Kecelakaan Beruntun Berujung Maut Berulang, Penguatan Regulasi Mendesak
Kecelakaan beruntun di sejumlah wilayah di Jawa Barat, pekan lalu, menunjukkan masih lemahnya fungsi kontrol regulasi dan minimnya kesadaran semua pihak dalam menjamin keselamatan di jalan raya.
Kecelakaan maut di jalan menurun terjadi di sejumlah daerah di Jawa Barat dalam sepekan terakhir. Banyak nyawa yang terbuang karena kealpaan dari para pengguna jalan, mulai dari konsentrasi yang terbatas hingga muatan yang berlebihan. Situasi ini menggambarkan fungsi kontrol regulasi yang masih lemah dan keselamatan di jalan raya yang belum menjadi perhatian bersama semua pihak.
Enam korban jiwa dari kecelakaan yang terjadi di Jalan Raya Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Minggu (14/8/2022) siang, menjadi contohnya. Mereka tewas setelah truk bermuatan tepung kehilangan kendali saat melintasi jalur menurun dan menabrak kendaraan lainnya.
Baca juga: 11 Orang Tewas di Perempatan Transyogi, Lampu Merah Jadi Sorotan
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Jawa Barat Komisaris Besar Ibrahim Tompo menjelaskan, kecelakaan ini terjadi di wilayah Desa Bangbayang, Kecamatan Gekbrong, Cianjur, sekitar pukul 11.00. Saat itu, truk yang dikemudikan Roni (60) melaju dari arah Sukabumi menuju Cianjur dan menempuh jalur menurun.
”Kendaraan membawa muatan tepung terigu. Ketika menempuh jalan menurun dan menikung ke kiri diduga hilang kendali dan menabrak sejumlah kendaraan,” ujarnya saat dihubungi dari Bandung, Senin (15/8/2022).
Ibrahim memaparkan, kendaraan yang hilang kendali ini menabrak truk dari arah berlawanan, kemudian menabrak mobil minibus dan lima kendaraan yang melaju searah di depannya.
Kecelakaan ini menewaskan Roni sebagai pengendara truk dan lima korban lainnya. Ibrahim mengatakan, saat ini pihaknya tengah mengidentifikasi para korban. Sementara saat kejadian, kondisi ruas jalan utama penghubung Sukabumi-Cianjur ini tersendat akibat muatan tepung terigu yang tumpah dan menutupi ruas jalan.
”Dari kecelakaan ini, 6 korban meninggal, 1 orang luka berat, dan 2 korban lainnya luka ringan. Sementara itu, kerugian materi masih belum diketahui. Saat ini, tim TAA (Traffic Accident Analysis) Direktorat Lalu Lintas Polda Jabar sudah turun dan memeriksa TKP kembali,” paparnya.
Direktur Lalu Lintas Polda Jabar Komisaris Besar Romin Thaib seusai pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) memaparkan, ada dugaan kelebihan muatan yang berujung pada kehilangan kendali di turunan. Namun, hal itu masih dalam penyelidikan dan pemeriksaan dari para saksi.
Dugaan awal ini dilihat dari tidak adanya bekas rem sebelum tempat kejadian. Selain itu, posisi persneling truk sudah dalam kondisi netral dengan kondisi ban yang sudah tidak layak.
”Kami sudah pengecekan, mulai dari faktor jalan, manusia, dan kendaraannya. Dan, dari kir (pemeriksaan), sudah overload dari yang seharusnya. Nanti akan kami cek lebih lanjut,” paparnya.
Kelebihan muatan truk itu juga disampaikan Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kabupaten Cianjur Muhammad Iqbal. Dari hasil ramp check, batas muatan hanya 10 ton. Namun, saat kejadian truk mengangkut 30 ton tepung terigu.
Kecelakaan di Bogor
Sebelumnya, sejumlah kecelakaan yang melibatkan truk di jalan menurun juga terjadi di Kabupaten Bogor. Kepala Unit Penegakan Hukum Satuan Lalu Lintas Kepolisian Resor Bogor Inspektur Dua Angga menjelaskan, tiga korban meregang nyawa pada Rabu (10/8/2022) dan Kamis (11/8/2022) di dua lokasi berbeda.
Kecelakaan pada Rabu (10/8/2022) terjadi Jalan Raya Puncak Bogor, Desa Cipayung Datar, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jabar. Tabrakan beruntun di turunan Selarong ini terjadi sekitar pukul 11.45 dan melibatkan truk bermuatan ayam seberat 2 ton.
Seorang pelajar berinisial RI (18) meninggal setelah menjadi korban tabrakan beruntun. Truk yang dikendarai N (52), berasal dari arah Gadog, kehilangan konsentrasi sehingga menabrak truk di depannya. Dari situ, truk secara beruntun menabrak pengendara motor yang kemudian menabrak lagi bagian belakang truk lainnya.
