BUMDes Berperan Mendorong Pengembangan Desa Wisata
Pemanfaatan dana desa untuk membangun usaha, seperti desa wisata, harus dilakukan melalui badan usaha milik desa atau BUMDes. Prinsipnya, desa tidak boleh berbisnis.
Oleh
STEFANUS OSA TRIYATNA
·5 menit baca
STEFANUS OSA TRIYATNA
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar (tengah) menjelaskan berbagai perkembangan pemanfaatan dana desa dalam “Ngopi Bareng Gus Menteri” di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Pemanfaatan dana desa untuk membangun usaha, seperti desa wisata, harus dilakukan melalui badan usaha milik desa atau BUMDes. Prinsipnya, desa tidak boleh berbisnis. Apabila desa ingin melakukan kegiatan ekonomi yang bisa menghasilkan pendapatan, semestinya didelegasikan kepada BUMDes.
Pandangan tersebut diungkapkan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) Abdul Halim Iskandar dalam ”Ngopi Bareng Gus Menteri” di kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Jakarta, Kamis (11/8/2022).
Halim mengatakan, desa wisata merupakan salah satu ikon percepatan pemulihan ekonomi nasional setaraf desa. Adanya perputaran uang yang bisa dihasilkan, termasuk kerugian yang menjadi risikonya, maka pengelolaannya haruslah berada di bawah pengawasan BUMDes.
Halim mengatakan, banyak desa yang berimprovisasi untuk membangun desa wisata. Ia sekaligus mengingatkan bahwa cara berpikir untuk mewujudkan desa wisata haruslah mencermati dampaknya, bukan cara berpikir memperoleh tujuan.
”Desa wisata harus bertumpu pada potensi alam. Tujuannya, pembenahan lingkungan. Bukan menciptakan desa wisata, melainkan dampak dari pembenahan saja. Sesungguhnya, mewujudkan desa wisata itu gampang. Karena kita mempunyai alam yang bagus, justru itulah kita perlu berpikir, bagaimana alam yang bagus itu bertahan,” kata Halim.
Dia mencontohkan keberadaan air terjun dan embung. Supaya embung tidak mengering, bagian hulu perlu dipelihara. Perlu dipikirkan keberadaan embung tetap bisa mengairi sawah. Pemanfaatan airnya perlu dikelola dan lingkungannya harus ditata dengan baik bersama warga desa. Jika semua itu telah dilakukan ternyata menghasilkan keindahan dan membuat banyak orang tertarik untuk datang, serta muncul perdagangan yang menggerakkan perekonomian warga desa, di situlah desa wisata terwujud.
KOMPAS/AGUS SUSANTO (AGS)
Penginapan yang menyatu dengan hunian penduduk di Desa Tosari, Pasuruan, Jawa Timur, Sabtu (16/6/2018). Maraknya wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru menjadikan desa-desa yang mengelilinginya ramai oleh penginapan, warung, dan persewaan kendaraan.
”Harapan saya, dampak dari kegiatan warga desa untuk memelihara alam dan mempertahankan kebaikan alam, muncullah sebutan desa wisata. Cara berpikir ini perlu betul-betul ditekankan supaya desa wisatanya permanen. Sebab, kalau desa wisata sengaja dibikin semata-mata sebagai tujuan, dipastikan tidak akan bertahan lama,” ujar Halim.
Halim menegaskan kembali, desa wisata yang dibangun atas dasar cinta lingkungan dan segala upaya menjaga keberlangsungan lingkungan dipastikan menjadi paradigma yang menjadi kebiasaan gaya hidup alami. Lantaran menjadi tren, kini bukanlah saatnya berlomba-lomba membangun desa wisata, melainkan berlomba-lombalah memperhatikan dan memperbaiki, serta mempertahankan lingkungan. Lingkungan yang indah, bagus, dan nyaman akan serta-merta menarik minat orang-orang untuk menikmatinya.
Kemendesa PDTT juga akan membantu promosi desa wisata di seluruh Indonesia melalui aplikasi Desa Wisata Nusantara. Namun, aplikasi ini sekadar mempromosikan, tidak memfasilitasi terjadinya transaksi. Desa wisatanya pun hanya yang dikelola oleh BUMDes. Bukan swasta yang sekadar menggunakan diksi desa wisata. Sebab, desa wisata yang dibangun swasta akan menjadi tanggung jawab Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.
