan itu, Kamis (8/9/2022).
Dari lima negara yang sudah dipilih, kata Petra, setidaknya ada dua atau tiga negara yang harus terealisasi. ”Lebih ke wisata alam daripada kota. Cari yang tidak banyak orangnya. Kami sudah cari-cari biro wisata perjalanan yang bisa akomodasi keinginan kami. Tapi belum ketemu yang cocok dari sisi harga dan paket lainnya. Kami tidak harus yang living (menginap) di hotel berbintang tiga atau lima,” ujar Petra.
Pandemi Covid-19 juga membuat Chatarina Komala (30), asal Tangerang Selatan, Banten, tak bisa berwisata ke Nepal pada 2021. Ia pun banyak menghabiskan waktu berlibur di sejumlah destinasi lokal saja, seperti Gunung Prau, Dieng, Jawa Tengah.
Mulai meredanya pandemi dan banyak aktivitas yang sudah dibuka, membuat perempuan yang bekerja di industri hukum itu berniat merencanakan ulang perjalanan ke Nepal. Meski tidak dalam waktu dekat, ia tetap perlu perencanaan dan persiapan jauh-jauh hari.
”Dalam waktu dekat pilih tujuan wisata lokal dulu. Enggak kalah seru, kok. Wisata luar negeri belum dalam waktu dekat, tetapi mau banget ke Nepal. Perlu persiapan dulu kalau ke luar negeri,” kata Chatarina.
”Salah satu keuntungan menggunakan biro wisata, kita bisa santai dan pergi saja. Semua diurus oleh agen, harganya pun bersaing dengan ketika kita memesan sendiri. Enggak terlalu repot dibantu pengurusannya, mau domestik atau luar bakal dibantu,” lanjutnya.
Momentum kebangkitan
Sejumlah biro wisata perjalanan tidak ingin melewatkan momentum menarik konsumen atau para traveler yang sudah kangen untuk berwisata, baik domestik maupun keluar negeri.
Keikutsertaan mereka dalam Kompas Travel Fair (KTF) di Jakarta Convention Center, Jakarta, mulai Jumat (9/9/2022) hingga Minggu (11/9/2022), menjadi kesempatan menggaet calon wisatawan. Biro perjalanan wisata pun sudah menyiapkan paket-paket atau promo. Promo juga ditawarkan oleh penerbangan dan perbankan yang menyertai KTF.
Head of Marketing Communication Golden Rama Tours and Travel Ricky Hilton optimistis bisa menggaet setidaknya 60 persen calon wisatwan. Target itu dinilai realistis pascagelombang pandemi.
Berdasarkan catatan, lanjut Ricky, sebelum pandemi Covid-19, pihaknya mencatat ada 352.000 transaksi per tahun yang ikut tur wisata. Namun, saat masuk gelombang tinggi pandemi pada akhir 2020, angka transaksi turun sangat jauh. Kondisi ini membaik pada 2021 tercatat ketika ada permintaan berwisata melonjak naik hampir 600 persen.
Kondisi pandemi membuat banyak biro perjalanan wisata tidak bisa memenuhi permintaan konsumen. Hal itu karena sejumlah faktor seperti banyak negara masih menutup pintu perbatasan untuk turis dan sejumlah persyaratan perjalanan yang ketat, baik di domestik maupun luar negeri dalam mengurus izin visa. Termasuk harga avtur yang tinggi sehingga berpengaruh pada mahalnya tiket.
”Nah, iklim wisata membaik dan tinggi. Lalu ada Kompas Travel Fair, kami menyambut antusias setelah vakum dua tahun. Pelaku usaha wisata menjadikan Kompas Travel Fair sebagai kesempatan untuk bangkit setelah hibernasi akibat pandemi,” ujar Ricky.
Sejak pertama kali KFT digelar, Golden Rama Tours and Travel tak pernah absen. Kali ini mereka menyiapkan sejumlah paket dan promo menarik untuk calon wisatawan. Beberapa promo seperti tur wisata 10-12 hari ke Turki dengan banderol Rp 12,8 juta termasuk tiket dan hotel. Lalu ada promo 4 hari ke Jepang Rp 4,8 juta. Ada pula, tur 12 hari ke Paris, London, dan Amsterdam dengan biaya Rp 12,8 juta.
Baca juga: Kompas Travel Fair 2022 Ajak Masyarakat Kembali Berpetualang
Hal senada disampaikan oleh Anita Gouw, Project Management Officer Bayu Buana Travel Services. Menurut dia, Kompas Travel Fair momentum untuk menggeliatkan wisata perjalanan domestik dan luar negeri yang sempat menurun akibat pandemi.
”Kami berharap melalui Kompas Travel Fair bisa menjaring pasar lebih banyak konsumen. Ini event besar sudah berlangsung lama. Ada banyak promo dari maskapai penerbangan dan dari kami juga sudah siapkan banyak promo paket bagi wisatawan yang sudah kangen berwisata,” ujar Anita.
Sebagai gambaran, Anita menjelaskan, sebelum pandemi Covid-19 ada tiga musim puncak berwisata, seperti masa libur Lebaran, sekolah, dan Natal/Tahun Baru. Beberapa tujuan favorit wisata domestik adalah Labuan Bajo di NTT, lalu NTB dan Bali. Di Asia adalah Jepang, Korea, Thailand, dan Turki. Lalu di Eropa tujuan favorit adalah Swiss, Perancis, Belanda, Belgia, dan Italia.