”Pengendara motor dalam posisi terjepit di antara truk kedua dan ketiga akibat dari tabrakan truk pertama. Kami sedang mendalami perkara kecelakaan beruntun ini,” papar Angga dalam keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).
Kecelakaan kedua, lanjut Angga, terjadi di Jalan Perumahan Puri Lavender, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jabar, Kamis (11/8/2022) sekitar pukul 18.30. Truk bermuatan elpiji yang dikendarai DR (43) melintasi jalan turunan di Jalan Perumahan Puri Lavender dan mengalami gangguan fungsi rem.
Akibatnya, DR sulit mengendalikan kendaraannya sehingga menabrak sepeda motor yang dikendarai YT (55) dari arah menanjak berlawanan. YT kini masih dalam perawatan karena luka berat yang dialaminya.
Tidak sampai di situ, kendaraan DR itu terus melaju dan menabrak motor yang dikendarai MY (26) dan RMM (20). Dua pemuda yang berada di belakang ikut terseret sejauh sekitar 27 meter dan meninggal.
”Saat jalan menurun itu diduga ada masalah pada fungsi rem sehingga menabrak dua motor dan beruntun menabrak tiga mobil lainnya yang terparkir di area parkir bundaran,” ujar Angga.
Dari kejadian itu, diperkirakan kerugian materi mencapai Rp 50 juta. Angga menyatakan, pihaknya saat ini masih menyelidiki dan memeriksa lebih lanjut kasus kecelakaan beruntun.
Tanggung jawab pemerintah
Pengamat transportasi sekaligus Direktur Institut Studi Transportasi (Instran), Deddy Herlambang, mengatakan, peristiwa kecelakaan selalu terjadi setiap tahun. Namun, tragedi yang menimbulkan korban jiwa ini seperti belum menjadi perhatian serius oleh pemerintah.
Seiring dengan jumlah kendaraan yang semakin banyak, tidak ada perubahan dalam penanganan secara komprehensif sehingga banyak korban jatuh sia-sia.
Menurut Deddy, jangan melihat peristiwa kecelakaan hanya ketika ada korban jiwa. Namun, korban luka berat dan ringan juga harus menjadi perhatian sebagai sebuah peristiwa besar seperti kecelakaan angkutan udara, laut, dan kereta api.
”Catatan saya, sedikitnya setiap tahun ada 22.000 jiwa melayang akibat kecelakaan jalan. Ini belum dihitung dengan luka berat, cacat, daan ringan yang bisa sampai ratusan ribu orang. Tertinggi pada 2015 mencapai korban 33.000 jiwa,” ujarnya.
Deddy berharap kecelakaan di lintas darat ini harus dilihat secara menyeluruh dan serius. Dia berpendapat, salah satu penanganan tidak selesai dari hulu ke hilir, yaitu lemahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2019 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Dalam aturan tersebut, hanya ada sopir yang disorot jika terjadi kecelakaan atau sopir yang bersalah. Seharusnya, lanjut Deddy, dalam UU LLAJ, perlu ada penguatan fungsi kontrol yang melibatkan pengusaha truk, pemilik, perusahaan otobus, atau pengusaha di bidang jasa angkut barang, jasa, dan logistik.
”Mereka seharusnya juga diminta pertanggungjawaban jika terjadi kecelakaan. Kondisi kelaikan kendaraan atau kecelakaan tidak bisa dilimpahkan ke sopir. Belum lagi jika melihat tuntutan jam kerja sopir dalam perjalanan jauh dan kondisi tubuh mereka,” ujar Deddy.
Selain itu, rem blong atau tak berfungsi maksimal rem bukan satu faktor utama dalam peristiwa kecelakaan. Masalah pada rem ini pun tak lepas juga dari kesalahan manusia yang tidak memeriksa kelaikan kendaraan atau dipaksa tetap berjalan. Belum lagi ada kendaraan tua atau kelebihan muatan yang disebut ODOL (over dimension overload), tetapi dibiarkan berjalan.
”Pemerintah harus bertanggung jawab dalam hal regulasi aturan. Jika UU No 22 lemah seharusnya bisa pakai yang lebih tinggi, yaitu UUD 1945. Ini jelas, pemerintah, mengapa keselamatan warga di jalan tidak dilindungi,” ujar Deddy.
Keselamatan di jalan raya sudah seharusnya menjadi perhatian bersama. Jika kendaraan yang tidak sesuai spesifikasi berlalu lalang di jalan, ada nyawa yang terancam hilang sia-sia.
Baca juga: KNKT Temukan Sopir Kelelahan hingga Perlunya Manajemen Sumber Daya