Gelegar Asa ”Pondok Aren Berkibar”
Warga Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, semangat mengisi rangkaian peringatan HUT Ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejumlah asa warga turut mengemuka, seperti keberhasilan dan keamanan lingkungan.
Rangkaian peringatan Hari Ulang Tahun Ke-77 Kemerdekaan RI di Kota Tangerang Selatan, Banten, begitu meriah. Ribuan orang turut mengusung bendera Merah Putih sepanjang 3.522 meter mengitari Setu Parigi, Kelurahan Parigi, Kecamatan Pondok Aren, Kamis (18/8/2022).
Tidak ketinggalan warga turut mengibarkan 1.577 bendera di setu seluas 7 hektar itu dalam acara Pondok Aren berkibar yang diinisiasi Camat Pondok Aren Hendra. Acara ini membawa pesan semangat persatuan warga, kebersihan, dan memperkenalkan Setu Parigi ke masyarakat luas.
Baca Juga: Ceria 17 Agustus, Lomba Kampung hingga Bersih-bersih Ciliwung
Bagi warga, perayaan Kemerdekaan 17 Agustus kali ini begitu istimewa setelah dua tahun semarak pesta rakyat redup ditelan pandemi Covid-19. Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Tangsel Pilar Saga Ichsan, mantan Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Komandan Komando Distrik Militer 0506/Tangerang Letnan Kolonel (Inf) Ali Imran, Kepala Kepolisian Resor Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Sarly Sollu, Camat Pondok Aren beserta para lurah di Kecamatan Pondok Aren berjalan mengusung bendera Merah Putih di atas kepala mengitari Setu Parigi.
Kehadiran Wali Kota Tangerang Selatan juga menjadi asa bagi warga Pondok Aren agar Pemerintah Kota Tangerang Selatan lebih memperhatikan dan mengatasi persoalan-persoalan selama ini.
”Kami ingin setelah acara ini perhatian pemerintah untuk membuat warganya bahagia dari berbagai persoalan, seperti sampah, keamanan, dan ketertiban di lingkungan warga. Karena ada sekelompok warga, ada organisasi masyarakat, yang kerap meresahkan,” kata Amran (42), warga Pondok Aren.
Oleh karena itu, kata Amran, kegiatan Pondok Aren Berkibar ramai dikuti warga hingga keterlibatan sejumlah organisasi masyarakat merupakan langkah positif. Ia berharap kegiatan itu membawa semangat untuk bersatu, saling menjaga, bergotong royong, dan saling memberikan perhatian.
Semangat bersatu dan bergotong royong itu tecermin dari warga menyiapkan semua persiapan dan rangkaian acara agar berlangsung semarak. Warga sejak lama sudah ingin mengusung acara bertema persatuan dengan mengundang seluruh lapisan warga termasuk kepala daerah.
Acara serupa sempat terselenggara pada 2019, tetapi kurang mendapatkan atensi luas. Setelah gelombang pandemi mereda, baru pada tahun ini warga Pondok Aren bisa mewujudkan rencana mereka.
Sejak 18 Juli, warga mulai mempersiapkan acara Pondok Aren Berkibar. Mereka menjahit kain merah putih sepanjang 3.522 meter yang menyimbolkan tahun 2022 membawa semangat ”Pulih Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat”.
Baca Juga: Perayaan HUT Ke-77 RI di Jakarta Berlangsung Meriah
Gotong royong
Di tengah kesibukan masing-masing, warga menyempatkan bergantian menjahit kain tersebut. Sebagian warga lainnya bergotong royong menyiapkan 1.577 bendera dan potongan bambu yang dicat warna merah putih. Angka 1.577 itu memiliki makna perjalanan panjang bangsa Indonesia yang masih harus menghadapi segala tantang.
Pada Kamis (18/8/2022), warga berkumpul memeriahkan acara Pondok Aren Berkibar. Selepas upacara bendera, warga berdiri mengelilingi Situ Parigi seluas sekitar 7 hektar.
Upacara bendera, lantunan lagu-lagu kemerdekaan yang dibalut dengan doa, menjadi puncak acara Pondok Aren Berkibar. Warga yang berdiri di pinggir situ menancapkan bambu. Kepala mereka menengadah ke atas menghormat Sang Merah Putih.
”Acara ini kami persembahkan untuk warga, untuk kepala daerah, untuk organisasi kemasyarakatan, dan untuk semuanya. Bahwa semangat persatuan itu menjadi ibadah dan itikad tulus untuk kita saling membantu, rukun, dan saling menjaga tanpa ada yang dirugikan,” kata Hendra.
Hendra melanjutkan, Setu Parigi merupakan aset yang harus dijaga. Tidak hanya kebersihan lingkungannya yang bisa menarik wisatawan. Lebih dari itu, di Setu Parigi menjadi saksi bahwa warga bisa melepas sekat dan bersatu.
”Kita satu bangsa, di situ ini kita ke depan harus terus saling bersinergi, menjaga lingkungan dan kemananan serta ketertiban. Di sini, semoga gerakan kita memberikan dampak positif untuk masyarakat luas. Setu Parigi pun semakin dikenal, bisa menjadi obyek wisata keluarga yang ramah. Jika ingin semakin terkenal, ayo kita sama-sama jaga kebersihannya,” kata Hendra.
