Pemprov DKI Masih Bahas Aturan Jam Masuk Kerja di Jakarta
Polda Metro Jaya dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih membahas usulan pengaturan jam masuk kerja dengan pemangku kepentingan terkait. Keputusan tinggal di tangan Pemprov DKI Jakarta.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menaruh perhatian pada usulan pengaturan jam masuk kerja yang diusulkan Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman. Usulan itu diupayakan menjadi solusi mengatasi kemacetan di Jakarta yang kembali normal seperti masa sebelum pandemi Covid-19.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria, saat ditemui wartawan di Balai Kota Jakarta, Selasa (23/8/2022), mengatakan, usulan itu masih dibahas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pembahasan melibatkan berbagai pihak karena kebijakan itu membutuhkan persetujuan banyak pihak.
”Usulan dari Dirlantas Polda Metro Jaya tentang pengaturan jam kerja itu sesuatu yang bagus. Ini masih kita diskusikan, kita bahas, karena tidak bisa sepihak. Seperti yang pernah saya sampaikan, ini tidak hanya terkait polda bersama pemprov, tetapi juga terkait pemerintah pusat karena di Jakarta ini ada kementerian-kementerian, institusi dari pusat,” ujarnya.
Pria yang biasa disapa Ariza itu juga mengatakan, upaya mengurangi kemacetan di Jakarta ini, jika disetujui, akan keluar dalam bentuk peraturan gubernur.
Latif Usman mengatakan, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan. Selain Pemprov DKI, ia juga mengajak Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Pendidikan, DPRD, asosiasi pengusaha seperti Apindo, dan pengusaha angkutan.
”Kami sudah lakukan rapat dan hasilnya mereka menyepakati. Kami masih godok kembali terkait penerapannya kapan. Kami juga masih menunggu dari pemda untuk perencanaan yang lebih detail lagi,” kata Latif di kantornya di Jakarta, Senin (22/8/2022) kemarin.
Wacana ini diusulkan mantan Direktur Lalu Lintas Polda Jawa Timur itu setelah dilantik di Polda Metro Jaya pada pertengahan Juli lalu. Ide mengatur jam masuk kerja berangkat dari pengaturan jam masuk kerja di Polda Metro Jaya.
Selain itu, ia juga mencatat, 54 persen kemacetan di Jakarta terpusat di jam sibuk, utamanya pukul 06.00 hingga 09.00. Pada periode itu, sekitar 3 juta orang masuk ke Jakarta dan menambah kepadatan penduduk yang sudah mencapai angka 10 juta orang.
”Kalau mereka beraktivitas secara bersama-sama, harus melakukan apel yang pukul 07.00, misalnya, Jakarta ini seperti kena banjir bandang tiap hari. Kami yang ada di hilir ini harus mengatur (lalu lintas) dalam waktu bersamaan. Dengan adanya pembagian waktu, misalnya dari jadwal apel pukul 07.00 jadi pukul 09.00, orang dari Bogor tidak perlu berangkat pukul 05.30, tapi bisa lebih siang. Ini harapan kita sehingga (jam berangkat kerja) tersebar,” ujarnya.
Menyebarnya arus kendaraan yang masuk ke Jakarta di jam sibuk ditargetkan bisa mengurangi kemacetan di tujuh titik masuk Jakarta, khususnya di pintu tol seperti Cikampek, Merak, dan Jagorawi. Juga, mengurangi kemacetan di 18 jalan arteri dari wilayah Depok, Bekasi, dan Tangerang, seperti Cakung, Kalimalang, Lenteng Agung, Fatmawati, Lebak Bulus, sampai Daan Mogot.
Pengamat transportasi Djoko Setjiowarno menilai, wacana itu hanya akan menjadi kebijakan pendorong untuk mengatasi kemacetan Jakarta. Di sisi lain, kebijakan yang memberi efek penarik masih belum optimal. Kebijakan yang memberi efek penarik itu utamanya penyediaan angkutan umum dan kebijakan terkait yang berpihak.
”Masih terbatasnya layanan transportasi umum yang bisa menggapai kawasan perumahan dan permukiman di Bodetabek menjadi kendala untuk warga dari sana yang bekerja di Jakarta. Semua kawasan perumahan dan permukiman di Bodetabek perlu mendapat layanan transportasi umum,” katanya kepada Kompas.
Sementara itu, menurut catatannya, proporsi angkutan umum massal baru 2-3 persen dibandingkan mobil pribadi (23 persen) dan sepeda motor (75 persen). Infrastruktur angkutan massal yang sangat terbatas, pengadaan bus dan KRL yang belum memenuhi perjalanan, serta minimnya pendanaan angkutan umum di kawasan Bodetabek jadi faktor.
”Saat pagi hari harus ada layanan dari semua kawasan perumahan di Bodetabek yang langsung ke Jakarta, seperti bus JR Connexion, demikian pula sebaliknya di sore hari dengan arah berlawanan. Selain jam sibuk, transportasi umum itu dapat melayani wilayah lokal,” sarannya.
Ia juga menyarankan agar pihak terkait mempercepat dan mengembangkan program Bis Kita dengan skema pembelian layanan atau buy the service. Sejauh ini, program itu baru tersedia di kota, seperti di Trans Pakuan di Bogor, Trans Patriot di Bekasi, serta Trans Anggrek dan Bus Tayo di Kota Tangerang.
”Program ini belum ada di Kabupaten Bekasi, Bogor, dan Tangerang. BPTJ (Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek) memiliki kewenangan untuk melakukan itu,” kata Djoko.