Dalam satu musim puncak bisa mencapai 150 grup yang berangkat. Satu grup terdiri dari 25-30 orang. Ini belum termasuk wisatawan yang memilih berlibur pada musim sepi.
”Permintaan wisata ke luar negeri itu banyak. Tapi ada hal yang tidak bisa dipaksa karena pandemi. Perbatasan negara Eropa banyak yang tutup, kecuali Turki. Makanya, Turki tetap jadi favorit. Lalu favorit lainnya Swiss karena mereka menerima sertifikat vaksin Sinovac yang itu banyak digunakan di Indonesia,” ujar Anita.
Saat banyak negara membuka pintu masuk untuk wisatawan, ada beberapa persyaratan ketat yang tetap harus dipenuhi. Seperti Perancis, negara tempat menara Eiffel berdiri saat itu tidak menerima kunjungan wisatawan bersertifikat Sinovac. Salah satu persyaratan vaksin yang mereka terima adalah Astra Zenecca.
”Nah, kenapa ini jadi momentum pada KTF untuk kami bangkit dan wisatawan bisa jalan-jalan karena sudah banyak perbatasan negara dibuka. Lalu kita sudah vaksin booster dengan jenis lain Pfizer, Astra Zenecca, dan lainnya. Negara seperti Perancis mau terima,” ujar Anita, yang menargetkan meraih minimal 50 persen calon wisatawan yang mengunjungi Kompas Fair Travel.
Adaptasi
Pandemi mau tak mau membuat biro perjalanan wisata ikut beradaptasi. Hal ini perlu dilakukan agar berwisata aman dan sehat. Adaptasi juga tak lepas dari perilaku berwisata konsumen saat ini dan upaya memenuhi kebutuhan konsumen wisata.
”Perilaku konsumen memilih berlibur di luar musim puncak juga. Musim sepi juga mulai banyak dilirik saat ini. Pertama, tujuan destinasi yang tidak terlalu ramai. Kedua, harga tiket jauh lebih murah. Market ini cukup banyak. Lalu banyak pula yang memanfaatkan hari kejepit nasional untuk jalan-jalan. Ini banyak dan tiket laris,” kata Anita.
Selain itu, dari permintaan perjalanan, wisata alam banyak diminati. Perilaku konsumen ini yang ingin dibungkus oleh Bayu Buana Travel melalui paket promo dalam KTF.
”Contoh adaptasi lainnya seperti keinginan konsumen untuk ikut tur tidak dalam jumlah besar. Oleh karena itu, kami juga menyesuaikan kebutuhan mereka. Biasa satu grup 30 orang, kini 20-25 orang. Lalu ada paket Eksplore yang bisa berangkat hanya empat orang atau untuk keluarga, dan banyak promo paket lainnya kami tawarkan di KFT,” katanya.
Dari adaptasi itu pula, kata Anita, biro perjalanan wisata masih bisa bertahan hingga saat ini meski sempat digoyang pandemi Covid-19. Selain adaptasi, pendekatan komunikasi langsung dengan konsumen menjadi alasan biro perjalanan wisata tetap dipilih oleh konsumen.
”Ada pendekatan manusia yang menjadi bagian dari pelayanan. Ini alasan biro perjalanan tetap dilirik. Tamu ada keterikatan dengan kita, bisa bertanya jika ada kesulitan. Tamu juga bisa minta jika ingin paket yang murah dan kebutuhan berwisata yang diinginkan. Lalu jika perubahan jadwal mereka tidak lakukan sendiri. Syarat visa dibantu. Perilaku wisatawan kita itu ingin ada pelayanan dan komunikasi langsung. Itu yang buat kami bertahan,” kata Anita.
Potensi wisata lokal
Anita juga melihat KTF tidak hanya kebangkitan berwisata ke luar negeri, tapi juga domestik yang banyak tujuan wisata tak kalah menarik dan indah. Perlu kerja sama dari sejumlah pihak, terutama peran pemerintah dalam membangun ekosistem wisata lokal.
”Tujuan domestik itu permintaannya banyak banget. Ini pontensi kita bersama membawa wisatawan lokal bahkan mancanegara lebih banyak yang bisa berdampak pada kemajuan daerah itu. Bali dan NTB memang favorit, tapi banyak daerah lain yang indah dan peminatnya luar biasa. Hanya saja terkendala sarana dan prasaranan yang belum memadai. Ini yang menjadi tantangan kami,” kata Anita.
Chatarina pun sependapat agar pemerintah memajukan wisata lokal dengan membangun infrastruktur dan akomodasi.
”Daerah kita keren. Banyak lokasi yang indah dan bikin takjub. Namun, buruknya jika ada obyek wisata bagus, perilaku wisatanya buruk. Kesadaran menjaga lingkungan rendah, buang sampah sembarangan. Jadi selain pemerintah, ya kita juga perlu bantu dengan menjaga lingkungan biar tetap indah,” kata Chatarina.
Tidak hanya itu, harga tiket pesawat pun perlu dikaji ulang. Tiket pesawat yang mahal menjadi alasan wisatawan lokal lebih memilih berwisata ke luar negeri.
Jangan sampai kurangnya perhatian pemerintah dalam membangun infrastruktur, akomodasi hingga harga tiket pesawat yang mahal daripada ke luar negeri mengurungkan niat warga menikmati keindahan negara sendiri.
Baca juga: BUMDes Berperan Mendorong Pengembangan Desa Wisata