Hendra dan warga sepakat memaknai acara Pondok Aren Berkibar sebagai upaya bersama untuk saling bersatu dan bergotong royong menjaga kebersihan lingkungan dan menghapus teror dari tindak kekerasan oleh sejumlah kelompok. Oleh karena itu, sejumlah ormas juga diajak ikut terlibat dan merayakan kemerdekaan bersama warga.
”Kemerdekaan itu harus diwujudkan dengan tindakan dan mengajak untuk bergerak. Kita semua berkumpul tanpa sekat antarkelompok dan bergembira tanpa ada masalah. Semoga kita di sini membawa perubahan yang sebelumnya lingkungan kotor jadi bersih. Begitu pula yang sebelumnya ada perselisihan warga dengan kelompok tertentu bisa selaras damai, tidak ada lagi ormas yang bikin rusuh dan gotong royong warga yang menyiapkan semuanya ini dirasakan oleh warga lainnya,” tutur Jaki (48).
Kecamatan Pondok Aren memiliki potensi yang sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Kota Administrasi Jakarta Selatan, DKI Jakarta. Hal ini pula membuat sebagian besar dari sedikitnya 22.000 jiwa penduduk Kecamatan Pondok Aren beraktivitas di DKI Jakarta.
Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, Kecamatan Pondok Aren tumbuh cukup signifikan. Kehadiran proyek-proyek permukiman terpadu juga telah menciptakan kota-kota satelit di Pondok Aren, antara lain, Bintaro Jaya dan Graha Jaya.
Persoalan mendesak
Namun, perkembangan positif itu tentu disertai sejumlah persoalan yang juga mendesak diatasi oleh Pemkot Tangsel. Tata kelola sampah lingkungan, saluran air, peralihan lahan serapan air menjadi perumahan dan isu-isu keamanan merupakan persoalan penting yang harus segera diatasi para pemangku kepentingan.
Pengamat kebijakan Publik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Djaka Badranaya mengatakan, kemerdekaan saat ini bermakna kontekstual dan realitas berdasarkan suara-suara keresahan warga Tangerang Selatan.
Berdasarkan data, kata Djaka, angka kemiskinan ekstrem di Tangerang Selatan mencapai 44.270 jiwa dan tingkat pengangguran 8 persen. Secara ekonomi masih ada warga belum merdeka hidup dan kesejahteraannya.
Dari hal ini saja, tergambar kondisi sosial yang menimbulkan kesenjangan dan berdampak pada muncul kekerasan, pemalakan, dan perilaku yang meresahkan warga yang berbalut premanisme dari sekolompok ormas.
Kota Tangsel melekat dengan julukan Kota Sejuta Ormas. Menurut Djaka, perlu ada kajian mendalam terkait marak dan munculnya ormas di Tangsel karena faktor ekonomi dari dampak pengangguran dan kemiskinan sehingga warga mulai berafiliasi dan masuk ke ormas agar mendapatkan pekerjaan atau murni dari gerakan untuk menjaga ketertiban dan partisipasi dalam pembangunan.
”Ada potensi distorsi dari munculnya ormas, seperti aksi premanisme, tetapi tidak bisa menghakimi semua ormas bertindak premanisme. Banyak ormas yang berdampak positif untuk warga. Ormas merupakan aset jaringan sosial yang harus dipertimbangkan. Jika ormas sudah bersatu dengan warga dan komitmen untuk saling melindungi, ini potensi yang baik untuk dijaga dari ormas yang berorientasi kemasyarakatan. Nah, orientasi kemasyarakatan ini yang harus ada bukan sekadar ’kemasyarakatan’, bermotif lapak ekonomi,” papar Djaka.
Selain isu premanisme, isu lingkungan juga harus menjadi perhatian bersama, terutama pemerintah. Per hari, sampah di Tangsel bisa mencapai 100 ton. Penanganan dari hulu ke hilir dinilai belum maksimal. Selain kesadaran warga dan edukasi, pemerintah harus menyediakan banyak infrastruktur pendukung, seperti TPS3R.
Isu lingkungan lainnya adalah Kota Tangerang Selatan merupakan kawasan seksi dalam hal pembangunan yang banyak dilirik pengembang. Di sini, pemerintah daerah, provinsi, dan pusat perlu menguatkan fungsi kontrol agar pembangunan di Tangerang Selatan tidak hanya dirasakan atau berat sebelah kepada warga kelas menengah ke atas saja.
Pemkot Tangsel tidak boleh menutup mata bahwa ada daerah yang tidak disentuh pengembang dan itu bisa menjadi masalah kesenjangan. Itu menjadi tugas Pemkot Tangsel membangun dan memperhatikan aksesibilitas warga di kawasan yang tidak disentuh pengembang. Jangan sampai arah pengembangan Kota Tangsel merusak situ-situ. Mekanisme pasar pengembang kawasan pun jangan semakin memarginalkan warga.
”Berbagai isu itu yang masih mewarnai kehidupan warga. Di sini pemerintah daerah tidak boleh menutup mata bahwa masih banyak pekerjaan rumah membenahi permasalahan yang dihadapi langsung dengan warga. Jangan sampai itu menciderai makna kemerdekaan warga,” ujar Djaka.
Baca Juga: Kemandirian Pangan di ”Leuit” Sendiri