KNKT Temukan Sopir Kelelahan hingga Perlunya Manajemen Sumber Daya
Hasil investigasi awal, KNKT mendapati sejumlah temuan yang akan menjadi rekomendasi perbaikan aspek keselamatan. Pengamat menilai PT Transjakarta lebih memaksimalkan peran sebagai pengawas daripada sebagai operator.
Oleh
Helena F Nababan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komite Nasional Keselamatan Transportasi menemukan sejumlah fakta dari investigasi awal terhadap Transjakarta. Fakta terkait kecelakaan beruntun yang melibatkan bus-bus Transjakarta itu berkaitan dengan faktor kelelahan pengemudi, jam kerja, koridor, pergantian penugasan, dan pengelolaan sumber daya pengemudi.
Investigasi masih terus berlangsung untuk mendapatkan fakta menyeluruh terkait angkutan umum massal berbasis bus milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Nantinya, KNKT menargetkan ada rekomendasi detail perbaikan manajemen keselamatan Transjakarta.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono yang dihubungi, Minggu (12/12/2021), menjelaskan, tim KNKT mulai bekerja pekan ini. KNKT khususnya menginvestigasi kecelakaan beruntun yang melibatkan bus-bus Transjakarta.
Apakah kelelahan dan mengantuk ini karena jam kerja yang terlalu panjang atau sif yang panjang? Ini kita investigasi.
Dalam investigasi awal, kelelahan pengemudi dan mengantuk menjadi yang paling utama. Dari fakta itu, tim KNKT menelusuri penyebab pengemudi bisa kelelahan dan mengantuk.
”Apakah kelelahan dan mengantuk ini karena jam kerja yang terlalu panjang atau sif yang panjang? Ini kita investigasi,” katanya.
Fakta yang ditemukan, para pengemudi mulai bekerja dari pukul 04.00 hingga pukul 12.00 untuk sif pertama dan berlanjut ke sif kedua. Dengan jam kerja dimulai sepagi itu, banyak pengemudi ditemukan mengantuk.
Menurut Soerjanto, nantinya Transjakarta mesti menyediakan fasilitas istirahat bagi para pengemudi di ujung layanan koridor. Ruang istirahat di mana pengemudi dapat melepas lelah dan ngantuk. Kemudian diatur agar si pengemudi bisa aktif kembali setelah dua bus lain dengan sopir berbeda beroperasi. Bagaimana para pengemudi memulai hari, misalnya sempat sarapan atau tidak, juga diminta diperhatikan oleh Transjakarta.
Terkait jam kerja, Transjakarta harus mengelola jam kerja untuk mengelola kelelahan pekerjanya. Untuk jam kerja ini harus dipahami ada duty time atau waktu bertugas dan working time atau waktu bekerja.
Waktu bekerja, maka sesuai aturan Kemenaker, delapan jam di tempat bekerja. Waktu bertugas berarti terhitung sejak dari rumah, siap-siap, perjalanan ke pul, hingga sampai di pul.
”Karena mulai beroperasi terlalu pagi juga bisa menjadi faktor kelelahan dan mengantuk. Artinya kalau banyak dikeluhkan di situ, mesti dicari formula yang tepat terkait manajemen waktu bekerja. Jadi harus ada modifikasi untuk penyesuaian,” kata Soerjanto.
Faktor koridor turut menjadi penyebab kelelahan. Mengemudikan bus-bus Transjakarta dalam sistem bus rapid transit (BRT), para pengemudi akan membawa bus melewati lajur-lajur atau koridor bus yang sempit.
”Driver atau pengemudi diminta harus selalu fokus, kalau tidak, ia akan menyerempet kanan kiri. Koridor itu juga monoton. Hal itu membuat pengemudi ekstra fokus dan itu juga membuat cepat lelah,” kata Soerjanto.
Pergantian penugasan dari koridor satu ke koridor lainnya, ia nilai bisa dilakukan tetapi jangan terlalu sering dilakukan. Seorang pengemudi perlu memahami karakteristik dan titik-titik potensi bahaya di koridor yang ia layani.
Untuk itu, ia memandang perlu ada perlakuan khusus bagi pengemudi. Ia menyebutkan seperti halnya di transportasi udara yang memiliki crew resource management, maka di bus perlu ada driver resource management.
”Mungkin sehari di-coaching untuk dilatih kesabaran, dilatih bijak kalau bawa bus, jangan mudah emosi. Begitu,” kata Soerjanto.
Hal-hal lainnya yang ditemukan berkaitan dengan hal-hal teknis layanan dan pemeliharaan bus. Selanjutnya, pekan ini tim akan melanjutkan investigasi dari sisi manajerial dan aspek lainnya.
Untuk manajerial, hal yang perlu dilihat misalnya adalah siapa yang bertanggung jawab atas layanan yang dilakukan pihak ketiga. Siapa yang mengawasi supaya layanan yang diberikan sesuai standar Transjakarta. Adapun investigasi ditargetkan selesai akhir pekan depan.
”Ini baru awal investigasi. Nantinya ini semua akan menjadi rekomendasi bagi Transjakarta agar ada perbaikan keselamatan,” kata Soerjanto.
Secara terpisah, pengamat transportasi Djoko Setijawarno mengatakan, dalam hal layanan angkutan umum berbasis jalan seperti Transjakarta, ia melihat seharusnya BUMD milik Pemprov DKI, PT Transportasi Jakarta (Transjakarta) tidak usah ikut menjadi operator. Tranjakarta lebih berfungsi sebagai wasit pelayanan yang mengawasi seluruh persyaratan dan aturan main sudah ditetapkan.
”Para operator yang melakukan kontrak kerja dengan Transjakarta itulah yang menjadi pemain yang diawasi atau di-wasit-i Transjakarta,” kata Djoko.
Namun, dalam melakukan pengawasan aturan main tersebut, Transjakarta harus adil dan disiplin menerapkan aturan dan persyaratan yang ada. ”Jika Transjakarta sendiri ikut menjadi pemain, bukan tidak mungkin pengawasan dan aturan main menjadi memiliki standar ganda, yang bisa menjadi tidak adil dalam Transjakarta melaksanakan tugasnya karena Transjakarta menjadi ambigu,” ujar Djoko.
Saat ini, Transjakarta memiliki dua peran sebagai pengawas dan penegak aturan pelayanan, tetapi juga menjadi operator. Terkadang Transjakarta menganakemaskan tugas sebagai operator dengan memberi prioritas lebih untuk meraih peluang keuntungan. Hal ini dilakukan dengan menempatkan armadanya pada rute yang panjang dan lebih toleran atau lebih kendur terhadap aturan yang ada.
Kepada operator lain, Transjakarta dinilai lebih ketat dalam penerapan disiplin aturan sampai sekecil-kecilnya dan tiap kali ada pelanggaran langsung menjatuhkan penalti.
Djoko menilai status Transjakarta saat ini lebih sebagai operator, bukan lagi sebagai pengisi (fill in) karena armadanya sudah mendominasi. Itu membuat konsentrasi kerja Transjakarta sebagai wasit pelayanan buyar karena harus terbagi dengan tugas sebagai operator. Untuk itu disarankan sebaiknya Transjakarta memaksimalkan fungsi sebagai wasit dalam pelayanan angkutan umum massal tersebut.