Destinasi unggulan
Berdasarkan data Kemendesa PDTT, rencana pemanfaatan dana desa tahun 2022 untuk desa wisata mencapai Rp 326,36 miliar. Hingga kini, terkait pengelolaan desa wisata telah dikelola oleh 5.037 BUMDes wisata.
Dalam Kompas Travel Fair 2022 yang diadakan harian Kompas bekerja sama dengan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, 9-11 September 2022, di Plenary Hall Jakarta Convention Center, bakal kembali menghadirkan pilihan destinasi wisata dalam dan luar negeri. Namun, pameran perjalanan wisata ini juga akan menawarkan menu baru destinasi unggulan, yakni desa wisata. Kemendesa PDTT juga akan turut menyemarakkan dengan menampilkan sejumlah desa wisata di Tanah Air.
Kompas Travel Fair 2022 menargetkan transaksi sebesar Rp 70 miliar dengan jumlah pengunjung 10.000 orang. Sebelumnya, tahun 2020 dan 2021, Kompas Travel Fair ditiadakan. Sebelum pandemi, pada tahun 2019, Kompas Travel Fair 2019 menghadirkan sekitar 50.000 pengunjung dengan nilai transaksi mencapai Rp 107 miliar.
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Salah satu pengembangan desa wisata yang dikelola warga terus bermunculan, seperti di Desa Danurojo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Minggu (11/11/2018). Pengembangan desa wisata tersebut menggerakkan perekonomian warga sekitar dari warung makan, oleh-oleh khas desa, hingga pengelolaan parkir.
Pendiri OMG Creative Consultant, Yoris Sebastian Nisiho, yang dihubungi di sela-sela sebuah konvensi yang diselenggarakan Pusat Persidangan Antarbangsa (ICC) di Brunei Darussalam, Kamis sore, mengatakan, ”Anak-anak muda kreatif bisa belajar secara online lalu berperan aktif membangun desa wisata. Bukan hanya menghasilkan uang, melainkan juga sesuai dengan karakter desa tersebut sehingga bisa berkembang berkelanjutan dan menghasilkan usaha padat karya.”
Menurut Yoris, terkait kultur desa yang acapkali terabaikan atau tergeser akibat pembangunan desa wisata, hal itu perlu edukasi bahwa kekuatannya justru pada otentiknya desa-desa di Indonesia. Di Inggris, ada studi S-2 jurusan tourism development. Studi ini mengajarkan tentang pengembangan pariwisata dengan menggali sesuatu yang sangat otentik dengan daerahnya.
Pekan lalu, Wakil Direktur Bisnis Harian Kompas Novi Eastiyanto mengemukakan, tren peningkatan jumlah wisatawan beberapa waktu terakhir memunculkan optimisme akan bangkitnya industri pariwisata seperti sebelum pandemi. Era pandemi Covid-19 telah menggeser minat sebagian masyarakat dari wisata massal ke privat. Selain itu, wisata alam atau ruang terbuka kian populer.
Ketertarikan pada wisata alam menjadikan destinasi lokal yang memiliki banyak wisata alam masih menjadi pilihan. Sejalan dengan dinamika situasi tersebut, KTF menghadirkan paviliun desa wisata sebagai menu baru destinasi. Hal ini dilakukan melalui kerja sama dengan Kemendesa PDTT.
Desa wisata dinilai merupakan peluang baru destinasi unggulan yang akan memberikan pengalaman berwisata mendalam bagi pelancong. Selain panorama, pengunjung desa wisata dapat berinteraksi dengan warga dan mengenal budaya baru yang memperkaya wawasan.
Sejumlah desa wisata yang ditawarkan antara lain Arborek di Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), Lembang Nonongan di Toraja Utara (Sulawesi Selatan), Wae Rebo di Kabupaten Manggarai (Nusa Tenggara Timur), dan Candi Rejo (Jawa Tengah). Untuk destinasi luar negeri, tujuan wisata yang populer antara lain Turki dan Jepang.
Dari data Badan Pusat Statistik, selama Januari-Juni 2022, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia melalui pintu masuk utama mencapai 743.210 kunjungan. Jumlah kunjungan ini naik 929,66 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2021. Pada Juni 2022, jumlah wisman mencapai 345.440 kunjungan, naik tajam 1.973,96 persen secara tahunan.
Sementara itu, mengutip Destination Insights Google, per Maret 2022, perjalanan internasional menunjukkan peningkatan, antara lain dengan dominasi turis asal Australia. Adapun Indonesia termasuk dalam lima besar destinasi yang dituju (Kompas, 6/8/2022).